Loading...

Tuesday 1 May 2012


Uji benedict
Uji benedict adalah uji kimia untuk mengetahui kandungan gula (karbohidrat) pereduksi. Gula pereduksi meliputi semua jenis monosakarida dan beberapa disakarida seperti laktosa dan maltosa.

Nama Benedict merupakan nama seorang ahli kimia asal Amerika, Stanley Rossiter Benedict (17 Maret 1884-21 Desember 1936). Benedict lahir di Cincinnati dan studi di University of Cincinnati. Setahun kemudian dia pergi ke Yale University untuk mendalami Physiology dan metabolisme di Department of Physiological Chemistry.

Pada uji Benedict, pereaksi ini akan bereaksi dengan gugus aldehid, kecuali aldehid dalam gugus aromatik, dan alpha hidroksi keton. Oleh karena itu, meskipun fruktosa bukanlah gula pereduksi, namun karena memiliki gugus alpha hidroksi keton, maka fruktosa akan berubah menjadi glukosa dan mannosa dalam suasana basa dan memberikan hasil positif dengan pereaksi benedict.

Satu liter pereaksi Benedict dapat dibuat dengan menimbang sebanyak 100 gram sodium carbonate anhydrous, 173 gram sodium citrate, dan 17.3 gram copper (II) sulphate pentahydrate, kemudian dilarutkan dengan akuadest sebanyak 1 liter.

Untuk mengetahui adanya monosakarida dan disakarida pereduksi dalam makanan, sample makanan dilarutkan dalam air, dan ditambahkan sedikit pereaksi benedict. Dipanaskan dalam waterbath selamaa 4-10 menit. Selama proses ini larutan akan berubah warna menjadi biru (tanpa adanya glukosa), hijau, kuning, orange, merah dan merah bata atau coklat (kandungan glukosa tinggi).

Sukrosa (gula pasir) tidak terdeteksi oleh pereaksi Benedict. Sukrosa mengandung dua monosakrida (fruktosa dan glukosa) yang terikat melalui ikatan glikosidic sedemikian rupa sehingga tidak mengandung gugus aldehid bebas dan alpha hidroksi keton. Sukrosa juga tidak bersifat pereduksi.

Uji Benedict dapat dilakukan pada urine untuk mengetahui kandungan glukosa. Urine yang mengandung glukosa dapat menjadi tanda adanya penyakit diabetes. Sekali urine diketahui mengandung gula pereduksi, test lebih jauh mesti dilakukan untuk memastikan jenis gula pereduksi apa yang terdapat dalam urine. Hanya glukosa yang mengindikasikan penyakit diabetes.







Uji Benedict Semikuantitatif (Kadar Gula Dalam Urin)

Gula yang mempunyai gugus aldehid atau keton bebas mereduksi ion
kupri dalam suasana alkalis menjadi kuprooksida yang tidak larut dan
berwarna merah. Banyaknya endapan merah yang terbentuk sesuai dengan
kadar gula yang terdapat di dalam urin.

Reaksi :
CuSO4 + 2 NaOH ---> Cu(OH)2 + Na2SO4
putih kebiru - biruan
Cu(OH)2 ----> 2 CuOH + H2O + O
Pemanasan kuning (diambil oleh gula dan
produk2nya)
2 CuOH ----> Cu2O + H2O
merah bata

Cara Kerja :
1.Masukkan ke dalam tabung reaksi urin sebanyak 8 ml.
2.Kemudian tambahkan pereaksi obermeyer 8 ml, diamkan beberapa menit.
3.Setelah beberapa menit, tambahkan kloroform sebanyak 3 ml.
4.Campur dengan membalik-balikkan tabung kira-kira 10 kali. Jangan
dikocok.
5.Lakukan pengamatan dan catat hasil yang terjadi.

Penafsiran :
Warna Penilaian Konsentrasi
Biru jernih - 0
Hijau/kuning hijau + 1 Kurang dari 0,5 %
Kuning/kuning kehijauan + 2 0,5 – 1,0 %
Jingga + 3 1,0 – 2,0 %
Merah + 4 Lebih dari 2 %

Smoga manfaat.




--- In kimia_indonesia@yahoogroups.com, Ika Narishantika
<ikanarishantika@...> wrote:

PERCOBAAN III
URIN
I. TUJUAN
1. Memeriksa adanya indikan dalam urin.
2. mengetahui kadar kreatinin urin.
3. Menghitung secara kasar kadar glukosa dalam urin.
4. Memeriksa adanya zat keton dalam urin.
5. Mengetahui keberadaan protein (kualitatif dalam urin.

