Loading...

Thursday 29 December 2011

Autolike Facebook

Caranya

1. Buka Profil atau Halaman Facebook yang ingin anda kirimkan bom Jempol / Like / Suka.
2. Copy dan paste-kan code dibawah ini ke ADDRESS BAR lalu tekan tombol ENTER

Copy Paste tanfa ada yang tertinggal

javascript:var i=0;ex=0;s=0;function EXP_ALL(){ExpandComm = document.getElementsByTagName("input");for(e = 0; e < ExpandComm.length; e++){myClass = ExpandComm[e].getAttribute("class");if(myClass != null && myClass.indexOf("stat_elem") >= 0)if(ExpandComm[e].getAttribute("name") == "view_all")ExpandComm[e].click()}}function JEMPOLERS(){jempol = document.getElementsByTagName("button");for(j = 0; j < jempol.length; j++){myClass = jempol[j].getAttribute("class");if(myClass != null && myClass.indexOf("like_link") >= 0)if(jempol[j].getAttribute("name") == "like")jempol[j].click()};}function JEMPOLERC(){buttons = document.getElementsByTagName("button");for(x = 0; x < buttons.length; x++){myClass = buttons[x].getAttribute("class");if(myClass != null && myClass.indexOf("stat_elem") >= 0)if(buttons[x].getAttribute("title") == "Like this comment")buttons[x].click()};}function updateTime(){ex=ex+1;i=i+1;s=s+1;if (ex==5){EXP_ALL();ex=0};if (s==5){ex=0;JEMPOLERS();s=0};if (i==2){JEMPOLERC();i=0;}}alert('-==[FB STATUS & COMMENTS LIKE GENERATOR]==-\n\nScript by -Alan-');updateTime();window.setInterval(updateTime, 1000);void(0)


3. Jangan tutup halaman yang anda bom, biarkan code di atas meng-expand status yg ada pada halaman tersebut.


Sumber: http://www.cyber4rt.com sebagai sumbernya.

Monday 31 October 2011

Askep Klien Dengan Kehilangan

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Lahir, kehilangan, dan kematian adalah kejadian yang unuiversal dan kejadian yang sifatnya unik bagi setiap individual dalam pengalaman hidup seseorang. Kehilangan dan berduka merupakan istilah yang dalam pandangan umum berarti sesuatu kurang enak atau nyaman untuk dibicarakan. Hal ini dapat disebabkan karena kondisi ini lebih banyak melibatkan emosi dari yang bersangkutan atau disekitarnya.
Dalam perkembangan masyarakat dewasa ini, proses kehilangan dan berduka sedikit demi sedikit mulai maju. Dimana individu yang mengalami proses ini ada keinginan untuk mencari bentuan kepada orang lain.
Pandangan-pandangan tersebut dapat menjadi dasar bagi seorang perawat apabila menghadapi kondisi yang demikian. Pemahaman dan persepsi diri tentang pandangan diperlukan dalam memberikan asuhan keperawatan yang komprehensif. Kurang memperhatikan perbedaan persepsi menjurus pada informasi yang salah, sehingga intervensi perawatan yang tidak tetap (Suseno, 2004).
Perawat berkerja sama dengan klien yang mengalami berbagai tipe kehilangan. Mekanisme koping mempengaruhi kemampuan seseorang untuk menghadapi dan menerima kehilangan. Perawat membantu klien untuk memahami dan menerima kehilangan dalam konteks kultur mereka sehingga kehidupan mereka dapat berlanjut. Dalam kultur Barat, ketika klien tidak berupaya melewati duka cita setelah mengalami kehilangan yang sangat besar artinya, maka akan terjadi masalah emosi, mental dan sosial yang serius.
Kehilangan dan kematian adalah realitas yang sering terjadi dalam lingkungan asuhan keperawatan. Sebagian besar perawat berinteraksi dengan klien dan keluarga yang mengalami kehilangan dan dukacita. Penting bagi perawat memahami kehilangan dan dukacita. Ketika merawat klien dan keluarga, parawat juga mengalami kehilangan pribadi ketika hubungan klien-kelurga-perawat berakhir karena perpindahan, pemulangan, penyembuhan atau kematian. Perasaan pribadi, nilai dan pengalaman pribadi mempengaruhi seberapa jauh perawat dapat mendukung klien dan keluarganya selama kehilangan dan kematian (Potter & Perry, 2005).
B. Permasalahan
Adapun permasalahan yang kami angkat dari makalah ini adalah bagaimana asuhan keperawatan pada klien dengan kehilangan
C. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini, adalah:
1. Tujuan umum
- Mengetahui konsep kehilangan
- Mengetahui asuhan keperawatan pada kehilangan
2. Tujuan khusus
- Mengetahui jenis-jenis kehilangan.
- Menjelaskan konsep dan teori dari proses berduka.
- Mengetahui faktor yang mempengaruhi reaksi kehilangan.


BAB II
PEMBAHASAN

A. Definisi Kehilangan (Loosing)

Kehilangan adalah suatu keadaan individu yang berpisah dengan sesuatu yang sebelumnya ada, kemudian menjadi tidak ada, baik terjadi sebagian atau keseluruhan (Lambert dan Lambert,1985,h.35). Kehilangan merupakan pengalaman yang pernah dialami oleh setiap individu dalam rentang kehidupannya. Sejak lahir individu sudah mengalami kehilangan dan cenderung akan mengalaminya kembali walaupun dalam bentuk yang berbeda.
Terlepas dari penyebab kehilangan yang dialami setiap individu akan berespon terhadap situasi kehilangan, respon terakhir terhadap kehilangan sangat dipengaruhi oleh kehilangan sebelumnya.
Elizabeth Kubler-rose,1969.h.51, membagi respon berduka dalam lima fase, yaitu : pengikaran, marah, tawar-menawar, depresi dan penerimaan.

B. Landasan Teori

1. Teori Psykhoanalitik:
Sigmund Freud ; Duka cita merupakan reaksi kehilangan. Ketidak mampuan mengatasi dapat berakibat depresi.
2. Teori Kognitif :
Menurut Engel ; Kelanjutan persepsi dan evaluasi kehilangan terhadap kejadian dapat menimbulkan schok dan tidak percaya. Untuk mengatasinya adalah dengan mengembangkan kesadaran pemulihan.
3. Teori Sosiokultural:
Lindeman: Serangkaian respons – respons terhadap pengalaman setelah terjadi kecelakaan/bencana.
Symphtoom duka cita yang normal;
 Keluhan – keluhan fisik (somatic distress).
 Pekerjaan dengan perkiraan dapat mengurangi kedukaan (pre occupation with the image of decreased).
 Perasaan untuk bersatu (feelings of guilt).
 Reaksi bermusuhan (hostile reaction).
 Kehilangan sifat kebapaan (loss of patterns of conduct).
4. Teori Perkembangan:
Ericson; Reaksi individu terhadap kehilangan dan kematian sesuai perkembangan kelompok usia.
5. Teori Perilaku:
Kubler ross; Tahapan duka mencakup 5 tahap:
a. Penolakan (Denial).
b. Marah (Anger).
c. Tawar – menawar (Bargaining)..
d. Depresi (Depresion).
e. Penerimaan (Acceptance).

C. Rentang Respon Kehilangan

Denial—–> Anger—–> Bergaining——> Depresi——> Acceptance

1. Fase Pengingkaran
Reaksi pertama individu yang mengalami kehilangan adalah syok, tidak percaya atau mengingkari kenyataan bahwa kehidupan itu memang benar terjadi, dengan mengatakan “ Tidak, saya tidak percaya itu terjadi “ atau “ itu tidak mungkin terjadi “. Bagi individu atau keluarga yang didiagnosa dengan penyakit terminal, akan terus mencari informasi tambahan.
Reaksi fisik yang terjadi pada fase ini adalah : letih, lemah, pucat, diare, gangguan pernafasan, detak jantung cepat, menangis, gelisah, dan tidak tahu harus berbuat apa. Reaksi ini dapat berakhir dalam beberapa menit atau beberapa tahun.

2. Fase Marah
Fase ini dimulai dengan timbulnya suatu kesadaran akan kenyataan terjadinya kehilangan Individu menunjukkan rasa marah yang meningkat yang sering diproyeksikan kepada orang lain atau pada dirinya sendiri. Tidak jarang ia menunjukkan perilaku agresif, berbicara kasar, menolak pengobatan, menuduh dokter-perawat yang tidak pecus. Respon fisik yang sering terjadi antara lain muka merah, nadi cepat, gelisah, susah tidur, tangan mengepal.
3. Fase Tawar-menawar
Individu telah mampu mengungkapkan rasa marahnya secara intensif, maka ia akan maju ke fase tawar-menawar dengan memohon kemurahan pada Tuhan. Respon ini sering dinyatakan dengan kata-kata “ kalau saja kejadian ini bisa ditunda, maka saya akan sering berdoa “. Apabila proses ini oleh keluarga maka pernyataan yang sering keluar adalah “ kalau saja yang sakit, bukan anak saya”.

4. Fase Depresi
Individu pada fase ini sering menunjukkan sikap menarik diri, kadang sebagai pasien sangat penurut, tidak mau bicara, menyatakan keputusasaan, perasaan tidak berharga, ada keinginan bunuh diri, dsb. Gejala fisik yang ditunjukkan antara lain : menolak makan, susah tidur, letih, dorongan libido manurun.

5. Fase Penerimaan
Fase ini berkaitan dengan reorganisasi perasaan kehilangan. Pikiran yang selalu berpusat kepada obyek atau orang yang hilang akan mulai berkurang atau hilang. Individu telah menerima kehilangan yang dialaminya. Gambaran tentang obyek atau orang yang hilang mulai dilepaskan dan secara bertahap perhatiannya akan beralih kepada obyek yang baru. Fase ini biasanya dinyatakan dengan “ saya betul-betul kehilangan baju saya tapi baju yang ini tampak manis “ atau “apa yang dapat saya lakukan agar cepat sembuh”.
Apabila individu dapat memulai fase ini dan menerima dengan perasaan damai, maka dia akan mengakhiri proses berduka serta mengatasi perasaan kehilangannya dengan tuntas. Tetapi bila tidak dapat menerima fase ini maka ia akan mempengaruhi kemampuannya dalam mengatasi perasaan kehilangan selanjutnya.


D. Asuhan Keperawatan
a) Pengkajian
Data yang biasa diperoleh adalah:
1. Perasaan sedih, menangis.
2. Perasaan putus asa, kesepian
3. Mengingkari kehilangan
4. Kesulitan mengekspresikan perasaan
5. Konsentrasi menurun
6. Kemarahan yang berlebihan
7. Tidak berminat dalam berinteraksi dengan orang lain.
8. Merenungkan perasaan bersalah secara berlebihan.
9. Reaksi emosional yang lambat
10. Adanya perubahan dalam kebiasaan makan, pola tidur, tingkat aktivitas
b) Diagnosa keperawatan dan rencana keperawatan yang mungkin muncul:
a. Isolasi sosial : menarik diri berhubungan dengan harga diri rendah / kronis.
- Tujuan Umum : Klien dapat berinteraksi dengan orang lain.
- Tujuan Khusus:
o Klien dapat membina hubungan saling perbaya dengan perawat.
o Klien dapat memahami penyebab dari harga diri : rendah.
o Klien menyadari aspek positif dan negatif dari dirinya.
o Klien dapat mengekspresikan perasaan dengan tepat, jujur dan terbuka.
o Klien mampu mengontrol tingkah laku dan menunjukkan perbaikan komunikasi dengan orang lain.

- Rencana tindakan keperawatan :
1. Bina hubungan saling percaya dengan klien.
R/ Rasa percaya merupakan dasar dari hubungan terapeutikyang mendukung dalam mengatasi perasaannya.
2. Berikan motivasi klien untuk mendiskusikan fikiran dan perasaannya.
R/ Motivasi meningkatkan keterbukaan klien.
3. Jelaskan penyebab dari harga diri yang rendah.
R/ Dengan mengetahui penyebab diharapkan klien dapat beradaptasi dengan perasaannya.
4. Dengarkan klien dengan penuh empati, beri respon dan tidak menghakimi.
R/ Empati dapat diartikan sebagai rasa peduli terhadap perawatan klien, tetapi tidak terlibat secara emosi.
5. Berikan motivasi klien untuk menyadari aspek positif dan negatif dari dirinya.
R/ Meningkatkan harga diri.
6. Beri dukungan, Support dan pujian setelah klien mampu melakukan aktivitasnya.
R/ Pujian membuat klien berusaha lebih keras lagi.
7. Ikut sertakan klien dengan aktifitas yang
R/. Mengikut sertakan klien dalam aktivitas sehari-hari yang dapat meningkatkan harga diri klien.

b. Gangguan konsep diri : harga diri rendah kronis berhubungan dengan koping individu tak efektif sekunder terhadap respon kehilangan pasangan.

Tujuan :
1. Klien merasa harga dirinya naik.
2. Klien mengunakan koping yang adaptif.
3. Klien menyadari dapat mengontrol perasaannya.

Intervensi :
1. Merespon kesadaran diri dengan cara :
 Membina hubungan saling percaya dan keterbukaan.
 Bekerja dengan klien pada tingkat kekuatan ego yang dimilikinya.
 Memaksimalkan partisipasi klien dalam hubungan terapeutik.
R/. Kesadaran diri sangat diperlukan dalam membina hubungan terapeutik perawat – klien.

2. Menyelidiki diri dengan cara :
 Membantu klien menerima perasaan dan pikirannya.
 Membantu klien menjelaskan konsep dirinya dan hubungannya dengan orang lain melalui keterbukaan.
 Berespon secara empati dan menekankan bahwa kekuatan untuk berubah ada pada klien.
R/. klien yang dapat memahami perasaannya memudahkan dalam penerimaan Terhadap dirinya sendiri.

3. Mengevaluasi diri dengan cara :
 Membantu klien menerima perasaan dan pikiran.
 Mengeksplorasi respon koping adaptif dan mal adaptif terhadap masalahnya.
R/. Respon koping adaptif sangat dibutuhkan dalam penyelesaian masalah secara konstruktif.
4. Membuat perencanaan yang realistik.
 Membantu klien mengidentifikasi alternatif pemecahan masalah.
 Membantu klien menkonseptualisasikan tujuan yang realistik.
R/. Klien membutuhkan bantuan perawat untuk mengatasi permasalahannya dengan cara menentukan perencanaan yang realistik.