II. TEORI DASAR
Urin atau air seni atau air kencing adalah cairan sisa yang diekskresikan oleh ginjal yang kemudian akan dikeluarkan dari dalam tubuh melalui proses urinasi. Eksreksi urin diperlukan untuk membuang molekul-molekul sisa dalam darah yang disaring oleh ginjal dan untuk menjaga homeostasis cairan tubuh. Namun, ada juga beberapa spesies yang menggunakan urin sebagai sarana komunikasi olfaktori. Urin disaring di dalam ginjal, dibawa melalui ureter menuju kandung kemih, akhirnya dibuang keluar tubuh melalui uretra. Urin terdiri dari air dengan bahan terlarut berupa sisa metabolisme (seperti urea), garam terlarut, dan materi organik. Cairan dan materi pembentuk urin berasal dari darah atau cairan interstisial.
Komposisi urin berubah sepanjang proses reabsorpsi ketika molekul yang penting bagi tubuh, misal glukosa, diserap kembali ke dalam tubuh melalui molekul pembawa. Cairan yang tersisa mengandung urea dalam kadar yang tinggi dan berbagai senyawa yang berlebih atau berpotensi racun yang akan dibuang keluar tubuh. Materi yang terkandung di dalam urin dapat diketahui melalui urinalisis. Urea yang dikandung oleh urin dapat menjadi sumber nitrogen yang baik untuk tumbuhan dan dapat digunakan untuk mempercepat pembentukan kompos.
Diabetes adalah suatu penyakit yang dapat dideteksi melalui urin. Urin seorang penderita diabetes akan mengandung gula yang tidak akan ditemukan dalam urin orang yang sehat. Fungsi utama urin adalah untuk membuang zat sisa seperti racun atau obat-obatan dari dalam tubuh.Urin atau air seni adalah cairan yng diekskresikan oleh ginjal yang kemudian akan dikeluarkan dari dalam tubuh melalui proses urinasi. Dari urin kita bisa memantau penyakit melalui perubahan warnanya. Meskipun tidak selalu bisa dijadikan pedoman namun Ada baiknya Anda mengetahui hal ini untuk berjaga-jaga.
Kuning jernih
Urin berwarna kuning jernih merupakan pertanda bahwa tubuh Anda sehat. Urin ini tidak berbau. Hanya saja, beberapa saat setelah meninggalkan tubuh, bakteri akan mengontaminasi urin dan mengubah zat dalam urin sehingga menghasilkan bau yang khas.
Kuning tua atau pekat
Warna ini disebabkan karena tubuh mengalami kekurangan cairan. Namun bila terjadi terus, segera periksakan diri Anda ke dokter karena merupakan tahap awal penyakit liver.
Kemerahan
Urin mengandung darah. Kondisi ini bisa menandakan gangguan batu ginjal dan kandung kemih. Namun bisa juga karena Anda mengonsumsi obat pencahar secara berlebihan.
Kecoklatan
Pertanda terjadi kerusakan otot, akibat aktivitas tubuh yang berlebihan.
Oranye
Mengindikasikan penyakit hepatitis atau malaria. Pyridium, antibiotik yang biasa digunakan untuk infeksi kandung kemih dan saluran kencing juga dapat mengubah warna urin menjadi oranye.
Selain warna, bau urin juga bisa digunakan untuk mendeteksi penyakit. Misalnya pada penderita diabetes dan busung lapar, urin cenderung berbau manis, sementara jika seseorang mengalami infeksi bakteri E. coli, urinnya cenderung berbau menyengat
Komponen Urin
1. Komponen Organik
Urea, disentesis dalam hati adalah bentuk ekskersi nitrogen yang berasal dari protein dan asam amino. Konsentrasinya mencerminkan metabolisme protein; 70 g protein menyebabkan kira-kira pembentukan 30 g urea. Setiap hari 20-35 urea dari protein dari asam amino.
Asam Urat, merupakan produk akhir dari metabolism purin. Setiap hari dikeluarkan 0,3-2,0 g asam urat hasil katabolisme protein.
Kreatinin, yang dibentuk dari keratin.setaip hari 1,0-1,5 g kreatinin dari keratin Keratin, melalui sirkulasi spontan dan ireversibel, berasal dari metabolism otot. Karena jumlah kreatinin yang dikeluarkan setiap hari dari suatu individu adalah konstan, jumlah ini berbanding langsung dengan masa otot, maka kreatinin dapat digunakan sebagai ukuran kuantitatif untuk ukuran komponen-komponen urin lainnya.kreatin 0,05-0,10 g dari metabolism otot.
Asam amino, yang dikeluarkan secara bebas sangat tergantung dari makanan dan kemampuan kerja hati. Asam amino setiap hari 1-3 g- Derivat asam amino yang muncul dalam urin. Misalnya hipurat. Hipurat setiap hari 0,15g
Glukosa setiap hari sampai 0,16 g g
Zat keton setiap hari sampai 3 g.
2. Komponen anorganik
Didalam urin terdapat kation Na+, K+, Ca2+, Mg2+, dan NH¬42+, demikian juga anion Cl-, SO42- dan HPO42+selain ion-ion lainnya dalam jumlah kecil (mmol).
Kadar Kreatinin dalam urin
Kreatinin adalah produk sampingan dari hasil pemecahan fosfokreatin (kreatin) di otot yang dibuang melalui ginjal. Pada pria, normalnya 0,6 – 1,2 mg/dl.Hiperfosfatemia dapat terjadi pada peminum alkohol akibat hipoparatiroidisme yang diinduksi oleh hipomagnesemia. Hipofosfatemia ditandai dengan kerusakan pada otot, kelemahan dan rasa nyeri pada otot, disfungsi eritrosit dan leukosit, serta trombosit, osteolisis dan asidosis metabolik. Rhabdomiolisis ditandai dengan kerusakan pada otot, rasa lemah dan nyeri pada otot, mioglobinuria, meningkatkan keratin kinase, dan nekrosis serabut otot. Hal terebut di atas dapat menimbulkan kegagaan ginjal akut yang ditandai dengan naiknya kadar keratin dalam serum yang tidak proporsional dalam kaitannya dengan "urea nitrogen" dalam darah, hiperurikemia, hiperfosfatemia, dan hipokalsemia. Hipafosfatemia merupakan suatu faktor penting yang menyebabkan terjadinya rhabdomiolisis pada peminum alkohol di samping karena turunnya kadar magnesium dan kalium. Hipofosfatemia akan menjadi lebih buruk pada pemberian karbohidrat dan pada hiperventilasi pada waktu putus alkohol.
Kadar Insulin
Hiperglikemia kronik ini mungkin saja disebabkan oleh
faktor genetik dan lingkungan.Honnon insulin yang disintesa dan disekresi oleh sel B pu-
lau Langerhans di pankreas adalah pengatur utama kadar gula darah. Hiperglikemi dapat terjadi kalau terdapat kekurangan insulin atau kelebihan faktor-faktor yang melawan kerja insulin. Ketidakseimbangan ini selain mengakibatkan gangguan metabolisme karbohidrat, juga mengganggu metabolismeprotein dan lemak dengan akibat-akibatnya,sepertiketoasidosis, kelainan-kelainan kapiler (ginjal dan retina),gangguan saraf tepi dan proses aterosklerosis yang berlebihan.
Pemeriksaan gula urin
Pada penderita insulin-dependent diabetes mellitus,urin diperiksa tiap kali sebelum makan dan sebelum tidur untuk membantu kontrol penggunaan insulin. Penderita dengan kadar gula yang stabil cukup melakukannya 2 hari dalam satu minggu, sedangkan pada hari hari lainnya diperiksa urin puasa. Pemeriksaan urin pagi dan malam sudah cukup untuk penderita non-insulin dependent diabetes mellitus, bahkan jika terkontrol cukup diperiksa sekali sehari. Penggunaan tes strip sangat membantu penderita untuk melakukan pemeriksaan- pemeriksaan tersebut di rumah.
Uji Benedict
Dalam suasana Alkalis sakarida akan membentuk enidid yang mudah teroksidasi. Semua monosakarida dan diskarida kecuali Sukrosa dan trekalosa akan bereaksi positif bila dilakukan uji Benedict. Larutan-larutan tembaga yang alkalis bila direduksi oleh karbohidrat yang mempunyai gugus aldehid atau keton bebas akan memebentuk cupro oksida (Cu2O) yang berwarna hijau merah orange atau merah bata dan adanya endapan merah bata pada dasar tabung reaksi.
III. ALAT DAN BAHAN
Bahan
Urin sendiri
Urin patologis
Pereaksi Obermeyer
Kloroform
Standar 1 mg / ml
Aquadest
asam pikrat jenuh
NaOH 10 %
Larutan Benedict
Kristal Amonium
Larutan natrium nitroprusida 5 %
ammonium hidroksida pekat
Asam nitrat pekat.