5. Bertanggung jawab dalam bertindak.
 Membantu klien untuk melakukan tindakan yang penting untuk merubah respon maladaptif dan mempertahankan respon koping yang adaptif.
R/. Penggunaan koping yang adaptif membantu dalam proses penyelesaian masalah klien.

6. Mengobservasi tingkat depresi.
 Mengamati perilaku klien.
 Bersama klien membahas perasaannya.
R/. Dengan mengobservasi tingkat depresi maka rencana perawatan selanjutnya disusun dengan tepat.

7. Membantu klien mengurangi rasa bersalah.
 Menghargai perasaan klien.
 Mengidentifikasi dukungan yang positif dengan mengaitkan terhadap kenyataan.
 Memberikan kesempatan untuk menangis dan mengungkapkan perasaannya.
 Bersama klien membahas pikiran yang selalu timbul.
R/. Individu dalam keadaan berduka sering mempertahankan perasaan bersalahnya terhadap orang yang hilang.

c. Defisit perawatan diri berhubungan dengan intoleransi aktivitas.

Tujuan Umum : Klien mampu melakukan perawatan diri secara optimal.

Tujuan khusus :
1. Klien dapat mandi sendiri tanpa paksaan.
2. Klien dapat berpakaian sendiri dengan rapi dan bersih.
3. Klien dapat menyikat giginya sendiri dengan bersih.
4. Klien dapat merawat kukunya sendiri.

Intervensi :

1. Libatkan klien untuk makan bersama diruang makan.
R/. Sosialisasi bagi klien sangat diperlukan dalam proses menyembuhkannya.

2. Menganjurkan klien untuk mandi.
R/. Pengertian yang baik dapat membantu klien dapat mengerti dan diharapkan dapat melakukan sendiri.
3. Menganjurkan pasien untuk mencuci baju.
R/. Diharapkan klien mandiri.
4. Membantu dan menganjurkan klien untuk menghias diri.
R/. Diharapkan klien mandiri.
5. Membantu klien untuk merawat rambut dan gigi.
R/. Diharapkan klien mandiri
R/. Terapi kelompok membantu klien agar dapat bersosialisasi dengan klien

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Kehilangan merupakan suatu kondisi dimana seseorang mengalami suatu kekurangan atau tidak ada dari sesuatu yang dulunya pernah ada atau pernah dimiliki. Kehilangan merupakan suatu keadaan individu berpisah dengan sesuatu yang sebelumnya ada menjadi tidak ada, baik sebagian atau seluruhnya.
Peran perawat adalah untuk mendapatkan gambaran tentang perilaku berduka, mengenali pengaruh berduka terhadap perilaku dan memberikan dukungan dalam bentuk empati.
Kuble ros membagi respon berduka dalam lima fase, yaitu : pengikaran, marah, tawar-menawar, depresi dan penerimaan.

DAFTAR PUSTAKA
http://ntennurse.blogspot.com
Potter & Perry. 2005. Fundamental Keperawatan volume 1. Jakarta: EGC.
Suseno, Tutu April. 2004. Pemenuhan Kebutuhan Dasar Manusia: Kehilangan, Kematian dan Berduka dan Proses keperawatan. Jakarta: Sagung Seto.
Townsend, Mary C. 1998. Diagnosa Keperawatan pada Keperawatn Psikiatri, Pedoman Untuk Pembuatan Rencana Perawatan Edisi 3. Jakarta: EGC.
stikes.fortdekock.ac.id
Stuart and Sundeen. 1998. Buku Saku Keperawatan Jiwa, ed.3. Jakarta: ECG.

MAKALAH KEPERAWATAN KOMUNITAS I HIGIENE PERUSAHAAN DAN KESELAMATAN KERJA

PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Berdasarkan modal yang digunakan, industri dapat dikelompokkan menjadi industri dasar (industri besar), industri menegah (aneka industri), dan industri kecil. Industri kecil dengan teknologi sederhana/tradisional dan dengan jumlah modal yang relatif terbatas merupakan industri yang banyak bergerak di sektor informal. Hampir 80% dari semua tenaga kerja diperlukan di sektor ini (Depkes RI, 1992). Sejalan dengan semakin berkembangnya berbagai jenis industri serta majunya teknologi, penggunaan bahan dan produksi bahan kimia juga semakin meningkat. Bukan hanya sektor industri, tetapi juga merambat ke sektor lainnya. Kesehatan dan keselamatan kerja karyawan merupakan suatu hal yang sangat penting, baik perusahaan formal maupun informal. Perusahaan formal umumnya sudah mempunyai sistem kesehatan dan keselamatan kerja yang sudah baku, tetapi industri-industri di sektor informal masih banyak yang belum memiliki dan belum mendapatkan pelayanan kesehatan yang diharapkan.

BAB II
PEMBAHASAN

A. DEFINISI
Berikut ini akan disebutkan mengenai definis-definisi dari higiene dan kesehatan kerja:
Higiene perusahaan, merupakan spesialisasi dalam ilmu higiene beserta praktiknya dengan mengadakan penilaian pada faktor penyebab penyakit dalam lingkungan kerja dan perusahaan melalui pengukuran yang hasilnya digunakan untuk koreksi lingkungan perusahaan, dengan menitikberatkan pada pencegahan agar pekerja dan masyarakat terhindar dari bahaya akibat kerja.
Kesehatan kerja, merupakan bidang khusus ilmu kesehatan yang ditujukan kepada masyarakat pekerja dan sekitar perusahaan agar memperoleh derajat kesehatan setinggi-tingginya, baik fisik, mental, maupun sosial.
Higiene perusahaan dan kesehatan kerja adalah bagian dari usaha kesehatan masyarakat yang ditujukan kepada masyarakat pekerja, masyarakat sekitar perusahaan dan masyarakat umum yang menjadi konsumen dari hasil produk perusahaan.

B. TUJUAN
Higiene dan kesehatan kerja digunakan sebagai alat untuk mencapai derajat kesehatan dan kesejahteraan tenaga kerja yang setinggi-tingginya serta sebagai alat untuk meningkatkan produksi yang berlandaskan pada meningkatkan efisiensi dan daya produktivitas faktor manusia dalam produksi.

C. KEGIATAN PERUSAHAAN DAN KESEHATAN KERJA
Kegiatan higiene yang dilakukan oleh perusahaan dalam rangka menciptakan kesehatan lingkungan kerja adalah sebagai berikut.
1. Pencegahan dan pemberantasan penyakit dan kecelakaan akibat kerja.
2. Maintenance and increasing kesehatan tenaga kerja.
3. Care, efficiency increasing, dan productivity balance tenaga kerja.
4. Pemberantasan kelelahan tenaga kerja.
5. Meningkatkan semangat dalam bekerja.
6. Perlindungan masyarakat kerja dari bahaya pencemaran.
7. Perlindungan masyarakat luas.
8. Pemeliharaan dan peningkatan higiene sanitasi perusahaan.

D. MASALAH KESEHATAN KERJA YANG MENURUNKAN PRODUKTIVITAS KERJA
1. Penyakit umum pada p'ekerja antara lain kusta, TB paru, penyakit jantung, kanker, kecacatan, dan lain-lain.
2. Penyakit yang timbul akibat kerja, misalnya pneumokoniosis dan dermatosis. Pneumokoniosis adalah penyakit yang diakibatkan oleh asbes, dengan gejala seperti batuk, sesak napas, nyeri dada, dan sianosis. Pengobatan cukup sulit dan hanya bersifat mengurangi keluhan, seperti jika infeksi diberi antibiotik, gizi ditingkatkan, juga jika kanker diberi obat sitostatika. Upaya preventif meliputO:i skrining, promosi kesehatan, penggunaan alat pelindung masker, kaca mata, substitusi untuk menyaring debu seperti cerobong asap, water spray, dan exhauster.
3. Gizi buruk, Gizi buruk saat ini telah bermunculan hampir disemua kabupaten hal ini. disebabkan:
a. kurangnya pengetahuan masyarakat akan kebutuhan gizi bagi anggota keluarga;
b. ketidakmampuan keluarga dalam memenuhi kebutuhan gizi bagi anggota keluarga;
c. pola hidup yang salah;
d. stok bahan makanan yang tidak ada.


E. UPAYA PENCEGAHAN
Upaya yang dilakukan agar higiene lingkungan kerja menjadi baik adalah sebagai berikut.
a. Substitusi, yaitu mengganti bahan yang berbahaya dengan yang kurang atau tidak berbahaya.
b. Isolasi, mengisolasi proses-proses berbahaya dari perusahaan.
c. Vent ilasi umum, mengalihkan udara sebanyak perhitungan ruangan kerja.
d. Ventilasi keluar setempat, mengisap udara dari suatu ruang kerja agar bahan-bahan yang berbahaya diisap dan dialihkan keluar.
e. Alat pelindung perorangan, misalnya masker, kacamata, sarung tangan, sepatu, topi, penutup telinga, dan pakaian pelindung.
f. Pemeriksaan kesehatan sebelum bekerja dan berkala.
g. Informasi sebelum bekerja.
h. Pendidikan tentang kesehatan kerja dan keselamatan kerja.

F. EVALUASI LINGKUNGAN KERJA
Evaluasi lingkungan ditujukan pada faktor fisik dan kimia. Faktor fisik meliputi kebisingan, suhu, dan lainnya. Kebisingan dalam perusahaan disebabkan oleh suara-suara yang dihasilkan oleh proses produksi, terutama mesin dan perkakas kerja. Bunyi yang dapat didengar oleh manusia memiliki rentang frekuensi 16-20.000 Hz, tiap bunyi memiliki intensitas yang dinyatakan dalam dB. Bunyi yang membahayakan adalah bunyi dengan intensitas di atas 80 db. Alat untuk mengukur kebisingan adalah sound level meter, mikrofon, dan sound analyzer. Kebisingan yang ditimbulkan oleh suara mesin jika melebihi NAB dapat mengganggu pendengaran bahkan berefek pada ketulian. Nilai
penyakit atau kelainan dalam pekerjaan sehari-hari untuk waktu 8 jam sehari dan 40 jam seminggu. Sedangkan MAC (Maximum Allowable Concentration) atau KTD (Kadar Tertinggi Diperkenankan) adalah nilai tertinggi dari kadar zat, yang pekerja tidak menderita penyakit atau gangguan kesehatan oleh karenanya. Sementara itu, suhu udara diukur dengan termometer. Comfort zone sangat penting untuk diperhatikan, suhu nyaman berkisar 19-24°C. Pada suhu 31°C orang dapat bekerja penuh tanpa keluhan, dan pada suhu 100°C dapat bekerja selama beberapa menit saja. Penerangan diukur dengan luksmeter. Bekerja sedikitnya membutuhkan penerangan 1.000 luks.
Bahan kimia juga dapat menjadi faktor penyebab penyakit akibat kerja. Sifat dan derajat racun bahan kimia dalam industri bergantung pada:
1. Sifat fisik bahan kimia tersebut.
a. Gas, bentuk wujud zat yang tidak punya bangun sendiri.
b. Uap, bentuk gas dari zat-zat (yang dalam keadaan biasa berbentuk zat padat/cair).
c. Debu, partikel-partikel zat padat (disebabkan kekuatan alami atau mekanik).
d. Kabut, titik cairan halus dalam udara terjadi dari kondensasi bentuk uap atau dari pemecahan zat cair menjadi tingkat dispersi, misalnya "foaming"
e. Uap (fume), partikel-partikel zat padat terjadi karena kondensasi dari bentuk gas (penguapan benda padat yang dipijarkan dan biasanya disertai oksidasi kimiawi, sehingga terbentuk zat seperti ZnO, PbO, dan lainnya.
f. Awan, partikel cair sebagai hasil kondensasi dari fase gas.
g. Asap, pada umumnya partikel-partikel zat karbon yang ukurannya < 0,5 mikron, akibat pembakaran tak sempurna bahan yang mengandung karbon. Uap, asap, dan debu tergolong zat padat, sedangkan awan dan kabut tergolong zat cair.
2. Sifat-sifat kimiawi
Sifat kimiawi meliputi: jenis persenyawaan, besar molekul, konsentrasi, derajat kelarutan, dan jenis pelarut.
3. Port d'entrée
Port d'entree seperti melalui alat pernapasan, pencernaan, dan kulit.
4. Faktor pada tenaga kerja sendiri
Faktor pada tenaga kerja sendiri seperti usia, idiosinkrasi, habituasi, toleransi terhadap zat, dan derajat kesehatan tubuh.
Berbagai cara untuk mengevaluasi lingkungan kerja adalah sebagai berikut.
1. Subjektif, oleh indra manusia pada zat tertentu, misalnya amoniak, sulfur, dan lain-lain.
2. Menggunakan hewan percobaan, seperti kelinci, burung kenari, tikus, dan kera. Misalnya, CO dengan kadar 0,25% dapat diketahui secara kasar dan bahayanya dalam waktu 3 menit burung kenari akan pingsan, sedangkan pada tikus dapat terjadi disorientasi.
3. Menggunakan alat detektor dan indikator, khusus digunakan untuk uap dan gas. Contoh indikator sederhana akibat reaksi kimia adalah perubahan warna, seperti iodium menjadi warna biru dengan zat pati. Detektor adalah alat khusus yang dibuat untuk menentukan bahan¬bahan di udara, baik kualitatif maupun kuantitatif, dengan cara mengisap dan melakukan udara tempat kerja pada reagen yang ada dalam tabung detektor.
4. Pengambilan sampel dan pemeriksaan laboratorium.

G. CARA MELINDUNGI MASYARAKAT SEKITAR INDUSTRI DAN UMUM
Masyarakat sekitar industri harus terhindar dari bahaya udara yang keluar dari suatu perusahaan yang mengandung bahan-bahan sangat berbahaya. Udara yang mengandung gas dan uap terdapat dua cara, yaitu:
1. Pembakaran, membakar bahan-bahan tersebut, bila perlu digunakan katalisator agar terjadi pembakaran sempurna.
2. Mencuci (schrubbing method) dengan mengalirkan udara kotor dari pabrik.