Alat
Tabung reaksi
Pipet volumetric
pipet tetes
Spektofotometer uv – visible
Hot plate
Beker glass
Spatula
Batang pengaduk
tissue
lap

IV. PROSEDUR KERJA

Uji obermeyer

B A H A N T a b u n g
1 2
Urin Sendiri ( ml ) 2 -
Urin patologis ( mL ) - 2
Pereaksi Obenmeyer ( mL) 2 2
Diamkam beberapa menit
Kloroform ( mL ) 1 1
Campur dengan membalik – balikkan ± 10 X ( JANGAN DIKOCOK )

Cara Kerja :
Pemeriksaan kadar kreatinin urin

B A H A N T a b u n g
1 2 3 4
Urin sendiri ( mL)
Urin patologis ( mL)
Standart Kreatinin 1 mg/mL ( mL )
Akuadest ( mL)
Asan Pikrat jenuh ( mL )
NaOH 10 % ( mL )
Encerkan hingga 100 mL, dicampur, dibaca pada ×’ 540 nm

Cara Kerja
Uji benedict
B a h a n T a b u n g
Larutan benedict ( mL ) 2,5
Urin sendiri 4 tetes
Panaskan selama 8 menit dalam air mendidih ( 100o ) lalu biarkan dingin perlahan
Hasil bandingkan dengan seri pemeriksaan

Cara kerja:
Uji rothera ( zat keton )
B a h a n T a b u n g
1 2
Urin sendiri ( mL ) 5 -
Urin patologis ( mL ) - 5
Kristal Amonium sulfat Sampai jenuh Sampai jenuh
Larutan Natrium nitroprusida 2-3 tetes 2-3 tetes
Ammonium hidroksida pekat ( ml ) 1-2 1-2
Campur dan diamkan selama 30 menit



Cara kerja :
Uji heller
B a h a n T a b u n g
1 2
Asam nitrat pekat ( mL ) 2 2
Alirkan melalui dinding tabung : urin sendiri dan urin patologis
Urin sendiri ( ml) 2 -
Urin patologis ( mL ) - 2




V. HASIL PENGAMATAN

1. Uji Obermeyer
Tabung 1 2
Hasil

Endapan krem dengan warna larutan coklat muda Endapan biru indigo dengan warna larutan cokelat

2. Pemeriksaan Kadar Kreatinin Urin
Hasil spektrofotometer pada λ 540 nm:
Percobaan Tabung
1 2 3 4
1 1,245 0,543 0,454 0,083
2 1,250 0,547 0,516 0,079
Rata-rata 1,247 0,5 0,509 0,081

3. Uji Benedict
Warna Urin sendiri Urin patologis

Hijau Kuning kehijauan

4. Uji Rothera
Urin sendiri Urin patologis
Warna Cokelat ungu keruh Cokelat ungu keruh pekat




5. Uji Heller
Hasil Urin sendiri Urin patologis
Tidak terbentuk cincin putih Kuning kehijauan




VI. PEMBAHASAN

DAFTAR PUSTAKA
http://info.balitacerdas.com/mod.php?mod=diskusi&op=viewdisk&did=417
http://www.geocities.com/junior_bio_04/home.html
http://www.mediasehat.com/tanyajawab.php?nomerkonsultasi=499
khttp://www.kalbe.co.id/files/cdk/files/09_PemeriksaanLabPadaDiabetesMellitus.pdf/09_PemeriksaanLabPadaDiabetesMellitus.html










































Posted by Riswanto on Tuesday, March 9, 2010
Labels: Tes Urine
Badan keton terdiri dari 3 senyawa, yaitu aseton, asam aseotasetat, dan asam β-hidroksibutirat, yang merupakan produk metabolisme lemak dan asam lemak yang berlebihan. Badan keton diproduksi ketika karbohidrat tidak dapat digunakan untuk menghasilkan energi yang disebabkan oleh : gangguan metabolisme karbohidrat (mis. diabetes mellitus yang tidak terkontrol), kurangnya asupan karbohidrat (kelaparan, diet tidak seimbang : tinggi lemak – rendah karbohidrat), gangguan absorbsi karbohidrat (kelainan gastrointestinal), atau gangguan mobilisasi glukosa, sehingga tubuh mengambil simpanan asam lemak untuk dibakar.

Peningkatan kadar keton dalam darah akan menimbulkan ketosis sehingga dapat menghabiskan cadangan basa (mis. bikarbonat, HCO3) dalam tubuh dan menyebabkan asidosis. Pada ketoasidosis diabetik, keton serum meningkat hingga mencapai lebih dari 50 mg/dl.

Keton memiliki struktur yang kecil dan dapat diekskresikan ke dalam urin. Namun, kenaikan kadarnya pertama kali tampak pada plasma atu serum, kemudian baru urin. Ketonuria (keton dalam urin) terjadi akibat ketosis. Benda keton yang dijumpai di urine terutama adalah aseton dan asam asetoasetat.           


Prosedur

Kumpulkan spesimen urine secara acak (urin random atau urin sewaktu). Urin harus segar dan ditampung dalam wadah tertutup rapat. Pengujian harus segera dilakukan, karena penundaan pengujian lebih lama dapat menyebabkan temuan negatif palsu. Hal ini dikarenakan keton mudah menguap. Uji ketonuria dapat dilakukan dengan menggunakan tablet Acetest, atau strip reagen (dipstick) Ketostix atau strip reagen multitest (mis. Combur, Multistix, Arkray, dsb).       

Uji ketonuria dengan tablet Acetest digunakan untuk mendeteksi dua keton utama, yaitu aseton dan asam asetoasetat. Letakkan tablet Acetest di atas kertas saring atau tissue, lalu teteskan urin segar di atas tablet tersebut. Tunggu selama 30 detik. Amati perubahan warna yang terjadi pada tablet tersebut; jika berubah warna menjadi berwarna lembayung terang – gelap, maka uji keton dinyatakan positif.     

Uji ketonuria dengan strip reagen (Ketostix atau strip reagen multitest) lebih sensitif terhadap asam asetoasetat daripada aseton. Celupkan strip reagen ke dalam urin. Tunggu selam 15 detik, lalu amati perubahan warna yang terjadi. Bandingkan dengan bagan warna. Pembacaan dipstick dengan instrument otomatis lebih dianjurkan untuk memperkecil kesalahan dalam pembacaan secara visual.   


Nilai Rujukan           

Dewasa dan anak : uji keton negatif (kurang dari15 mg/dl)


Masalah Klinis`        

Uji keton positif dapat dijumpai pada : Asidosis diabetic (ketoasidosis), kelaparan atau malnutrisi, diet rendah karbohidrat, berpuasa, muntah yang berat, pingsan akibat panas, kematian janin. Pengaruh obat : asam askorbat, senyawa levodopa, insulin, isopropil alkohol, paraldehida, piridium, zat warna yang digunakan untuk berbagai uji (bromsulfoftalein dan fenosulfonftalein).


Faktor yang Dapat Mempengaruhi Hasil Laboratorium
  • Diet rendah karbohidrat atau tinggi lemak dapat menyebabkan temuan positif palsu. • Obat tertentu (Lihat pengaruh obat)
  • Urin disimpan pada temperature ruangan dalam waktu yang lama dapat menyebabkan hasil uji negaif palsu
  • Adanya bakteri dalam urin dapat menyebabkan kehilangan asam asetoasetat
  • Anak penderita diabetes cenderung mengalami ketonuria daripada penderita dewasa.













[Analytical Chemistry and Computer] Analisa Urine : Uji Kualitatif

< Prev Message  |  Next Message > 








Beberapa tes urin secara kimia ditujukan untuk mengetahui kadar glukosa (gula), ketone bodies,
protein, bilirubin dan nitrit.

Glukosa
Normalnya glukosa tidak ada atau ada tapi dalam jumlah yang sangat kecil di dalam urin. Ketika tingkat glukosa dalam darah in melebihi batasan gula ginjal (160-180 mg/dl) maka glukosa mulai nampak dalam urin. Kehadiran glukosa dalam urin (glucosuria) merupakan indikasi adanya penyakit diabetes mellitus.

Prosedur Uji Glukosa
1. Uji Fehling:
Kedalam tabung uji yang berisi 2 ml sampel urin, tambahkan 1 ml larutan Fehling A dan 1 ml larutan Fehling B. Campurkan dengan baik lalu tempatkan kedalam waterbath mendidih.
Perubahan warna yang terjadi menunjukkan adanya glukosa.

2. Uji Benedict
Kedalam tabung uji yang berisi 1 ml sampel urin, tambahkan 3 ml reagent Benedict. Campurkan dengan baik lalu letakkan dalam water bath mendidih.
Perubahan warna yang terjadi menunjukkan adanya glukosa.

Ketone bodies
Ketika kekurangan karbohidrat, tubuh mulai menggunakan asam lemak untuk menghasilkan energi. Ketika peningkatan alur metabolis ini mencapai titik tertentu, pemakaian asam lemak menjadi tidak sempurna dan produk antara yang terjadi didalam darah dan urin.

produk antara ini ada 3 ketone bodies: asetone, asetoasetat, dan betahidroksibutirat.
Kehadiran ketone bodies dalam urin (ketonuria) biasanya merupakan iondikasi diabetes mellitus tak terkendali, kelaparan atau kekurangan serat karbohidrat.

Prosedur Uji ketone bodies:
Uji Rothera
Kedalam tabung uji yang berisi 3 ml sampel urin, tambahkan 0.5 ml saturated ammonium sulfate. Tambahkan 2-3 tetes larutan ammonia dan 2-3 tetes 5% sodium nitroprusside kemudian kocok dengan baik.
Munculnya warna seperti permanganat menunjukkan adanya ketone bodi.

Protein
Normalnya Protein tidak terdeteksi dalam urin.
Kehadiran protein dalam urin biasanya menunjukkan kerusakan ginjal atau glomerulonephritis.