H. PENGAWASAN UNTUK MENGGUNAKAN ALAT KERJA
Pengawasan yang dilakukan dalam menggunakan alat kerja serta penyediaan alat-alat kesehatan untuk mendukung keamanan penggunaan alat kerja dilakukan melalui cara-cara di bawah ini.
1. Pekerja harus dilatih dan didik untuk memahami bahaya yang ada, cara menghindarinya, dan cara menggunakan alat-alat keselamatan.
2. Sarung tangan, kacamata, dan pakaian pelindung harus digunakan saat bekerja.
3. Air untuk mandi dan cuci mata harus cukup tersedia, terutama untuk membersihkan bahaya korosif.
4. Pakaian pelindung yang digunakan harus dicuci tiap hari.
5. Unit operasi yang tidak memungkinkan ventilasi keluar memerlukan masker yang dialiri udara atau masker gas. Masker tersebut digunakan untuk keperluan darurat, yaitu jika bahan¬bahan yang sangat berbahaya sedang diolah.
6. Pekerja yang mengolah bahan diwajibkan mencuci tangan sebersih-bersihnya sebelum merokok, minum, atau makan.
7. Pekerja wajib melapor untuk diperiksa pada saat kejadian kecelakaan pertama.

I. USAHA KESEHATAN KERJA YANG BAIK
Usaha kesehatan kerja yang bail: dilakukan melalui tahapan-tahapan berikut ini.
1. Pekerja yang bekerja pada unit berbahaya diperiksa kesehatannya secara berkala setiap 6 sampai 1 tahun sekali. Caranya adalah dengan melakukan skrining yang disesuaikan dengan jenis/bahan industri yang digunakan. Misalnya pada industri yang menggunakan bahan nitrogliserin yang berfungsi sebagai vasodilator pada pasien penyakit jantung. Bila pekerja bekerja terus-menerus di tempat tersebut, maka jantungnya juga dapat mengalami vasodilatasi dan menderit a keluhan yang sama dengan penderita jantung. Tim medis harus berhati-hati dalam mendiagnosis dan harus dapat membedakan antara penyakit jantung dan penyakit akibat kerja di industri. Selain itu, pemeriksaan khusus juga harus dilakukan pada orang-orang tertentu misalnya pada wanita, anak-anak, orang lanjut, atau yang sudah pernah kena kasus.
2. Alat-alat atau bahan harus diperiksa tiap mingggu atau bulan untuk menilai bahaya yang mungkin timbul.
3. Pemeriksaan kesehat an sebelum kerja pada calon pegawai baru untuk mengetahui kemungkinan adanya penyakit pernapasan menahun, ginjal, dan lainnya.

J. ILMU KESEHATAN KERJA (OCCUPATIONAL HEALTH)
Tujuan utama ilmu kesehatan kerja adalah untuk meningkatkan produktivitas kerja, yang meliputi: pencegahan penyakit, pencegahan kelelahan kerja, dan lainnya. Terdapat tiga hal penting yang harus diperhatikan dalam pencegahan dan pengobatan untuk pemenuhan kebutuhan kesehatan industri.
1. Hubungan antara pekerjaan dan kesehatannya (relationship of work to health).
2. Efek dari pekerjaan terhadap pekerjanya (effects of work up on the worker), efek meningkatnya kebutuhan dasar, dan efek meningkatnya kebutuhan hidup pekerja.
3. Masalah kesehatan pada pekerjaan (health problem at work).

Tugas keperawatan yang dapat dilakukan oleh perawat industri antara lain sebagai berikut.
1. Kesehatan lingkungan kerja (hygiene of work's environment). Misalnya, lingkungan kerja yang bagaimana yang sesuai dengan pekerjaannya.
2. Kesehatan pekerja (occupational health), terutama penyakit akibat kerja dengan tujuan untuk mencegah, mendiagnosis, dan merehabilitasi penyakit akibat kerja.
3. Keselamatan kerja (safety of work).
Tujuan dari keperawatan industri adalah kesehatan pekerja (workers health), keselamatan pekerja (workers safety ), dan kesejahteraan pekerja (workers welfare), sehingga tujuan utama dalam keperawatan industri dapat terwujud, yaitu status kesehatan kerja tinggi (high health status) dan produktivitasnya tinggi (high productivity). Para pekerja merupakan orang yang berada dalam keadaan risiko atau berbahaya.
Kebutuhan yang diperhatikan dalam kesehatan kerja yang dapat menimbulkan risiko antara lain adalah kebutuhan fisik, kebutuhan kimia, kebutuhan biologi, dan kebutuhan sosial.
K. PENYAKIT AKIBAT KERJA
Definisi penyakit akibat kerja yaitu penyakit/gangguan kesehatan yang diakibatkan oleh pekerjaannya atau diperoleh pada masa/waktu melakukan pekerjaan (pada masyarakat umum biasanya tidak terkena).
Penyebab penyakit akibat kerja antara lain:
1. Faktor fisik: kebisingan, suhu, kelembapan udara, kecepatan angin, getaran, radiasi, tekanan udara, dan lain-lain.
2. Faktor kimia: gas, uap debu, fume, mist, dan asap.
3. Faktor biologis: bakteri, virus, jamur, cacing.
4. Faktor fisiologis: sikap dan cara kerja, jam kerja, istirahat, shift, lembur.
5. Faktor mental psikologis: suasana kerja, hubungan antara pekerja, dan pengusaha.
Persoalan dalam mendiagnosis penyakit akibat kerja adalah gambarannya hampir sama dengan penyakit umum, inkubasi lama, sarana bantu diagnostik kurang, dan kurangnya petugas kesehatan. Upaya untuk memantau kesehatan pekerja antara lain:
1. Pemeriksaan melalui skrining (sebelum dipekerjakan).
2. Menjalankan program hidup sehat dengan cara anti rokok, olahraga, menurunkan stres,
3. memakan makanan sehat, dan menurunkan berat badan (bagi yang overweight).
Investigasi adanya bahaya yang ditujukan pada kasus CHD, yang meningkat pada kelompok¬kelompok tertentu, riwayat chest pain, penemuan infark baru atau pembuntuan koroner, dan hubungan paparan kerja dengan faktor predisposisi lain (seperti usia, seks, dan cuaca).
L. KESEHATAN DAN KESELAMATAN KERJA (K3)
Upaya yang dilakukan untuk menjaga kesejahteraan pekerja adalah dengan cara menerapkan manajemen K3 dengan mencari dan mengungkapkan kelemahan operasional yang memungkinkan terjadinya kecelakaan.
Pada mesin; seperti peralatan dan bahan (keadaan mesin yang rusak, licin, longgar, kasar, dan tajarn); kondisi pengaman mesin (kegiatan dengan kecepatan berbahaya, tidak memanfaatkan perlengkapan, bekerja pada peralatan yang bergerak/berbahaya); kondisi alat-alat kerja; dan kondisi bahan. Karyawan, yang meliputi: kondisi mental dan fisik, kebiasaan kerja (baik dan aman), penggunaan APD.
Tata cara kerja, yang meliputi: prosedur kerja yang benar, protap untuk kegiatan yang berulang, dan kebiasaan bekerja menurut petunjuk manual. Pencegahan kecelakaan kerja dengan memerhatikan pada aspek manusia dan aspek peralatan. Aspek manusia (tenaga kerja) harus memenuhi beberapa syarat, yaitu terampil sesuai jenis pekerjaannya.

BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Higiene perusahaan, merupakan spesialisasi dalam ilmu higiene beserta praktiknya dengan mengadakan penilaian pada faktor penyebab penyakit dalam lingkungan kerja dan perusahaan melalui pengukuran yang hasilnya digunakan untuk koreksi lingkungan perusahaan, dengan menitikberatkan pada pencegahan agar pekerja dan masyarakat terhindar dari bahaya akibat kerja.
Kesehatan kerja, merupakan bidang khusus ilmu kesehatan yang ditujukan kepada masyarakat pekerja dan sekitar perusahaan agar memperoleh derajat kesehatan setinggi-tingginya, baik fisik, mental, maupun sosial.
Higiene dan kesehatan kerja digunakan sebagai alat untuk mencapai derajat kesehatan dan kesejahteraan tenaga kerja yang setinggi-tingginya serta sebagai alat untuk meningkatkan produksi yang berlandaskan pada meningkatkan efisiensi dan daya produktivitas faktor manusia dalam produksi.

DAFTAR PUSTAKA

Mubarak, Wahid Iqbal & Chayatin, Nurul.Ilmu Keperawatan komunitas I. Jakarta:
Salemba Medika.2009

ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN INSUFISIENSI ANDRENAL (PENYAKIT ADDISON)

BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Korteks adrenal diperlukan bagi kehidupan. Sekresi adrenokortikal memungkinkan tubuh untuk beradaptasi terhadap segala jenis stress. Tanpa korteks adrenal, keadaan stress yang berat dapat mengakibatkan kegagalan sirkulasi perifer, syok, dan kematian. Kehidupan hanya dapat dipertahankan dengan terapi nutrisi, elektrolit, serta cairan dan preparat hormone adrenokortikal.
Kelainan pada korteks adrenal terjadi akibat hiposekresi atau hipersekresi hormone adrenokortikal. Penyakit addison yang termasuk dalam insufisiensi adrenokortikal merupakan gangguan hormone. Penyakit ini terbilang gila karena dapat menyebabkan kematian akibat tekanan emosi yang muncul tiba-tiba. penyakit ini belum bisa disembuhkan, tetapi bisa dikendalikan dengan obat-obatan.
Penyakit Addison disebut juga dengan Polyglandular Addison. Penyakit ini terjadi karena tubuh tidak mampu memproduksi adrenalin, hormone yang bertanggung jawab terhadap stress. Tanpa adrenalin, organ tubuh tidak bisa menanggapi stress yang membuat penderitanya jadi emosi labil dan depresi.
Penyakit Addison dapat menyebabkan sifat lekas marah, emosi meledak-ledak, dan depresi karena penderita kekurangan garam dan menderita kadar gula yang rendah. Jika terjadi pada anak-anak, efeknya dapat lebih parah dibandingkan pada orang dewasa

B. TUJUAN
a. Tujuan Umum
Tujuan umum penulis dalam menyusun makalah ini adalah untuk mendukung kegiatan belajar-mengajar jurusan keperawatan khususnya pada mata kuliah Keperawatan Sistem Endokrin tentang Asuhan Keperawatan Hipofungsi Adrenokortikal.



b. Tujuan Khusus
Tujuan khusus penulis dalam menyusun makalah ini agar mahasiswa mengetahui bagaimana asuhan keperawatan pada klien dengan hipofungsi adrenokortikal, meliputi definisi, etiologi, patofisiologi, manifestasi klinis, penatalaksanaan, serta proses keperawatan.

C. PEMBATASAN MASALAH
Keperawatan Sistem Endokrin merupakan suatu pembelajaran yang sangat kompleks, namun pada kesempatan kali ini penulis membatasi bahan bahasan yaitu:
- Definisi Hipofungsi Adrenokortikal.
- Etiologi Hipofungsi Adrenokortikal
- Patofisiologi Adrenokortikal
- Manifestasi Klinis Hipofungsi Adrenokortikal
- Penatalaksanaan Hipofungsi Adrenokortikal
- Asuhan Keperawatan Hipofungsi Adrenokortikal.

D. METODE PENGUMPULAN DATA
Data ataupun pembahasan dalam makalah ini diperoleh dari beberapa referensi yaitu buku-buku atau sumber bacaan yang relevan serta media-media lain yang mendukung.














BAB II
PEMBAHASAN

I. ANATOMI FISIOLOGI KELENJAR ADRENAL
Kelenjar adrenal adalah sepasang organ yang terletak dekat kutub atas ginjal, terbenam dalam jaringan lemak. Kelenjar ini ada 2 buah, berwarna kekuningan serta berada di luar (ekstra) peritoneal. Bagian yang sebelah kanan berbentuk pyramid dan membentuk topi (melekat) pada kutub atas ginjal kanan. Sedangkan yang sebelah kiri berbentuk seperti bulan sabit, menempel pada bagian tengah ginjal mulai dari kutub atas sampai daerah hilus ginjal kiri. Kelenjar adrenal pada manusia panjangnya 4-6 cm, lebar 1-2 cm, dan tebal 4-6 mm. Bersama-sama kelenjar adrenal mempunyai berat lebih kurang 8 g, tetapi berat dan ukurannya bervariasi bergantung umur dan keadaan fisiologi perorangan. Kelenjar ini dikelilingi oleh jaringan ikat padat kolagen yang mengandung jaringan lemak. Selain itu masing-masing kelenjar ini dibungkus oleh kapsul jaringan ikat yang cukup tebal dan membentuk sekat/septa ke dalam kelenjar.
Kelenjar adrenal disuplai oleh sejumlah arteri yang masuk pada beberapa tempat di sekitar bagian tepinya. Ketiga kelompok utama arteri adalah arteri suprarenalis superior, berasal dari arteri frenika inferior; arteri suprarenalis media, berasal dari aorta ; dan arteri suprarenalis inferior, berasal dari arteri renalis. Berbagai cabang arteri membentuk pleksus subkapsularis yang mencabangkan tiga kelompok pembuluh: arteri dari simpai; arteri dari kortex, yang banyak bercabang membentuk jalinan kapiler diantara sel-sel parenkim (kapiler ini mengalir ke dalam kapiler medulla); dan arteri dari medulla, yang melintasi kortex sebelum pecah membentuk bagian dari jalinan kapiler luas dari medulla. Suplai vaskuler ganda ini memberikan medulla dengan darah arteri (melalui arteri medularis) dan darah vena (melalui arteri kortikalis). Endotel kapiler ini sangat tipis dan diselingi lubang-lubang kecil yang ditutupi diafragma tipis. Di bawah endotel terdapat lamina basal utuh. Kapiler dari medulla bersama dengan kapiler yang mensuplai kortex membentuk vena medularis, yang bergabung membentuk vena adrenal atau suprarenalis. Fungsi kelenjar suprarenalis terdiri dari:
1) Mengatur keseimbangan air, elektrolit dan garam-garam
2) Mengatur atau mempengaruhi metabolisme lemak, hidrat arang dan protein
3) Mempengaruhi aktifitas jaringan limfoid
Kelenjar suprarenalis ini terbagi atas 2 bagian, yaitu :
1. Medula Adrenal
Medula adrenal berfungsi sebagai bagian dari system saraf otonom. Stimulasi serabut saraf simpatik pra ganglion yang berjalan langsung ke dalam sel-sel pada medulla adrenal aka menyebabkan pelepasan hormon katekolamin yaitu epinephrine dan norepinephrine. Katekolamin mengatur lintasan metabolic untuk meningkatkan katabolisme bahan bakar yang tersimpan sehingga kebutuhan kalori dari sumber-sumber endogen terpenuhi.
Efek utama pelepasan epinephrine terlihat ketika seseorang dalam persiapan untuk memenuhi suatu tantangan (respon Fight or Fligh). Katekolamin juga menyebabkan pelepasan asam-asam lemak bebas, meningkatkan kecepatan metabolic basal (BMR) dan menaikkan kadar glukosa darah.