Prosedur Uji Protein
1. Heat coagulation test
Kedalam tabung uji, masukkan 2 ml sampel urine. Miringkan tabung uji dan panaskan permukaanya.
Jika ada koagulasi, berarti ada albumin.

2. Uji Heller
Kedalam tabung uji yang sudah berisi 2 ml HNO3 pekat., tambahkan 2 ml urine secara perlahan. A white coagulum is formed at the junction between the 2 layers indicating the presence of proteins.


Bilirubin
Bilirubin berwarna kuning coklat yang ditemukan dalam empedu, yang dihasilkan dari heme-katabolisme yang normal. Normalnya tidak ditemukan atau ada tapi dalam jumlah yang tidak terdeteksi dalam urine.

Prosedur uji Billirubin
Uji Hay
The test depends on the surface activity of bilirubin as it lowers the surface tension of urine. Sprinkle a little of precipitated sulfur powder on the surface of 2 ml urine. If bilirubin is present, sulfur powder will sink to the bottom of urine. If bilirubin is absent, sulfur will remain on the surface of urine.

Nitrit
Pada infeksi saluran kencing/urinary tract infection (UTI), bakteri menghasilkan enzim yang merubah nitrat menjadi nitrit. Dengan demikinan, adanya nitrit dalam urin mengindikasikan adanya UTI.










Asam salisilat
Warna urin
Nilai normal: kekuningan jernih
Dalam keadaan normal, warna urin pagi (yang diambil sesaat setelah bangun pagi) sedikit lebih gelap dibanding urin di waktu lainnya. Perubahan warna urin dapat terjadi karena beberapa hal.
  • Hitam: baru mengkonsumsi tablet besi (ferri sulfat), sedang minum obat parkinson (levodopa), methemoglobunuria.
  • Biru: mengkonsumsi obat antidepresi (amitriptilin), antibiotik saluran kemih (nitrofurantoin), atau karena infeksi Pseudomonas pada saluran kemih.
  • Coklat: gangguan fungsi ginjal, mengkonsumsi antibiotik (sulfonamid atau metronidazol), dan konsumsi obat parkinson (levodopa).
  • Kuning gelap (seperti teh): hepatitis fase akut, ikterus obstruktif, kelebihan vitamin B2 / riboflavin, antibiotika (nitrofurantoin dan kuinakrin).
  • Oranye-merah: dehidrasi sedang, demam, konsumsi antikoagulan oral, trauma ginjal, konsumsi deferoksamin mesilat, rifampisin, sulfasalazin, laksatif (fenolftalein).
  • Hijau: infeksi bakteri, kelebihan biliverdin, konsumsi vitamin tertentu.
  • Bening (tidak berwarna sama sekali): terlalu banyak minum, sedang minum obat diuretik, minum alkohol, atau diabetes insipidus.
  • Seperti susu (disebut juga chyluria): filariasis atau tumor jaringan limfatik.
Berat jenis
Nilai normal: 1.003 s/d 1.030 g/mL
Nilai ini dipengaruhi sejumlah variasi, antara lain umur. Berat jenis urin dewasa berkisar pada 1.016-1.022, neonatus (bayi baru lahir) berkisar pada 1.012, dan bayi antara 1.002 sampai 1.006.
Urin pagi memiliki berat jenis lebih tinggi daripada urin di waktu lain, yaitu sekitar 1.026.
Abnormalitas:
  • Berat jenis urin yang lebih dari normal menunjukkan gangguan fungsi ginjal, infeksi saluran kemih, kelebihan hormon antidiuretik, demam, diabetes melitus, diare / dehidrasi.
  • Berat jenis urin yang kurang dari normal menunjukkan gangguan fungsi ginjal berat, diabetes insipidus, atau konsumsi antibiotika (aminoglikosida).
pH
Nilai normal: 5.0-6.0 (urin pagi), 4.5-8.0 (urin sewaktu)
  • pH lebih basa: habis muntah-muntah, infeksi atau batu saluran kemih, dan penurunan fungsi ginjal. Dari faktor obat-obatan: natrium bikarbonat, dan amfoterisin B.
  • pH lebih asam: diet tinggi protein atau diet tanpa kalori, diabetes melitus, asidosis tuberkulosis ginjal, dan fenilketonuria. Dari faktor obat-obatan: diazoksid dan vitamin C.
Glukosa
Nilai normal: negatif
Di Indonesia, glukosa urin biasanya diuji secara semikuantitatif dengan uji reduktor (Benedict).
Warna
Hasil
Biru
Negatif
Hijau
Sangat sedikit
Hijau kekuningan
+1
Kuning kehijauan
+2
Coklat
+3
Merah bata
+4
Pemeriksaan Benedict ini sebenarnya ditujukan untuk mendeteksi adanya glukosa, asam homogentisat, dan substansi reduktor lainnya (misalnya vitamin C) dalam urin; sesuai dengan mekanisme reaksi yaitu reduksi tembaga sulfat. Asam homogentisat bisa ada dalam urin dalam jumlah besar pada individu dengan gangguan metabolisme asam amino alkohol (fenilalanin dan tirosin). Karena faktor ini pemeriksaan glukosuria di negara maju telah diganti dengan Clinistix.
Glukosa urin positif tidak selalu berarti diabetes melitus, walaupun memang penyakit ini yang paling sering memberi hasil positif pada uji glukosa urin. Makna lain yang mungkin:
  • Penyakit ginjal (glomerulonefritis, nefritis tubular, sindroma Fanconi).
  • Penyakit hepar dan keracunan logam berat.
  • Faktor farmakologis (indometasin, isoniazid, asam nikotinat, diuretik tiazid, karbamazepin).
  • Nutrisi parenteral total yang berlebihan (hiperalimentasi) dengan infus glukosa.
Protein
Nilai normal: negatif (uji semikuantitatif), 0.03-0.15 mg/24 jam (uji kuantitatif)
Protein dapat diuji dengan asam sulfosalisilat 20%, asam sulfat 6%, atau dengan reagen strip. Pemeriksaan dengan reagen strip lebih banyak digunakan saat ini. Untuk anak-anak di bawah 10 tahun nilai kuantitatif normal protein dalam urin sedikit lebih rendah daripada dewasa, yaitu <100 mg/24 jam.
Reagen strip
Hasil
Asam sulfosalisilat
0-0.05 gram/L
Negatif
Jernih
0.05-0.2 gram/L
Sangat sedikit
Keruh, tanpa butiran
0.3 gram/L
+1
Keruh, butiran halus
1.0 gram/L
+2
Keruh, butiran sedang
3.0 gram/L
+3
Keruh, berkepingan
10.0 gram/L
+4
Bergumpalan
Hasil abnormal (positif) dalam uji proteinuria dapat berarti:
  • Masalah nonginjal (gagal jantung kongestif, asites, infeksi bakteri, keracunan).
  • Keganasan (leukemia dan keganasan tulang yang bermetastasis).
  • Proteinuria sementara (pada dehidrasi, diet tinggi protein, stres, demam, post-pendarahan).
  • Penyakit ginjal (lupus, infeksi saluran kemih, nekrosis tubular ginjal).
  • Pada anak-anak sering karena sindroma nefrotik atau penyakit bawaan (ginjal polikistik).
  • Faktor farmakologis (amfoterisin B, semua aminoglikosida, fenilbutazon, sulfonamid).
Keton
Nilai normal: negatif
Uji ketonuria dimaksudkan untuk mendeteksi adanya produk sampingan penguraian karbohidrat dalam urin. Ketonuria dulu diperiksa dengan metode Rothera, dan sekarang digunakan dipstik. Hasil positif dapat ditemukan pada ketoasidosis diabetik, alkoholisme, diet tinggi lemak, penyakit glikogen, dan konsumsi obat-obatan tertentu (levodopa dan obat-obat anestetik).
Urobilinogen
Nilai normal: 0.1-1 Ehrlich U/dL (dipstik), atau positif s/d pengenceran 1/20 (Wallace-Diamond)
Urobilinogen klasik diperiksa dengan uji pengenceran Wallace-Diamond. Cara ini sudah banyak digantikan oleh uji dipstik modern yang bersifat kualitatif.
Warna
Hasil kualitatif
Kuning sampai kuning kehijauan
Normal (negatif)
Kuning oranye
Positif
Oranye kecoklatan
Positif
Urobilinogenuria dapat disebabkan oleh
  • Penyakit hepar dan empedu (hepatitis akut, sirosis, kolangitis)
  • Infeksi tertentu (malaria, mononukleosis)
  • Polisitemia vera ataupun anemia
  • Keracunan timah hitam
Tidak ada urobilinogen sama sekali dalam urin bermakna ada obstruksi komplit pada saluran empedu (kolelitiasis atau karsinoma pankreas). Dari faktor farmakologis: kloramfenikol dan vitamin C menyebabkan urobilinogen urin berkurang.
Bilirubin
Nilai normal: negatif, maksimal 0.34 μmol/L.
Bilirubinuria dapat disebabkan oleh:
  • Penyakit hepar (sirosis, hepatitis alkoholik), termasuk efek hepatotoksisitas.
  • Infeksi atau sepsis.
  • Keganasan (terutama hepatoma dan karsinoma saluran empedu).
Nitrit
Nilai normal: negatif (kurang dari 0.1 mg/dL, atau kurang dari 100.000 mikroorganisme/mL)
Nitrit urin digunakan untuk skrining infeksi saluran kemih.
Eritrosit
Nilai normal: 0-3 sel per lapang pandang besar
Eritrosit dalam urin yang berlebihan (mikrohematuria) dapat ditemukan pada urin wanita menstruasi dan perlukaan pada saluran kemih; baik oleh batu, infeksi, faktor trauma, maupun karena kebocoran glomerulus.
Leukosit
Nilai normal: 2-4 sel per lapang pandang besar
Leukosit yang berlebihan dalam urin (piuria) biasanya menandakan adanya infeksi saluran kemih atau kondisi inflamasi lainnya, misalnya penolakan transplantasi ginjal.
Sel epitel
Nilai normal: sekitar 10 sel per lapang pandang besar, berbentuk skuamosa.
Sel epitel yang lebih daripada jumlah normal berkaitan dengan infeksi saluran kemih dan glomerulonefritis. Sedangkan bentuk sel epitel abnormal dikaitkan dengan keganasan setempat.
Cast / inklusi
Nilai normal: ditemukan cast hialin dalam jumlah sedang, tanpa adanya inklusi.
Cast merupakan kumpulan sel-sel yang dikelilingi suatu membran. Biasanya cast selain hialin (misalnya cast eritrosit atau cast leukosit) menunjukkan kerusakan pada glomerulus  (glomerulonefritis kronik). Inklusi sitomegalik menunjukkan infeksi sitomegalovirus (CMV) atau campak.
Kristal
Nilai normal: ditemukan kristal dalam jumlah kecil
Kristal yang ditemukan dalam urin tergantung pada pH urin yang diperiksa. Pada urin asam dapat ditemukan kristal asam urat. Pada urin netral ditemukan kristal kalsium oksalat. Pada urin basa mungkin terlihat kristal kalsium karbonat dan kalsium fosfat. Ada juga sejumlah kristal yang dalam keadaan normal tidak ada; antara lain kristal tirosin, sistin, kolesterol, dan bilirubin.
Bakteri, jamur, dan parasit
Nilai normal bakteri: negatif. Kecuali untuk urin midstream: < 1000/mL
Nilai normal jamur dan parasit: negatif
Bakteri yang dapat menimbulkan infeksi saluran kemih mungkin ditemukan dalam urinalisa, antara lain E.coli, Proteus vulgaris, Neisseria gonorrhoea dan Pseudomonas aeruginosa. Sedangkan parasit yang mungkin ditemukan dalam urin adalah Schistosoma haematobium dan mikrofilaria spesies tertentu.
Referensi
  1. Chernecky CC & Berger BJ. Laboratory Tests and Diagnostic Procedure. Philadelphia: Saunders Elsevier, 2008.
  2. Kasper DL et.al (eds). Harrison’s Principles of Internal Medicine. New York: McGraw-Hill, 2007.