2. Korteks Adrenal
Korteks adrenal tersusun dari zona yaitu zona glomerulosa, zona fasikulata dan zona retikularis. Korteks adrenal menghasilkan hormon steroid yang terdiri dari 3 kelompok hormon:
a. Glukokortikoid
Hormon ini memiliki pengaruh yang penting terhadap metabolisme glukosa; peningkatan hidrokortison akan meningkatan kadar glukosa darah. Glukokortikoid disekresikan dari korteks adrenal sebagai reaksi terhadap pelepasan ACTH dari lobus anterior hipofisis. Penurunan sekresi ACTH akan mengurangi pelepasan glukokortikoid dari korteks adrenal.
Glukokortikoid sering digunakan untuk menghambat respon inflamasi pada cedera jaringan dan menekan manifestasi alergi. Efek samping glukokortikoid mencakup kemungkinan timbulnya diabetes militus, osteoporosis, ulkus peptikum, peningkatan pemecahan protein yang mengakibatkan atrofi otot serta kesembuhan luka yang buruk dan redistribusi lemak tubuh. Dalam keadaan berlebih glukokortikoid merupakan katabolisme protein, memecah protei menjadi karbohidrat dan menyebabkan keseimbangan nitrogen negatif.
b. Mineralokortikoid
Mineralokortikoid pada dasarnya bekerja pada tubulus renal dan epitelgastro intestinal untuk meningkatkan absorpsi ion natrium dalam proses pertukaran untuk mengeksresikan ion kalium atau hydrogen. Sekresi aldesteron hanya sedikit dipengaruhi ACTH. Hormon ini terutama disekresikan sebagai respon terhadap adanya angiotensin II dalam aliran darah. Kenaikan kadar aldesteron menyebabkan peningkatan reabsorpsi natrium oleh ginjal dan traktus gastro intestinal yang cederung memulihkan tekanan darah untuk kembali normal. Pelepasan aldesteron juga ditingkatkan oleh hiperglikemia. Aldesteron merupakan hormon primer untuk mengatuk keseimbangan natrium jangka panjang.

c. Hormon-hormon seks Adrenal (Androgen)
Androgen dihasilkan oleh korteks adrenal, serta sekresinya didalam glandula adrenalis dirangsang ACTH, mungkin dengan sinergisme gonadotropin. Kelompok hormon androgen ini memberikan efek yang serupa dengan efek hormon seks pria. Kelenjar adrenal dapat pula mensekresikan sejumlah kecil estrogen atau hormon seks wanita. Sekresi androgen adrenal dikendalikan oleh ACTH. Apabila disekresikan secara berlebihan, maskulinisasi dapat terjadi seperti terlihat pada kelainan bawaan defisiensi enzim tertentu. Keadaan ini disebut Sindrom Adreno Genital.

II. KLASIFIKASI INSUFISIENSI ADRENOKORTIKAL
 Insufisiensi adrenokortikal akut primer
- Peningkatan mendadak glikortikoid
- Pemutusan mendadak pengunaan steroid dan destruksi adrenal massif.
- Sindrom ”waterhouse-friericson”:
- Banyak terjadi ada anak anak yang berhubungan dengan penyebaran bakteri di pembuluh adrenal.
- Gejala: infeksi sistemik oleh meningokokok (jarang oleh pneumokok, gonokok, sterptokok), hipotensi progersif

 Insufisiensi adrenokortikal kronik promer ( penyakit addison)
- Pada dewasa jarang terjadi yang disertai destriksikorteks adrenal
- Etiologi: autoimun, infeksi (tbc, histoplasma) dan metastatik kanker dari paru, gaster, mammae).
- Gejala khas adalah: hiperpigmentasi pigmen kilit dengan peningkatan ACTH serum.

 Insufisiensi adrenolortikal sekunder
- Biasanya terjadi oleh karena gangguan di hipotalamus
- Tidak ada hiperpigmentasi kulit dan hiponatermia.

III. DEFINISI HIPOFUNGSI ANDRENOKORTIKAL (PENYAKIT ADDISON)
- Penyakit Addison adalah: penyakit yang terjadi akibat fungsi korteks tidak adekuat untuk memenuhi kebutuhan pasien akan hormone-hormone korteks adrenal (Soediman, 1996 )
- Penyakit Addison adalah: lesi kelenjar primer karena penyakit destruktif atau atrofik, biasanya autoimun atau tuberkulosa.(Baroon, 1994).
- Penyakit Addison, atau insufisiensi andrenokortikal, terjadi bila fungsi korteks adrenal tidak adekuat untuk memenuhi kebutuhan pasien akan hormon-hormon korteks adrenal. Atrofi autoimun atau idiopatik pada kelenjar adrenal merupakan penyebab pada 75% kasus penyakit Addison (Stern & Tuck, 1994).

IV. ETIOLOGI
a. Tuberculosis
b. Histoplasmosis
c. Koksidiodomikosis
d. Pengangkatan kedua kelenjar adrenal
e. Kanker metastatik (ca paru, lambung, payudara, melanoma, limfoma)
f. Adrenalitis autoimun

V. PATOFISIOLOGI
Penyebab terjadinya Hipofungsi Adrenokortikal mencakup operasi pengangkatan kedua kelenjar adrenal atau infeksi pada kedua kelenjar tersebut. Tuberkulosis (TB) dan histoplasmosis merupakan infeksi yang paling sering ditemukan dan menyebabkan kerusakan pada kedua kelenjar adrenal. Meskipun kerusakan adrenal akibat proses autoimun telah menggantikan tuberculosis sebagai penyebab penyakit Addison, namun peningkatan insidens tuberculosis yang terjadi akhir-akhir ini harus mempertimbangkan pencantuman pemyakit infeksi ini kedalam daftar diagnosis. Sekresi ACTH yang tidak adekuat dari kelenjar hipofisis juga akan menimbulkan insufisiensi adrenal akibat penurunan stimulasi korteks adrenal.
Gejala insufisiensi adrenokortikal dapat pula terjadi akibat penghentian mendadak terapi hormon adrenokortikal yang akan menekan respon normal tubuh terhadap keadaan stres dan mengganggu mekanisme umpan balik normal. Terapi dengan pemberian kortikosteroid setiap hari selama 2-4 minggu dapat menekan fungsi korteks adrenal. Oleh sebab itu kemungkinan Addison harus di anitsipasi pada pasien yang mendapat pengobatan kortikosteroid.
























VI. MANIFESTASI KLINIK
• Gejala awal: kelemahan otot, fatique, anoreksia, nausea, muntah, BB menurun, emasiasi (tubuh kurus kering), mudah lelah.
• Astenia (gejala cardinal): pasien kelemahan yang berlebih
• Hiperpigmentasi (menghitam seperti: perunggu, coklat seperti terkena sinar matahari) biasanya pada kulit buku jari, lutut, siku, serta membrane mukosa
• Hipotensi (TD: 80/50 mmHg / kurang), kadar glukosa darah dan natrium serum yang rendah, kadar kalium serum tinggi.
• Pada kasus yang berat, gangguan metabollisme natirum dan kalium dapat ditandai oleh pengurangan natrium dan air, serta dehidrasi yang kronis dan berat.
• Dengan berlanjutnya penyakit yang disertai hipotensi akut sebagai akibat dari hipokortikotisme, pasien akan mengalami krisis addisonian yang ditandai oleh sianosis, panas dan tanda-tanda klasik syok: pucat, perasaan cemas, denyut nadi cepat dan lemah, pernapasan cepat serta tekanan darah rendah. Disamping itu, pasien dapat mengeluh sakit kepala, mual, nyeri abdomen serta diare, dan memperlihatkan tanda-tanda kebingungan serta kegelisahan. Bahkan aktifitas jasmani yang sedikit berlebihan, terpajan udara dingin, infeksi yang akut atau penurunan asupan garam dapat menimbulkan kolaps sirkulasi, syok dan kematian jika tidak segera diatasi. Stress pembedahan atau dehidrasi yang terjadi akibat periapan untuk berbagai pemerisaan diagnostic atau pembedahan dapat memicu krisis addisonian atau krisis hipertensif.

VII. PENATALAKSANAAN
a) Medik
- Prednison (7.5 mg/hari) dalam dosis terbagi diberikan untuk terapi pengganti kortisol
- Fludrokortison: 0,05-0,1 mg per oral dipagi hari
- Terapi darurat ditujukan untuk mengatasi syok, memulihkan sirkulasi darah, memberikan cairan, melakukan terapi penggantian kortikosteroid setiap hari selama 2 sampai 4 minggu dosis 12,5 sampai 50 mg/hari, memantau tanda-tanda vital dan menempatkan pasien dalam posisi setengah duduk dengan kedua tungkai ditinggikan. Hidrokortison (Solu-Cortef) disuntikkan secara intravena yang kemudian diikuti dengan pemberian infuse dekstrosa 5% dalam larutan normal saline. Preparat vasopresor amina mungkin diperlukan jika keadaan hipotensi bertahan.
- Antibiotik dapat diberikan jika infeksi memicu krisis adrenal pada penderita insufisiensi kronis adrenal. Disamping itu, pengkajian kondisi pasien harus dilakukan dengan ketat untuk mengenali faktor-faktor lain, yaitu stresor atau keadaan sakit yang menimbulkan serangan akut.
- Asupan per oral dapat dimulai segera setelah pasien dapat menerimanya. Secara perlahan-lahan pemberian infus dikurangi ketika asupan cairan per oral sudah adekuat, untuk mencegah hipovolemia.
- Jika kelenjar adrenal tidak berfungsi kembali , pasien memerlukan terapi penggantian perparat kortikosteroid dan mineralokortikoid seumur hidup untuk mencegah timbulnya kembali insufisiensi adrenal serta krisis addisonian pada keadaan stress atau sakit. Selain itu, pasien mungkin akan memerlukan suplemen makanan dengan penambahan garam, pada saat terjadi kehilangan cairan dari saluran cerna akibat muntah dan diare.

b) Keperawatan
- Pengukuran TTV
- Memberikan rasa nyaman dengan mengatur atau menyediakan waktu istirahat pasien
- Menempatkan pasien dalam posisi setengah duduk dengan kedua tungkai ditinggikan
- Memberikan suplemen makanan dengan penambahan garam
- Follow up: mempertahankan berat badan, tekanan darah dan elektrolit yang normal disertai regresi gambaran klinis
- Memantau kondisi pasien untuk mendeteksi tanda dan gejala yang menunjukan adanya krisis Addison

VIII. KOMPLIKASI
- Syok (akibat dari infeksi akut atau penurunan asupan garam)
- Kolaps sirkulasi
- Dehidrasi
- Hiperkalemia
- Sepsis
- Krisis Addison disebabkan karena hipotensiakut (hiperkortisolisme) ditandai dengan sianosis, panas, pucat, cemas, nadi cepat.



ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN INSUFISIENSI ANDRENAL (PENYAKIT ADDISON)

A. Pengkajian
 Biodata : mengkaji identitas klien dan penanggung yang meliputi ; nama, umur, agama, suku bangsa, pendidikan, pekerjaan, dan alamat.
 Keluhan utama : klien mengeluh mual, muntah, anoreksia, dan mudah lelah.
 Riwayat kesehatan, yang terdiri atas :
- Riwayat kesehatan masa lalu : meliputi penyakit yang pernah diderita klien sebelumnya, termasuk tuberculosis, kanker, penyakit autoimun, dsb.
- Riwayat kesehatan keluarga : Yang dapat dikaji melalui genogram dan dari genogram tersebut dapat diidentifikasi mengenai penyakit turunan dan penyakit menular yang terdapat dalam keluarga.
 Riwayat psikosiospiritual
Meliputi kegiatan klien sehari-hari, serta bagaimana kondisi lingkungan klien. Bagaimanakah peran serta orang-orang terdekat klien. Merasa kehilangan kemampuan dan harapan, cemas terhadap lingkungan baru, Depresi, mengingkari, kecemasan, takut, cepat terangsang, perubahan mood, dan tampak bingung. Apakah klien sering melakukan kegiatan-kegiatan keagamaan.