Sel darah merah

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Langsung ke: navigasi, cari
http://upload.wikimedia.org/wikipedia/commons/1/13/Redbloodcells.jpg
Sel darah merah manusia
Sel darah merah, eritrosit (en:red blood cell, RBC, erythrocyte)[1] adalah jenis sel darah yang paling banyak dan berfungsi membawa oksigen ke jaringan-jaringan tubuh lewat darah dalam hewan bertulang belakang. Bagian dalam eritrosit terdiri dari hemoglobin, sebuah biomolekul yang dapat mengikat oksigen. Hemoglobin akan mengambil oksigen dari paru-paru dan insang, dan oksigen akan dilepaskan saat eritrosit melewati pembuluh kapiler. Warna merah sel darah merah sendiri berasal dari warna hemoglobin yang unsur pembuatnya adalah zat besi. Pada manusia, sel darah merah dibuat di sumsum tulang belakang, lalu membentuk kepingan bikonkaf. Di dalam sel darah merah tidak terdapat nukleus. Sel darah merah sendiri aktif selama 120 hari sebelum akhirnya dihancurkan.[2]
Sel darah merah atau yang juga disebut sebagai eritrosit berasal dari Bahasa Yunani, yaitu erythros berarti merah dan kytos yang berarti selubung/sel)

Daftar isi

[sunting] Eritrosit Vertebrata

http://upload.wikimedia.org/wikipedia/commons/thumb/2/24/Red_White_Blood_cells.jpg/200px-Red_White_Blood_cells.jpg
http://bits.wikimedia.org/skins-1.5/common/images/magnify-clip.png
Dari kiri ke kanan: eritrosit, trombosit, dan leukosit
Eritrosit secara umum terdiri dari hemoglobin, sebuah metalloprotein kompleks yang mengandung gugus heme, dimana dalam golongan heme tersebut, atom besi akan tersambung secara temporer dengan molekul oksigen (O2) di paru-paru dan insang, dan kemudian molekul oksigen ini akan di lepas ke seluruh tubuh. Oksigen dapat secara mudah berdifusi lewat membran sel darah merah. Hemoglobin di eritrosit juga membawa beberapa produk buangan seperti CO2 dari jaringan-jaringan di seluruh tubuh. Hampir keseluruhan molekul CO2 tersebut dibawa dalam bentuk bikarbonat dalam plasma darah. Myoglobin, sebuah senyawa yang terkait dengan hemoglobin, berperan sebagai pembawa oksigen di jaringan otot.[3]
Warna dari eritrosit berasal dari gugus heme yang terdapat pada hemoglobin. Sedangkan cairan plasma darah sendiri berwarna kuning kecoklatan, tetapi eritrosit akan berubah warna tergantung pada kondisi hemoglobin. Ketika terikat pada oksigen, eritrosit akan berwarna merah terang dan ketika oksigen dilepas maka warna erirosit akan berwarna lebih gelap, dan akan menimbulkan warna kebiru-biruan pada pembuluh darah dan kulit. Metode tekanan oksimetri mendapat keuntungan dari perubahan warna ini dengan mengukur kejenuhan oksigen pada darah arterial dengan memakai teknik kolorimetri.
Pengurangan jumlah oksigen yang membawa protein di beberapa sel tertentu (daripada larut dalam cairan tubuh) adalah satu tahap penting dalam evolusi makhluk hidup bertulang belakang (vertebratae). Proses ini menyebabkan terbentuknya sel darah merah yang memiliki viskositas rendah, dengan kadar oksigen yang tinggi, dan difusi oksigen yang lebih baik dari sel darah ke jaringan tubuh. Ukuran eritrosit berbeda-beda pada tiap spesies vertebrata. Lebar eritrosit kurang lebih 25% lebih besar daripada diameter pembuluh kapiler dan telah disimpulkan bahwa hal ini meningkatkan pertukaran oksigen dari eritrosit dan jaringan tubuh.[4]
Vertebrata yang diketahui tidak memiliki eritrosit adalah ikan dari familia Channichthyidae. Ikan dari familia Channichtyidae hidup di lingkungan air dingin yang mengandung kadar oksigen yang tinggi dan oksigen secara bebas terlarut dalam darah mereka..[5] Walaupun mereka tidak memakai hemoglobin lagi, sisa-sisa hemoglobin dapat ditemui di genom mereka.[6]

[sunting] Nukleus

Pada mamalia, eritrosit dewasa tidak memiliki nukleus di dalamnya, atau disebut juga anukleat. Jika dibandingkan, eritrosit pada sebagian besar hewan vertebrata mengandung nukleus, kecuali salamander dari genus Batrachoseps.[7]

[sunting] Fungsi lain

Ketika eritrosit berada dalam tegangan di pembuluh yang sempit, eritrosit akan melepaskan ATP yang akan menyebabkan dinding jaringan untuk berelaksasi dan melebar.[8]
Eritrosit juga melepaskan senyawa S-nitrosothiol saat hemoglobin terdeoksigenasi, yang juga berfungsi untuk melebarkan pembuluh darah dan melancarkan arus darah supaya darah menuju ke daerah tubuh yang kekurangan oksigen.[9]
Eritrosit juga berperan dalam sistem kekebalan tubuh. Ketika sel darah merah mengalami proses lisis oleh patogen atau bakteri, maka hemoglobin di dalam sel darah merah akan melepaskan radikal bebas yang akan menghancurkan dinding dan membran sel patogen, serta membunuhnya.[10][11]