Pemeriksaan Fisik :
a. Aktivitas / istirahat
Gejala : Lelah, nyeri/ kelemahan pada otot (terjadi perburukan setiap hari. Tidak mampu beraktivitas atau bekerja
Tanda : Peningkatan denyut jantung atau denyut nadi pada aktivitas yang minimal. Penurunan kekuatan dan rentang gerak sendi. Depresi, gangguan konsentrasi. Letargi

b. Sirkulasi
Tanda : Hipotensi termasuk hipotensi postural, Takikardi, disritmia, suara jantung melemah, Nadi perifer melemah, Pengisian kapiler memanjang, Ekstremitas dingin, sianosis, dan pucat

c. Integritas ego
Gejala : adanya riwayat riwayat factor stress yang baru dialami, termasuk sakit fisik atau pembedahan. Perubahan gaya hidup. Ketidakmampuan mengatasi stress
Tanda : Ansietas, peka rangsang, depresi, emosi tidak stabil

d. Eliminasi
Gejala : diare, sampai adanya konstipasi, Kram abdomen, Perubahan frekuensi dan karakteristik urin
Tanda : Diuresis yang diikuti oliguria

e. Makanan atau cairan
Gejala : Anoreksia berat, mual, muntah, kekurangan zat garam, BB menurun dengan cepat
Tanda : Turgor kulit jelek, membrane mukosa kering

f. Neurosensori
Gejala : Pusing, sinkope, gemetar kelemahan otot, kesemutan
Tanda : disorientasi terhadap waktu, tempat, ruang (karena kadar natrium rendah), letargi, kelelahan mental, peka rangsangan,cemas, koma (dalam keadaan krisis)

g. Nyeri/ kenyamanan
Gejala : Nyeri otot, kaku perut, nyeri kepala, Nyeri tulang belakang, abdomen, ekstrimitas (pada keadaan krisis)

h. Pernapasan
Gejala : Dipsnea
Tanda : Pernapasan meningkat, takipnea, suara nafas: krekels, ronkhi pada keadaan infeksi
i. Keamanan
Gejala : tidak toleran terhadap panas, cuaca udara panas
Tanda : Hiperpigmentasi kulit (coklat kehitaman karena terkena sinar matahari) menyeluruh atau berbintik bintik. Peningkatan suhu, demam yang diikuti dengan hipotermi (keadaan krisis)

j. Seksualitas
Gejala : Adanya riwayat menopause dini, amenore. Hilangnya tanda tanda seks sekunder (berkurangnya rambut rambut pada tubuh terutama pada wanita). Hilangnya libido

Pemeriksaan Diagnostik
a. Pemeriksaan laboratorium
- Penurunan konsentrasi glukosa darah dan natrium (hipoglikemia dan hiponatremia)
- Peningkatan kosentrasi kalium serum (hiperkalemia)
- Peningkatan jumlah sel darah putih (leukositosis)
- Penurunan kadar kortisol serum
- Kadar kortisol plasma rendah
- ADH meningkat
- Analisa gas darah: asidosis metabolic
- Sel darah merah (eritrosit): anemia numokronik, Ht meningkat (karena hemokonsentrasi) jumlah limfosit mungkin rendah, eosinofil meningkat.
b. Pemeriksaan radiografi abdominal menunjukan adanya kalsifikasi diadrenal
c. CT Scan
Detektor kalsifikasi adrenal dan pembesaran adrenal yang sensitive hubungannya dengan insufisiensi pada tuberculosis, infeksi, jamur, penyakit infiltratif malignan dan non malignan, dan haemoragik adrenal
d. Gambaran EKG
Tegangan rendah aksis QRS vertical dan gelombang ST non spesifik abnormal sekunder akibat adanya abnormalitas elektrolit
e. Tes stimulasi dan supresi untuk fungsi adrenokortikoid
1) Tes tetrakosaktrin singkat
Prosedur standar cepat adalah mengukur respon kortisol plasma trhdp ponpeptida kortikotrotin sintetik,tetrakosaktrin (synacthen, Ciba).Interpretasi: pd org normal nilai dsr > 250nmol/l, dan terdapat penngkatan sekurang-kurangnya 300nmol/l di atas nilai dasar pada menit ke 30. pada sindroma cushing (hyperplasia) mungkin ada respon berlebihan; tumor adrenalis autonom tak berespon.
2) Tes tetrakosaktrin yang diperpanjang
Interpretasi: pada orang yang normal terdapat peningkatan kortisol plasma pada hari pertama sampai di atas 1400 nmol/l. pada penyakit Addison tak ada peningkatan walaupun sampai 3 hari, sedangkan pada hipofungsi adrenokortikal sekunder terhadap difisiensi pituitaria nilai ini bisa melebihi dari 700nmol/l setelah suntikan ke 3.
3) Tes supresi deksametason
Interperetasi: pada orang normal kortikostiroid dan plasma tertekan pada dosis lebih rendah di bawah 50% nilai dasar. Pada deksametashon dalam dosis lebih rendah, pasien dengan sindroma cushing akan memperlihatkan tak adanya supresi tanpa memandang sebabnya, pada dosis lebih tinggi yang dengan hyperplasia mendapat supresi 50% atau lebih, sedangkan yang dengan adenoma atau karsinoma ataupun pembentukan ACTH ektopik tak dipengaruhi.
4) Tes metirapon
Interpretasi: orang normal memperlihatkan peningkatan nilai kortikostiroid urina sekurang-kurangnya 35umol/24jam dan peningkatan 2x lipat di atas kadar istirahat. Respon subnormal dengan adanya fungsi adreno atau pituitaria anterior. Sebagai tambahan, pasien dengan tumor korteks adrenalis autonom tak berespon.
5) Tes lainnya
Ini terutama digunakan dalam keadaan khusus dan harus mengikuti prosdur setempat. Ia mengikuti penggunaan hipoglikemia yang diinduksi insulin atau pirogen sebagai agen stress bagi hipotalamus melalui pusat yang lebih tinggi atau menggunakan lisin-vasopresin sebagai corticotrophin releasing factor sintetic untuk merangsang pituitaria anterior.





B. Diagnosa Keperawatan
a. Kekurangan volume cairan b/d kekurangan natrium dan kehilangan cairan melalui ginjal, kelenjar keringat, saluran gastrointestinal (karena kekurangan aldosteron)
b. Perubahan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh b/d intake tidak adekuat (mual, muntah, anoreksia),defisiensi glukokortikoid
c. Intoleransi aktifitas b/d kelemahan fisik.
d. Perubahan proses pikir b/d penurunan kadar natrium (hipotremia), penurunan kadar glukosa (hipoglikemia), gangguan keseimbangan asam basa
e. Harga diri rendah b/d perubahan dalam kemampuan fungsi, perubahan karakteristik tubuh
f. Kurang pengetahuan tentang: penyakit, prognosis, pengobatan b/d kurang pemajanan/ mengingat, keterbatasan kognitif
g. Ansietas berhubungan dengan ancaman atau perubahan status kesehatan.

C. Rencana Tindakan
Kekurangan volume cairan b/d kekurangan natrium dan kehilangan cairan melalui ginjal, kelenjar keringat, saluran gastrointestinal (karena kekurangan aldosteron)
Tujuan : dalam waktu 1 × 24 jam tidak terjadi kekurangan volume cairan.
Kriteria : Klien tidak mengeluh pusing, membrane mukosa lembab, turgor kulit normal, tanda – tanda vital dalam batas normal.
INTERVENSI RASIONAL
Pantau status cairan ( turgor kulit, membrane mukosa, dan keluaran urine ).







Kaji sumber – sumber kehilangan cairan.







Auskultasi TD. Bandingkan kedua lengan, ukur dalam keadaan berbaring, duduk, atau, berdiri bila memungkinkan.



Kaji warna kulit, suhu, sianosis, nadi perifer, dan dihaforesis secara teratur.
Timbang berat badan setiap hari.
Pantau frekuensi jantung dan irama.


Pantau frekuensi jantung dan irama.


Kolaborasi :
- Pertahankan pemberian cairan secara intravena.





- Monitor hasil pemeriksaan diagnostic : platelet, Hb / Hct, dan bekuan darah. Jumlah dan tipe cairan pengganti ditentukan dari keadaan status cairan. Penurunan volume cairan mengakibatkan menurunnya produksi urine. Pemantauan yang ketat pada produksi urine < 600 ml / hari merupakan tanda – tanda terjadinya syok kardiogenik.

Kehilangan cairan bisa berasal dari faktor ginjal dan diluar ginjal.Penyakit yang mendasari terjadinya kekurangan volume cairan ini juga harus diatasi Perdarahan harus dikendalikan.Muntah dapat diatasi dengan obat – obat antiemetic dan diare dengan antidiare.

Hipotensi bisa terjadi pada hipovolemi yang memberikan manifestasi sudah terlibatnya system kardiovaskuler untuk melakukan kompensasi mempertahankan tekanan darah.

Mengetahui adanya pengaruh peningkatan tahanan perifer.
Sebagai ukuran keadekuatan volume cairan, intake yang lebih besar dari output dapat diindikasikan menjadi renal obstruksi.

Perubahan frekuensi dan irama jantung menunjukkan komplikasi disritmia.


Jalur yang paten penting untuk pemberian cairan cepat dan memudahkan perawat dalam melakukan control intake dan output cairan.

Bila platelet < 20.000 / mm ( akibat pengaruh sekunder obat neoplastik ), klien cenderung mengalami perdarahan. Penurunan Hb / Hct berindikasi terhadap perdarahan.

Perubahan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh b/d intake tidak adekuat (mual, muntah, anoreksia), defisiensi glukokortikoid
Tujuan : dalam waktu 2 × 24 jam nutrisi klien terpenuhi
Kriteria : Klien tidak mengeluh mual dan muntah, nafsu makan klien meningkat, BB meningkat.
INTERVENSI RASIONAL
Kaji riwayat nutrisi, termasuk makanan yang disukai. Observasi dan catat masukan makanan klien.

Berikan makan sedikit dan makanan tambahan kecil yang tepat. Pertahankan jadwal penimbangan berat badan secara teratur.

Diskusikan yang disukai klien dan masukan dalam diet murni.


Observasi dan catat kejadian mual/ muntah, dan gejala lain yang berhubunga

Kolaborasi untuk melakukan rujukan ke ahli gizi. Mengawasi masukan kalori atau kualitas kekurangan konsumsi makanan.

Dilatasi gaster dapat terjadi bila pemberian makan terlalu cepat setelah periode anoreksia


Dapat meningkatkan masukan, meningkatkan rasa berpartisipasi/ control

Gejala GI dapat menunjukan efek anemia (hipoksia) pada organ

Perlu bantuan dalam perencanaan diet yang memenuhi kebutuhan nutrisi.



Intoleransi aktivitas yang berhubungan dengan kelemahan fisik
Tujuan : aktivitas sehari – hari klien terpenuhi dan meningkatnya kemampuan beraktivitas.
Kriteria : klien menunjukkan kemampuan beraktivitas tanpa gejala – gejala yang berat, terutama mobilisasi di tempat tidur.
INTERVENSI RASIONAL
Catat frekuensi dan irama jantung, serta perubahan tekanan darah selama dan sesudah aktivitas.

Tingkatkan istirahat, batasi aktivitas, dan berikan aktivitas senggang yang tidak berat.

Jelaskan pada peningkatan bertahap dari tingkat aktivitas, contoh bangun dari kursi bila tak ada nyeri, ambulasi, dan istirahat selama 1 jam setelah makan.

Pertahankan klien tirah baring sementara sakit akut.

Pertahankan rentang gerak pasif selama sakit kritis.

Evaluasi tanda vital saat kemajuan aktivitas terjadi.

Berikan waktu istirahat diantara waktu aktivitas.


Selama aktivitas kaji EKG, dispnea, sianosis, kerja dan frekuensi nafas serta keluhan subyektif.
Respons klien terhadap aktivitas dapat mengindikasikan penurunan oksigen miokardium.

Menurunkan kerja miokardium / konsumsi oksigen.


Aktivitas yang maju memberikan control jantung, meningkatkan regangan dan mencegah aktivitas berlebihan.


Untuk mengurangi beban jantung.


Meningkatkan kontraksi otot sehingga membantu aliran vena balik.

Untuk mengetahui fungsi jantung, bila dikaitkan dengan aktivitas.

Untuk mendapatkan cukup waktu resolusi bagi tubuh dan tidak terlalu memaksa kerja jantung.

Melihat dampak dari aktivitas terhadap fungsi jantung.


Perubahan proses pikir b/d penurunan kadar natrium (hipotremia), penurunan kadar glukosa (hipoglikemia), gangguan keseimbangan asam basa

Tujuan: dalam waktu …x24 jam setelah dilakukan intervensi klien dapat memaksimalkan status mentalnya dan tidak terjadi perubahan proses pikir.
Kriteria : mempertahankan orientasi realita umumnya dan mengenali perubahan dalam berpikir/prilaku dan factor penyebab.
INTERVENSI RASIONAL
Kaji proses pikir klien seperti memori, rentang perhatian, orientasi terhadap tempat, waktu, orang.
Menentukan adanya kelainan pada proses sensori.
Catat adanya perubahan tingkah laku Kemungkinan terlalu waspada, tidak dapat beristirahat, sensitivitas meningkat, atau mungkin berkembang menjadi psikotik yang sesungguhnya.

Orientasi klien pada tempat dan waktu Bantu untuk mengembangkan dan mempertahankan kesadarasn pada realita dan lingkungan.

Hadirkan pada realitas secara terus menerus dan secara gambling tanpa melawan pikiran yang tidak logis.
Membatasi reaksi yang menentang.
Berikan tindakan yang aman seperti bantalan penghalang pada tempat tidur, pengikatan yang lembut, supervise yang ketat.
Mencegah trauma pada klien yang mengalami haluinasi disorientasi.


Harga diri rendah b/d perubahan dalam kemampuan fungsi, perubahan karakteristik tubuh
Tujuan: dalam waktu ….x 24 jam setelah dilakukan intervensi klien tidak lagi mengalmi harga diri rendah dengan perubahan penampilan tubuhnya atau menerima keadaan dirinya.
Criteria: mengungkapkan penerimaan terhadap keadaan diri sendiri diungkapkan sevara verbal, menunjukksn kemampuan adaptasi terhadap perubahan yang terjadi dengan ditandai oleh merencanakan tujuan yang realistic dan berpartisipasi aktif di dalam bekerja/bermain berhubungan dengan orang lain.
Intervensi Rasional
Atur periode singkat untuk bicara tanpa diganggu dan dorong pasien untuk mengungkapkan perasaan tentang keadaan nya, misalnya perubahan penampilan, peran, pengaruh penyakit pada pekerjaannya. Tunjukkan perhatian bersikap tidak menghakimi.
Membina hubungan dan meningkatkan keterbukaan dengan pasaien. Membantu dalam mengevaluasi berapa banyak masalah yang dapat diubah oleh pasien.
Kurangi stimulasi berlebihan pada lingkungan, berikan ruang tersendiri jika tidak ada indikasi. Sarankan pasien untuk menggunkan keterampilan manajemen stress. Misalnya tekhnik relaksasi, visualisasi dan bimbingan imajinasi.
Meminimalkan perasaan stress, frustasi, meningkatkan kemampuan koping dan meningkatkan kemampuan mengendalikan diri.
Dorong pasien untuk membuat daftar bantuan orang terdekat dalam menghadapi stress. Pasien tidak akan merasa sendiirian jika bercerita pada orang lain dan meminta bantuan memecahkan masalah. Ini juga dapat memelihara pengertian dan merasa berguna dalam berhubungan dengan orang lain.