[sunting] Eritrosit Mamalia

Pada awal pembentukannya, eritrosit mamalia memiliki nuklei, tapi nuklei tersebut akan perlahan-lahan menghilang karena tekanan saat eritrosit menjadi dewasa untuk memberikan ruangan kepada hemoglobin. Eritrosit mamalia juga kehilangan organel sel lainnya seperti mitokondria. Maka, eritrosit tidak pernah memakai oksigen yang mereka antarkan, tetapi cenderung menghasilkan pembawa energi ATP lewat proses fermentasi yang diadakan dengan proses glikolisis pada glukosa yang diikuti pembuatan asam laktat. Lebih lanjut lagi bahwa eritrosit tidak memiliki reseptor insulin dan pengambilan glukosa pada eritrosit tidak dikontrol oleh insulin. Karena tidak adanya nuklei dan organel lainnya, eritrosit dewasa tidak mengandung DNA dan tidak dapat mensintesa RNA, dan hal ini membuat eritrosit tidak bisa membelah atau memperbaiki diri mereka sendiri.
Eritrosit mamalia berbentuk kepingan bikonkaf yang diratakan dan diberikan tekanan di bagian tengahnya, dengan bentuk seperti "barbel" jika dilihat secara melintang. Bentuk ini (setelah nuklei dan organelnya dihilangkan) akan mengoptimisasi sel dalam proses pertukaran oksigen dengan jaringan tubuh di sekitarnya. Bentuk sel sangat fleksibel sehingga muat ketika masuk ke dalam pembuluh kapiler yang kecil. Eritrosit biasanya berbentuk bundar, kecuali pada eritrosit di keluarga Camelidae (unta), yang berbentuk oval.
Pada jaringan darah yang besar, eritrosit terkadang muncul dalam tumpukan, tersusun bersampingan. Formasi ini biasa disebut roleaux formation, dan akan muncul lebih banyak ketika tingkat serum protein dinaikkan, seperti contoh ketika peradangan terjadi.
Limpa berperan sebagai waduk eritrosit, tapi hal ini dibatasi dalam tubuh manusia. Di beberapa hewan mamalia, seperti anjing dan kuda, limpa mengurangi eritrosit dalam jumlah besar, yang akan dibuang pada keadaan bertekanan, dimana proses ini akan menghasilkan kapasitas transpor oksigen yang tinggi.

[sunting] Eritrosit pada manusia

Kepingan eritrosit manusia memiliki diameter sekitar 6-8 μm dan ketebalan 2 μm, lebih kecil daripada sel-sel lainnya yang terdapat pada tubuh manusia. [12] Eritrosit normal memiliki volume sekitar 9 fL (9 femtoliter) Sekitar sepertiga dari volume diisi oleh hemoglobin, total dari 270 juta molekul hemoglobin, dimana setiap molekul membawa 4 gugus heme.
Orang dewasa memiliki 2–3 × 1013 eritrosit setiap waktu (wanita memiliki 4-5 juta eritrosit per mikroliter darah dan pria memiliki 5-6 juta. Sedangkan orang yang tinggal di dataran tinggi yang memiliki kadar oksigen yang rendah maka cenderung untuk memiliki sel darah merah yang lebih banyak). Eritrosit terkandung di darah dalam jumlah yang tinggi dibandingkan dengan partikel darah yang lain, seperti misalnya sel darah putih yang hanya memiliki sekitar 4000-11000 sel darah putih dan platelet yang hanya memiliki 150000-400000 di setiap mikroliter dalam darah manusia.
Pada manusia, hemoglobin dalam sel darah merah mempunyai peran untuk mengantarkan lebih dari 98% oksigen ke seluruh tubuh, sedangkan sisanya terlarut dalam plasma darah.
Eritrosit dalam tubuh manusia menyimpan sekitar 2.5 gram besi, mewakili sekitar 65% kandungan besi di dalam tubuh manusia.[13][14]

[sunting] Daur hidup

Proses dimana eritrosit diproduksi dinamakan eritropoiesis. Secara terus-menerus, eritrosit diproduksi di sumsum tulang merah, dengan laju produksi sekitar 2 juta eritrosit per detik (Pada embrio, hati berperan sebagai pusat produksi eritrosit utama). Produksi dapat distimulasi oleh hormon eritropoietin (EPO) yang disintesa oleh ginjal. Hormon ini sering digunakan dalam aktivitas olahraga sebagai doping. Saat sebelum dan sesudah meninggalkan sumsum tulang belakang, sel yang berkembang ini dinamai retikulosit dan jumlahnya sekitar 1% dari seluruh darah yang beredar.
Eritrosit dikembangkan dari sel punca melalui retikulosit untuk mendewasakan eritrosit dalam waktu sekitar 7 hari dan eritrosit dewasa akan hidup selama 100-120 hari.

[sunting] Polimorfisme dan kelainan

Morfologi sel darah merah yang normal adalah bikonkaf. Cekungan (konkaf) pada eritrosit digunakan untuk memberikan ruang pada hemoglobin yang akan mengikat oksigen. Tetapi, polimorfisme yang mengakibatkan abnormalitas pada eritrosit dapat menyebabkan munculnya banyak penyakit. Umumnya, polimorfisme disebabkan oleh mutasi gen pengkode hemoglobin, gen pengkode protein transmembran, ataupun gen pengkode protein sitoskeleton. Polimorfisme yang mungkin terjadi antara lain adalah anemia sel sabit, Duffy negatif, Glucose-6-phosphatase deficiency (defisiensi G6PD), talasemia, kelainan glikoporin, dan South-East Asian Ovalocytosis (SAO).[15]





Comments
0 Comments

No comments:

Post a Comment

 
TOP