Dorong pasien untuk membuat pilihan dan berpartisipasi dalam perawatan diri sendiri. Dapat membantu meningkatkan kepercayaan diri, memperbaiki harga diri, menurunkan ppikiran terus menerus terhadap perubahan, dan meningkatkan perasaan terhadap pengendalian diri.

Fokuskan pada perbaikan yang sedang terjadi dan pengobatan misalnya, menurunkan pigmentasi kulit, menurunkan berat badan, meningkatkan pertumbuhan rambut, dan perbaikan siklus menstruasi normal.
Ungkapan seperti ini dapat mengangkat semangat pasien dan meningkatkan harga diri.
Sarankan untuk mengunjungi seseorang yang penyakitnya telah terkontrol dan gejalanya telah berkurang. Dapat menolong pasien untuk melihat has ail dari pengobatan yang telah dilakukan.

Rujuk ke pelayanan social, konseling dan kelompok pendukung sesuai kebutuhan. Pendektan secara komprehensif dapat membantu memenuhi kebutuhan pasien untuk memelihara tingkahlaku koping.



Kurang pengetahuan tentang: penyakit, prognosis, pengobatan b/d kurang pemajanan/ mengingat, keterbatasan kognitif
Tujuan: dalam waktu ..X 24 jam setelah dilakukan intervensi klien mengerti tentang penyakit yang dialami dan cara pengobatannya.
Criteria: mengungkapkan pemahaman tentang penyakit, mengidentifikasi hubungan tanda dan gejala dengan proses penyakit dan menghubungkan gejala dengan factor penyebab
INTERVENSI RASIONAL
Ciptakan lingkungan saling percaya dengan mendengarkan penuh perhatian, selalu ada untuk pasien. Menanggapi dan memperhatikan perlu diciptakan sebelum pasien bersedia mengambil bagian dalam proses belajar.

Bekerja dengan pasien dalam menata tujuan belajar yang diharapkan Partisipasi dalam perencanaan meningkatkan antusias dan kerjasama passion dengan prinsip-prinsip yang dipelajari

Pilih berbagai strategi belajar, seperti tekhnik demonstrasi yang memerlukan keterampilan dan biarkan pasien mendemostrasikan ulang, gabungkan keterampilan baru ini kedalam rutinitas rumah sakit sehari-hari.
Penggunaan cara yang berbeda tentang mengakses informasi meningkatkan penerapan pada individu yang belajar.
Diskusikan tentang rencana diet, penggunaan makanan tinggi serat dan cara untuk melakukan makan diluar rumah. Kesadaran tentang pentingnnya control diet akan membantu pasien dalam merencanakan mmakan/mentaati program.serat dapat memperlambat absorpsi glukosa yang akan menurunkan fluktuasi kadar gula dalam darah, tetapi dapat menyebabkan ketidak nyamanan pada saluran cerna, flatus meningkat, dan mempengaruhi absopsi vitamin/mineral.

Tinjau ulang program pengobatan meliputi awitan, puncak dan lamanya dosis insulin yang diresepkan, bila disesuaikan dengan pasien atau keluarga.
Pemahaman tentang semua aspek yang digunakan obat meningkatkan penggunaan yang tepat.
Demostrasikan tekhnik penanganan stress, seperti latihan napas dalam, bimbingan imajinasi, dan mengalihkan perhatian. Meningkatkan relaksasi dan pengendalian terhadap respons stress ysng dapat membantu untuk membatasi peristiwa ketidakseimbangan glukosa.

Identifikasi sumber-sumber yang ada di masyarakat, bila ada Dukungan kontinu biasanya penting untuk menopang perubahan gaya hidup dan meningkatkan penerimaan atas diri sendiri.

Identifikasi gejala hipoglikemia (mis. Lemah, pusing, letargi, lapar, peka rangsang, diaphoresis, pucat, takikardia,tremor, sakit kepala, dan perubahan mental) dan jelaskan penyebabnya.
Dapat meningkatkan deteksi dan pengobatan lebih awal dan mencegah atau mengurangi kejadiannya.


Ansietas berhubungan dengan ancaman atau perubahan status kesehatan
Tujuan: dalam waktu ..X 24 jam setelah dilakukan intervensi klien dapat tenang
Kriteria: tampak rileks, melaporkan ansietas berkurang
INTERVENSI RASIONAL
Observasi tingkah laku yang menunjukkan tingkat ansietas. Ansietas ringan dapat ditunjukkan dengan peka rangsang dan insomnia.ansietas berat yang berkembang kedalaman keadaan panik dapat menimbulkan perasaan terancam, terror, ketidakmampuan untuk bicara dan bergerak.

Tinggal bersama pasien,mempertahankan sikap yang tenang. Mengakui atau menjawab kekuatirannya dan mengizinkan prilaku pasien yang umum.
Menegaskan pada pasien atau orang terdekat bahwa walaupun perasaan pasien diluar control, lingkungannya tetap aman. Menghindari respons pribadi pada ucapan
Jelaskan prosedur,lingkungan disekeliling atau suara yang mungkin didengar oleh pasien. Memberi informasi akurat yang dapat menurunkan distorsi/kesalahan interpretasi yang dapat berperanan pada reaksi ansietas atau ketakutan.

Bicara yang singkat dengan kata yang sederhana. Rentang perhatian mungkin menjadi pendek,konsentrasi berkurang,yang membatasi kemampuan untuk mengasimilasi informasi.

Kurangi stimulasi dari luar: tempatkan pada ruangan yang tenang,berikan kelembutan,music yang nyaman,kurangi lampu yang terlalu terang,kurangi jumlah orang yang berhubungan dengan pasien.
Menciptakan lingkungan yang terapeutik;menunjukkan penerimaan bahwa aktivitas unit/personel dapat meningkatkan ansietas pasien.
Diskusikan dengan pasien atau orang terdekat penyebab emosional yang labil/reaksi psikotik. Memahami bahwa tingkah laku didasarkan atas fisiologis dapat memungkinkan respons/pendekatan yang berbeda,penerimaan terhadap situasi.

Rujuk pada system penyokong sesuai dengan kebutuhan seperti konseling,ahli agama,dan pelayanan social. Terapi penyokong yang terus menerus mungkin dimamfaatkan/dibutuhkan pasien atau orang terdekat jika krisis itu menimbulkan perubahan gaya hidup pada pasien itu sendiri.





















BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN
- Penyakit Addison adalah: penyakit yang terjadi akibat fungsi korteks tidak adekuat untuk memenuhi kebutuhan pasien akan hormone-hormone korteks adrenal.
- Tuberkulosis (TB) dan histoplasmosis merupakan infeksi yang paling sering ditemukan dan menyebabkan kerusakan pada kedua kelenjar adrenal.
- Gejala insufisiensi adrenokortikal dapat pula terjadi akibat penghentian mendadak terapi hormon adrenokortikal yang akan menekan respon normal tubuh terhadap keadaan stres dan mengganggu mekanisme umpan balik normal.
- Penyakit Addison ini ditandai dengan hipotensi, hipoglikemia, anoreksia, mual, muntah, kelemahan, dsb.
- Komplikasi dapat berupa syok, dehidrasi, hyperkalemia, dan sepsis.

B. SARAN
Demikianlah makalah ini kami buat untuk meningkatkan pemahaman dan pengetahuan kita tentang asuhan keperawatan klien dengan Hipofungsi Adrenokortikal. Kami selaku penulis sadar bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, kami mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari para pembaca agar makalah selanjutnya dapat lebih baik lagi. Terima Kasih,,.

Thursday 20 October 2011

ASKEP JIWA PADA LANSIA

Proses menua yg dialami oleh lansia menyebabkan mrk m’alami berbagai mcm perasaan spt sedih, cemas kesepian dan mudah tersinggung. Perasaan tsb mrpk mslh kes jiwa yg tjd pd lansia

Ada bbrp factor risiko yg mdukung tjdnya mslh kes jiwa pd lansia. Faktor2 resiko tsb adl ;

Kesehatan fisik yg mburuk
Perpisahan dg pasangan
Perumahan dan transportasi yg tdk memadai
Sumber financial kurang
Dukungan social kurang


Gangguan psikiatri yg srg tjd pd lansia ; sindroma otak organic, skizofrenia, ketergantungan obat, mkn btahan sejak masa muda. Hampir semua gangguan jiwa pd masa muda dpt btahan sampai atau timbul lg pd mada tua. Nerosa bs berupa nerosa cemas dan depresi. Gangguan psikosomatik dpt jg blangsung sampai masa tua, ttp bbrp mjd lebih baik atau hilang sdr.

Penyakit fisik berupa DM, hipertensi dan glaucoma dpt diperhebat o/ depresi. Insomnia, anoreksia, dan konstipasi srg didapati dan tdk jarang gejala ini bd depresi.

Pengobatan bagi usila dg gangguan jiwa mempunyai tujuan umum sbb ;
1. Mengurangi penderitaan pasien agar keluhanya mjd minimal
2. Mpbaiki prilakunya dan mengurangi pselisihan antar-manusia agar keluhan lingkungan mengenai perlakunya mjd minimal
3. Mptinggi kmampuan mcr dan mptahank teman dr kedua sex dan mnunjukan perilaku sexual yg dpt dterima oleh masyarakat
4. Mengembalikan klien ke suatu pekerjaan atau kesibukan dalm batas2 sumber dayanya dan ssi intelegensinya, ketr dan peranan social yg biasa dlkk
5. Mbangkitk keinginan btindak atau berbuat sesuatu agar ia produktif dan kreatif scr optimal

Proses keperawatan
1. Pengkajian
Tujuan ; untuk menentukan kemampuan klien dalam memlihara diri sdr, melengkapi data dasar untuk mbuat rencana keperawatan, serta mberi wkt pd klien untuk bkomunikasi.
Pengkajian meliputi aspek fisik, psikis, social dan spiritual.

2. Diagnosa kep
Lansia biasanya cendrung mengalami ketidakseimbangan emosi seperti ; marah, cemas, kehilangan, depresi, sedih, kecewa, dll. Diagnosa ;
· Gangguan penyesuaian
· Ansietas
· Hambatan komunikasi verbal
· Konfusi akut
· Ketidakefektifan koping
· Ketakutan
· Kerusakan memori
· Ketidakberdayaan
· Hambatan interaksi social
· Gangguan konsep diri
· Anger
· Berduka
· dll



3. Intervensi

Kecemasan
a. Gejala cemas yg dialami o/ lansia ;
Ø Perasaan khawatir / takut yg tdk rasional akan kejadian yg akan tjd
Ø Sulit tidur sepanjang malam
Ø Rasa tegang dan cepat marah
Ø Sering mengeluh akan gejala yang ringan atau takut/khawatir thdp penyakit yg berat ; hipertensi, kanker, yang sebenarnya tidak dialaminya
Ø Sering mbayangk hal2 yg menakutkan
Ø Rasa panic thdp masalah yg ringan
Ø Bicara sembarangan
Ø Menolak ikut serta dlm tind kep
Ø Menolak makan minum
Ø Mengacauj peralatan pengobatan

b. Tidakan u mengatasi kecemasan pd lansia ;
Ø Cobalah u mdapatk dukungan klg dg rasa kasih sayang
Ø Bicaralah ttg rasa khawatir lansia dan cobalah untuk mcari penyebab yg mdasar (dg memandang lansia scr holistic)
Ø Cobalah u mengalihk penyebab dan berikan rasa aman dg penuh empati
Ø Bila penyebabnya tidak jelas dan mdasar, berikan alasan2 yg dpt dterima olehnya
Ø Konsultasikan dg dokter bila penyebabnya tdk bs dit3k atau bila telah dcoba dg berbagai cara tetappi gejala menetap

Depresi
a. Gejala 2 adalah ;
v Sering mengalami ggn tidur
v Sering kelelahan, lemas dan kurang dapat menikmati kehidupan sehari2
v Kebersihan dan kerapian diabaikan
v Mudah marah dan tersinggung
v Daya konsentrasi berkurang
v Pembicaraan ; srg bganti topic yg mengarah ke pesimis,putus asa dan bunuh diri.
v Berkurang / hilangnya nafsu makan

b. Intervensi
Disesuaikan dg masalah kep yg timbul


4. Evaluasi
a. Klien dapat menyesuaikan diri dg keadaan skr ( proses menua)
b. Bisa beradaptasi dg masalah yg ada

ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN LANSIA
DENGAN DEMENSIA


A. Mengkaji pasien lansia dengan demensia
Demensi adalah suatu keadaan dimana seseorang mengalami penurunan kemampuan daya ingat dan daya pikir tanpa adanya penurunan fungsi kesadaran.
Demensia aatu kepikunan seringkali dianggap wajar tjd pd lansia krn mrpk bagian dr proses penuaan yang normal.Faktor ketidaktahuan, baik dr pihak klg, masy, maupun pihak tenaga kes mengenai tanda dan gejala demensia, dapat menyebabk demensi sering tidak terdeteksi dan lambat ditangani.
Seiring dg meningkatnya jumlah lansia di Indonesia, masalah ini semakin sering dijumpai. Pemahaman yg benar ttg penyakit ini ptg dimiliki agar penyakit demensia dpt dideteksi dan ditangani sedini mkn.
Dimensia ditandai dengan ;

Sukar melaksanak tugas sehari2
Pelupa
Sering mengulang kata2
Tidak mengenal waktu, ruang dan tempat ; lupa minum obat
Cepat marah dan sulit diatur
Daya ingat hilang
Sulit belajar dan mengingat informasi baru
Kurang konsentrasi
Kurang kebersihan diri

10. Resiko sidera ; jatuh

Tremor
Kurang koordinasi gerak



B. Membina hubungan saling percaya dengan pasien lansia
Untuk mlkk pengkajian pada lansia denga dimensia, pertama2 saudara harus membina hubungan saling percaya dengan melakukan hal2 sbb brk ;
a. Selalu mengucapkan salam kpd pasien spt; Assalammualikum
b. Perkenalkan nama saudara dan nama panggilan termasu menyampaikan bahwa saudara adl perawat yang akan merawat pasien
c. Tanyakan pula nama pasien dan panggilan kesukaanya
d. Jelaskan tujuan saudara merawat pasien dan aktv yg akan dilakukan
e. Jelask pula kapan aktv akan dlaksanakan dan brp lama aktv tsb
f. Bersikap empati
g. Gunakn kalimat yg singkat, jelas, sedrhana dan mudah dimengerti ( hindari istilah yg tdk umum)
h. Bicara lambt, ucapkan kata dan kalimat dg jelas dan jk mberik pertanyaan beri waktu kpd pasien u memikirkan jawabanya
i. Tanya 1 pertanyaan setiap kali bertanya dan ulang pertanyaan dg kata2 yang sama
j. Volume suara ditingkatk dengan nada rendah jk ada ganggua pendengaran
k. Komunikasi verbal disertai dg nonverbal yang baik
l. Sikap berkomunikasi harus berhadapan, pertahank kontak mata, relaks dan terbuka
m. Ciptakan lingkungan yg teraupetik pd saat berkomunikasi dg pasien ; tidak berisik / rebut, ruang nyaman, cahaya dan ventilasi cukup, jarak disesuaikan, untuk meminimalkan gangguan

Untuk mengkaji pasie lansia, dpt mgunakan tehnik mengobservasi perilaku pasien dan wawancara langsung dengan pasiendan keluarganya. Observasi dapat disesuiak dg tanda dan gejala yang sudah djelask sebelumnya.
Aspek psikososial yg perl dikaji adl ; apakah pasien mengalami kebingungan, kecemsan, menunjukan afek yg albil/datar/tdk ssi.
Contoh pendokumentasian hsil pengkajian ;
Data :
Pasien sering mengulang pbicaraan, kadang thenti sejenak, tampak bingung, tdk mengenal wkt, orang dan tempat, Tdk dpt mengingat kejadian masa lalu dan saat ini, kurang konsentrasi dlm pbicaraan, tdk dpt bhitung, tdk dpt mlkk aktv sehari2, rentan tdpt kecelakaan dan kurang koordinasi gerak
Berdaasarkan tanda dan gejala yg ditemukan pd saat pengkajian, maka ditetapkan diagnosa kep
1. Gangguan proses pikir ; pikun
2. Resiko cidera ; jatuh

C. Tindakan keperawatan

1. Tindakan kep pasien lansia dimensia dg gangguan proses pikir; pikun / pelupa
a) Tindakan kep pd px
Tujuan :
b Pasien mengenal wkt, tempat dan org
c Psien dpt mlkk aktv sehari2 scr optimal
Tindakan :
a. Beri kesempatan bagi pasien untuk mengenal barang milik pribadinya missal ; pakaian, kacamata, dll
b. Beri kesempatan bg px untk mengenal wkt dengan mgunakan jam besar, kalender yg mempunyai lembar perhari denga tulisan besar
c. Beri kesempatan pd pasien u msebutkan namanya dan anggota klg tdekat
d. Beri kesempatan bg px untk mkenal dmana dia berada
e. Berikan pujian jk pasien dpt mjawab dg benar
f. Obsv kemampuan pasien unk mlkk aktv sehari2
g. Berik kesempatan bg px unk memilih aktv yg dpt dlkk
h. Bantu px u mlkk kgt yg dipilihnya
i. Beri pujian jk px dpt mlkk kgt yg dipilihnya
j. Tanyak perasaa px jk mampu mlkk kgtnya
k. Bsama px mbuat jadwal kgt sehari2

b) Tindakan kep pd klg
Tujuan ;
a. Klg dpt mengorientasikan px wkt, tempat da org
b. Klg msedikan sarana yg dibutuhkan pasien unk mlkk orientasi realitas
c. Klg mbantu px dlm mlkk aktv sehari2
Tindakan kep ;
a. Diskusikan dg klg cara2 m’orientasik wkt, t4 dan org pd px
b. Anjurk klg u msediak jam besar dan kalender dg tulisan besar
c. Diskusik dg klg kmampuan yg pernah dimilki pasien
d. Bantu klg memilih kmampuan yg bs dlkk px saat ini
e. Anjurk klg u mbantu lansia mlkk kgt ssi kmampuan yg dimilikinya
f. Anjurk klg u memantau kgt sehari2 px ssi dg jadwal yg tlah dibuat
g. Anjrk klg u mberik pujian jk px mlkk kgt ssi dg jadwal kgt yg sdh dbuat


h. Apabila px mdapat obat2an, jelask pd klg ttg obat2 tsb mcakup ;
1) Prinsip lima benar minun obat
2) Pentingnya pgunaan obat pd lansia dg dimensia
3) Akbat bila obat tdk dgunak ssi program
4) Efek samping obat dan hal2 u mhindari efek samping obat
5) Cra mdapatk obat atau berobat

D. Evaluasi
1. Pasien mampu msebutkan hari, tgl, dan tahun skr dg benar
2. Mampu menyebutkan nama org yg dikenal
3. Mampu menyebutkan tempat dimana pasin berada saat ini
4. Mampu mlkk kgt harian ssi jadwal
5. Mampu mengungkapkan perasaanya stelah mlkk kgt

Wednesday 28 September 2011

Merubah Tampilan Nokia Symbian OS menjadi Real Vista




Tampilan ponsel Symbian memang dinamis dan bisa diubah-ubah sesuai keinginan kita hanya dengan sedikit ketrampilan.Kita bisa menyisipkan berbagai macam tampilan,gaya,karakter tulisan melalui berbagai macam aplikasi yang tentunya teman-teman juga sudah mencobanya.Untuk postingan kali ini saya akan membagikan sedikit cara supaya tampilan ponsel Nokia Symbian kita bisa mirip dengan Windows Vista sehingga tampilannya sedikit lebih Oke dan tidak membosankan bukan hanya sekedar merubah tema,namun bisa sedikit merubah cara pengoperasian supaya sedikit-sedikit mirip pengoperasian windows vista.Untuk mengaplikasikan ponsel supaya seperti vista seperti ini kita hanya memerlukan sebuah aplikasi bernama Real Vista.
* Petunjuk Instalasi Real Vista Desktop :
- Untuk memulai instalasi,terlebih dahulu anda harus mempunyai aplikasi X-Plore supaya memudahkan dalam pengaturan file.
- Install terlebih dahulu aplikasi Real Vista Desktop yang dapat di download di bawah.
- Bukalah aplikasi X-Plore tersebut,buka Drive E:/Other/Real Vista Desktop
- Bukalah file bernama Real Vista Desktop v1.0 EN.swf
- Selesai,tampilan ponsel anda sudah mirip dengan Tampilan Windows Vista,bukan hanya sekedar tampilan namun juga gaya pengoperasian meskipun hanya terbatas pada fitur flash namun sedikit lebih baik daripada hanya menginstall tema.
Jika anda tertarik ingin mencobanya silahkan download aplikasinya di bawah ini,apabila aplikasi tidak bisa langsung di install di ponsel anda maka langkah sebelumnya harus di sign dengan cert & key masing-masing ponsel anda.
Link Download :ess bar
copy dan paste pada adr
http://www.ziddu.com/download/12551304/RealVistaDesktop.zip.html

Sunday 7 August 2011

ASKEP GG JIWA (HALUSINASI)

ASKEP HALUSINASI
Posted on April 16, 2008 by harnawatiaj

Perubahan Persepsi Sensori: Halusinasi Pendengaran

Pengertian

Persepsi didefinisikan sebagai suatu proses diterimanya rangsang sampai rangsang itu disadari dan dimengerti oleh penginderaan atau sensasi: proses penerimaan rangsang (Stuart, 2007).
Persepsi merupakan tanggapan indera terhadap rangsangan yang datang dari luar, dimana rangsangan tersebut dapat berupa rangsangan penglihatan, penciuman, pendengaran, pengecapan dan perabaan. Interpretasi (tafsir) terhadap rangsangan yang datang dari luar itu dapat mengalami gangguan sehingga terjadilah salah tafsir (missinterpretation). Salah tafsir tersebut terjadi antara lain karena adanya keadaan afek yang luar biasa, seperti marah, takut, excited (tercengang), sedih dan nafsu yang memuncak sehingga terjadi gangguan atau perubahan persepsi (Triwahono, 2004).
Perubahan persepsi adalah ketidakmampuan manusia dalam membedakan antara rangsang yang timbul dari sumber internal seperti pikiran, perasaan, sensasi somatik dengan impuls dan stimulus eksternal. Dengan maksud bahwa manusia masih mempunyai kemampuan dalam membandingkan dan mengenal mana yang merupakan respon dari luar dirinya. Manusia yang mempunyai ego yang sehat dapat membedakan antara fantasi dan kenyataaan. Mereka dalam menggunakan proses pikir yang logis, membedakan dengan pengalaman dan dapat memvalidasikan serta mengevaluasinya secara akurat (Nasution, 2003).
Perubahan persepsi sensori ditandai oleh adanya halusinasi. Beberapa pengertian mengenai halusinasi di bawah ini dikemukakan oleh beberapa ahli:

Halusinasi adalah pengalaman panca indera tanpa adanya rangsangan (stimulus) misalnya penderita mendengar suara-suara, bisikan di telinganya padahal tidak ada sumber dari suara bisikan itu (Hawari, 2001).
Halusinasi adalah persepsi sensorik yang keliru dan melibatkan panca indera (Isaacs, 2002).
Halusinasi adalah gangguan penyerapan atau persepsi panca indera tanpa adanya rangsangan dari luar yang dapat terjadi pada sistem penginderaan dimana terjadi pada saat kesadaran individu itu penuh dan baik. Maksudnya rangsangan tersebut terjadi pada saat klien dapat menerima rangsangan dari luar dan dari dalam diri individu. Dengan kata lain klien berespon terhadap rangsangan yang tidak nyata, yang hanya dirasakan oleh klien dan tidak dapat dibuktikan (Nasution, 2003).
Halusinasi merupakan gangguan atau perubahan persepsi dimana klien mempersepsikan sesuatu yang sebenarnya tidak terjadi. Suatu penerapan panca indra tanpa ada rangsangan dari luar. Suatu penghayatan yang dialami suatu persepsi melalui panca indra tanpa stimulus eksteren: persepsi palsu (Maramis, 2005).
Halusinasi adalah sensasi panca indera tanpa adanya rangsangan. Klien merasa melihat, mendengar, membau, ada rasa raba dan rasa kecap meskipun tidak ada sesuatu rangsang yang tertuju pada kelima indera tersebut (Izzudin, 2005).
Halusinasi adalah kesan, respon dan pengalaman sensori yang salah (Stuart, 2007).
Halusinasi pendengaran adalah mendengar suara manusia, hewan atau mesin, barang, kejadian alamiah dan musik dalam keadaan sadar tanpa adanya rangsang apapun (Maramis, 2005).
Halusinasi pendengaran adalah mendengar suara atau bunyi yang berkisar dari suara sederhana sampai suara yang berbicara mengenai klien sehingga klien berespon terhadap suara atau bunyi tersebut (Stuart, 2007).
Dari beberapa pengertian yang dikemukan oleh para ahli mengenai halusinasi di atas, maka peneliti dapat mengambil kesimpulan bahwa halusinasi adalah persepsi klien melalui panca indera terhadap lingkungan tanpa ada stimulus atau rangsangan yang nyata. Sedangkan halusinasi pendengaran adalah kondisi dimana pasien mendengar suara, terutamanya suara–suara orang yang sedang membicarakan apa yang sedang dipikirkannya dan memerintahkan untuk melakukan sesuatu.

Etiologi

Menurut Stuart (2007), faktor penyebab terjadinya halusinasi adalah:
Faktor predisposisi
1). Biologis
Abnormalitas perkembangan sistem saraf yang berhubungan dengan respon neurobiologis yang maladaptif baru mulai dipahami. Ini ditunjukkan oleh penelitian-penelitian yang berikut:
a). Penelitian pencitraan otak sudah menunjukkan keterlibatan otak yang lebih luas dalam perkembangan skizofrenia. Lesi pada daerah frontal, temporal dan limbik berhubungan dengan perilaku psikotik.
b). Beberapa zat kimia di otak seperti dopamin neurotransmitter yang berlebihan dan masalah-masalah pada system reseptor dopamin dikaitkan dengan terjadinya skizofrenia.
c). Pembesaran ventrikel dan penurunan massa kortikal menunjukkan terjadinya atropi yang signifikan pada otak manusia. Pada anatomi otak klien dengan skizofrenia kronis, ditemukan pelebaran lateral ventrikel, atropi korteks bagian depan dan atropi otak kecil (cerebellum). Temuan kelainan anatomi otak tersebut didukung oleh otopsi (post-mortem).

2). Psikologis
Keluarga, pengasuh dan lingkungan klien sangat mempengaruhi respon dan kondisi psikologis klien. Salah satu sikap atau keadaan yang dapat mempengaruhi gangguan orientasi realitas adalah penolakan atau tindakan kekerasan dalam rentang hidup klien.

3). Sosial Budaya
Kondisi sosial budaya mempengaruhi gangguan orientasi realita seperti: kemiskinan, konflik sosial budaya (perang, kerusuhan, bencana alam) dan kehidupan yang terisolasi disertai stress.

Faktor Presipitasi
Secara umum klien dengan gangguan halusinasi timbul gangguan setelah adanya hubungan yang bermusuhan, tekanan, isolasi, perasaan tidak berguna, putus asa dan tidak berdaya. Penilaian individu terhadap stressor dan masalah koping dapat mengindikasikan kemungkinan kekambuhan (Keliat, 2006).
Menurut Stuart (2007), faktor presipitasi terjadinya gangguan halusinasi adalah:
1). Biologis
Gangguan dalam komunikasi dan putaran balik otak, yang mengatur proses informasi serta abnormalitas pada mekanisme pintu masuk dalam otak yang mengakibatkan ketidakmampuan untuk secara selektif menanggapi stimulus yang diterima oleh otak untuk diinterpretasikan.
2). Stress lingkungan
Ambang toleransi terhadap stress yang berinteraksi terhadap stressor lingkungan untuk menentukan terjadinya gangguan perilaku.
3). Sumber koping
Sumber koping mempengaruhi respon individu dalam menanggapi stressor.

Gejala Halusinasi

Menurut Hamid (2000), perilaku klien yang terkait dengan halusinasi adalah sebagai berikut:

Bicara sendiri.
Senyum sendiri.
Ketawa sendiri.
Menggerakkan bibir tanpa suara.
Pergerakan mata yang cepat
Respon verbal yang lambat
Menarik diri dari orang lain.
Berusaha untuk menghindari orang lain.
Tidak dapat membedakan yang nyata dan tidak nyata.
Terjadi peningkatan denyut jantung, pernapasan dan tekanan darah.
Perhatian dengan lingkungan yang kurang atau hanya beberapa detik.
Berkonsentrasi dengan pengalaman sensori.
Sulit berhubungan dengan orang lain.
Ekspresi muka tegang.
Mudah tersinggung, jengkel dan marah.
Tidak mampu mengikuti perintah dari perawat.
Tampak tremor dan berkeringat.
Perilaku panik.
Agitasi dan kataton.
Curiga dan bermusuhan.
Bertindak merusak diri, orang lain dan lingkungan.
Ketakutan.
Tidak dapat mengurus diri.
Biasa terdapat disorientasi waktu, tempat dan orang.

Menurut Stuart dan Sundeen (1998) yang dikutip oleh Nasution (2003), seseorang yang mengalami halusinasi biasanya memperlihatkan gejala-gejala yang khas yaitu:

Menyeringai atau tertawa yang tidak sesuai.
Menggerakkan bibirnya tanpa menimbulkan suara.
Gerakan mata abnormal.
Respon verbal yang lambat.
Diam.
Bertindak seolah-olah dipenuhi sesuatu yang mengasyikkan.
Peningkatan sistem saraf otonom yang menunjukkan ansietas misalnya peningkatan nadi, pernafasan dan tekanan darah.
Penyempitan kemampuan konsenstrasi.
Dipenuhi dengan pengalaman sensori.
Mungkin kehilangan kemampuan untuk membedakan antara halusinasi dengan realitas.
Lebih cenderung mengikuti petunjuk yang diberikan oleh halusinasinya daripada menolaknya.
Kesulitan dalam berhubungan dengan orang lain.
Rentang perhatian hanya beberapa menit atau detik.
Berkeringat banyak.
Tremor.
Ketidakmampuan untuk mengikuti petunjuk.
Perilaku menyerang teror seperti panik.
Sangat potensial melakukan bunuh diri atau membunuh orang lain.
Kegiatan fisik yang merefleksikan isi halusinasi seperti amuk dan agitasi.
Menarik diri atau katatonik.
Tidak mampu berespon terhadap petunjuk yang kompleks.
Tidak mampu berespon terhadap lebih dari satu orang.

Jenis-Jenis Halusinasi

Menurut Stuart (2007) halusinasi terdiri dari tujuh jenis. Penjelasan secara detail mengenai karakteristik dari setiap jenis halusinasi terdapat pada tabel 1.

Jenis Halusinasi

Pendengaran
Mendengar suara atau kebisingan, paling sering suara orang. Suara berbentuk kebisingan yang kurang jelas sampai kata-kata yang jelas berbicara tentang klien, bahkan sampai pada percakapan lengkap antara dua orang yang mengalami halusinasi. Pikiran yang terdengar dimana klien mendengar perkataan bahwa klien disuruh untuk melakukan sesuatu kadang dapat membahayakan.

Penglihatan
Stimulus visual dalam bentuk kilatan cahaya, gambar geometris, gambar kartun, bayangan yang rumit atau kompleks. Bayangan bias yang menyenangkan atau menakutkan seperti melihat monster.

Penghidu
Membaui bau-bauan tertentu seperti bau darah, urin, dan feses umumnya bau-bauan yang tidak menyenangkan. Halusinasi penghidu sering akibat stroke, tumor, kejang, atau dimensia.

Pengecapan
Merasa mengecap rasa seperti rasa darah, urin atau feses.

Perabaan
Mengalami nyeri atau ketidaknyamanan tanpa stimulus yang jelas. Rasa tersetrum listrik yang datang dari tanah, benda mati atau orang lain.

Cenestetik
Merasakan fungsi tubuh seperti aliran darah di vena atau arteri, pencernaan makan atau pembentukan urine.

Kinistetik
Merasakan pergerakan sementara berdiri tanpa bergerak.

Tahapan halusinasi

Tahapan terjadinya halusinasi terdiri dari 4 fase menurut Stuart dan Laraia (2001) dan setiap fase memiliki karakteristik yang berbeda, yaitu:

Fase I : Klien mengalami perasaan mendalam seperti ansietas, kesepian, rasa bersalah dan takut serta mencoba untuk berfokus pada pikiran yang menyenangkan untuk meredakan ansietas. Di sini klien tersenyum atau tertawa yang tidak sesuai, menggerakkan lidah tanpa suara, pergerakan mata yang cepat, diam dan asyik sendiri.
Fase II : Pengalaman sensori menjijikkan dan menakutkan. Klien mulai lepas kendali dan mungkin mencoba untuk mengambil jarak dirinya dengan sumber yang dipersepsikan. Disini terjadi peningkatan tanda-tanda sistem saraf otonom akibat ansietas seperti peningkatan tanda-tanda vital (denyut jantung, pernapasan dan tekanan darah), asyik dengan pengalaman sensori dan kehilangan kemampuan untuk membedakan halusinasi dengan realita.
Fase III : Klien berhenti menghentikan perlawanan terhadap halusinasi dan menyerah pada halusinasi tersebut. Di sini klien sukar berhubungan dengan orang lain, berkeringat, tremor, tidak mampu mematuhi perintah dari orang lain dan berada dalam kondisi yang sangat menegangkan terutama jika akan berhubungan dengan orang lain.
Fase IV : Pengalaman sensori menjadi mengancam jika klien mengikuti perintah halusinasi. Di sini terjadi perilaku kekerasan, agitasi, menarik diri, tidak mampu berespon terhadap perintah yang kompleks dan tidak mampu berespon lebih dari 1 orang. Kondisi klien sangat membahayakan.

Rentang respon halusinasi.

Menurut Stuart dan Laraia (2001), halusinasi merupakan salah satu respon maladaptif individu yang berada dalam rentang respon neurobiologi. Rentang respon tersebut digambarkan pada gambar 2 di bawah ini.

Rentang respon neurobiologi pada gambar 2 dapat dijelaskan sebagai berikut:

Pikiran logis: yaitu ide yang berjalan secara logis dan koheren.
Persepsi akurat: yaitu proses diterimanya rangsang melalui panca indra yang didahului oleh perhatian (attention) sehingga individu sadar tentang sesuatu yang ada di dalam maupun di luar dirinya.
Emosi konsisten: yaitu manifestasi perasaan yang konsisten atau afek keluar disertai banyak komponen fisiologik dan biasanya berlangsung tidak lama.
Perilaku sesuai: perilaku individu berupa tindakan nyata dalam penyelesaian masalah masih dapat diterima oleh norma-norma social dan budaya umum yang berlaku.
Hubungan social harmonis: yaitu hubungan yang dinamis menyangkut hubungan antar individu dan individu, individu dan kelompok dalam bentuk kerjasama.
Proses pikir kadang terganggu (ilusi): yaitu menifestasi dari persepsi impuls eksternal melalui alat panca indra yang memproduksi gambaran sensorik pada area tertentu di otak kemudian diinterpretasi sesuai dengan kejadian yang telah dialami sebelumnya.
Emosi berlebihan atau kurang: yaitu menifestasi perasaan atau afek keluar berlebihan atau kurang.
Perilaku tidak sesuai atau biasa: yaitu perilaku individu berupa tindakan nyata dalam penyelesaian masalahnya tidak diterima oleh norma – norma social atau budaya umum yang berlaku.
Perilaku aneh atau tidak biasa: perilaku individu berupa tindakan nyata dalam menyelesaikan masalahnya tidak diterima oleh norma-norma sosial atau budaya umum yang berlaku.
Menarik diri: yaitu percobaan untuk menghindari interaksi dengan orang lain, menghindari hubungan dengan orang lain.
Isolasi sosial: menghindari dan dihindari oleh lingkungan sosial dalam berinteraksi.

Berdasarkan gambar diketahui bahwa halusinasi merupakan respon persepsi paling maladaptif. Jika klien sehat, persepsinya akurat, mampu mengidentifikasi dan menginterpretasikan stimulus berdasarkan informasi yang diterima melalui panca indra (pendengaran, penglihatan, penghidu, pengecapan, dan perabaan), sedangkan klien dengan halusinasi mempersepsikan suatu stimulus panca indra walaupun sebenarnya stimulus itu tidak ada.

Konsep Dasar Keperawatan

Menurut Carpenito (1996) dikutip oleh Keliat (2006), pemberian asuhan keperawatan merupakan proses terapeutik yang melibatkan hubungan kerjasama antara perawat dengan klien, keluarga atau masyarakat untuk mencapai tingkat kesehatan yang optimal. Asuhan keperawatan juga menggunakan pendekatan proses keperawatan yang terdiri dari pengkajian menentukan masalah atau diagnosa, menyusun rencana tindakan keperawatan, implementasi dan evaluasi.

Pengkajian

Menurut Stuart dan Laraia (2001), pengkajian merupakan tahapan awal dan dasar utama dari proses keperawatan. Tahap pengkajian terdiri atas pengumpulan data meliputi data biologis, psikologis, sosial dan spiritual. Data pada pengkajian kesehatan jiwa dapat dikelompokkam menjadi faktor predisposisi, faktor presipitasi, penilaian terhadap stressor, sumber koping dan kemampuan koping yang dimiliki klien.

Berbagai aspek pengkajian sesuai dengan pedoman pengkajian umum, pada formulir pengkajian proses keperawatan. Pengkajian menurut Keliat (2006) meliputi beberapa faktor antara lain:

Identitas klien dan penanggung
Yang perlu dikaji yaitu: nama, umur, jenis kelamin, agama, suku, status, pendidikan, pekerjaan, dan alamat.

Alasan masuk rumah sakit
Umumnya klien halusinasi di bawa ke rumah sakit karena keluarga merasa tidak mampu merawat, terganggu karena perilaku klien dan hal lain, gejala yang dinampakkan di rumah sehingga klien dibawa ke rumah sakit untuk mendapatkan perawatan.

Faktor predisposisi

1). Faktor perkembangan terlambat
a). Usia bayi tidak terpenuhi kebutuhan makanan, minum dan rasa aman.
b). Usia balita, tidak terpenuhi kebutuhan otonomi.
c ). Usia sekolah mengalami peristiwa yang tidak terselesaikan.
2). Faktor komunikasi dalam keluarga
a). Komunikasi peran ganda.
b). Tidak ada komunikasi.
c). Tidak ada kehangatan.
d). Komunikasi dengan emosi berlebihan.
e) . Komunikasi tertutup.
f). Orang tua yang membandingkan anak – anaknya, orang tua yang otoritas dan komplik orang tua.

3). Faktor sosial budaya
Isolasi sosial pada yang usia lanjut, cacat, sakit kronis, tuntutan lingkungan yang terlalu tinggi.

4). Faktor psikologis
Mudah kecewa, mudah putus asa, kecemasan tinggi, menutup diri, ideal diri tinggi, harga diri rendah, identitas diri tidak jelas, krisis peran, gambaran diri negatif dan koping destruktif.
5). Faktor biologis
Adanya kejadian terhadap fisik, berupa : atrofi otak, pembesaran vertikel, perubahan besar dan bentuk sel korteks dan limbik.
6). Faktor genetik
Telah diketahui bahwa genetik schizofrenia diturunkan melalui kromoson tertentu. Namun demikian kromoson yang keberapa yang menjadi faktor penentu gangguan ini sampai sekarang masih dalam tahap penelitian. Diduga letak gen skizofrenia adalah kromoson nomor enam, dengan kontribusi genetik tambahan nomor 4,8,5 dan 22. Anak kembar identik memiliki kemungkinan mengalami skizofrenia sebesar 50% jika salah satunya mengalami skizofrenia, sementara jika di zygote peluangnya sebesar 15 %, seorang anak yang salah satu orang tuanya mengalami skizofrenia berpeluang 15% mengalami skizofrenia, sementara bila kedua orang tuanya skizofrenia maka peluangnya menjadi 35 %.

Faktor presipitasi
Faktor –faktor pencetus respon neurobiologis meliputi:
1).Berlebihannya proses informasi pada system syaraf yang menerima dan memproses informasi di thalamus dan frontal otak.
2).Mekanisme penghataran listrik di syaraf terganggu (mekanisme penerimaan abnormal).
3). Adanya hubungan yang bermusuhan, tekanan, isolasi, perasaan tidak berguna, putus asa dan tidak berdaya.

Menurut Stuart (2007), pemicu gejala respon neurobiologis maladaptif adalah kesehatan, lingkungan dan perilaku seperti yang tercantum pada tabel 2 di dibawah ini:

Tabel 2. Faktor pemicu gejala respon neurobiologis halusinasi (Stuart, 2007).

Faktor pemicu
Respon neurobiologis
Kesehatan
Nutrisi dan tidur kurang, ketidaksiembangan irama sirkardian, kelelahan dan infeksi, obat-obatan system syaraf pusat, kurangnya latihan dan hambatan untuk menjangkau pelayanan kesehatan.
Lingkungan

Lingkungan sekitar yang memusuhi, masalah dalam rumah tangga, kehilangan kebebasan hidup dalam melaksanakan pola aktivitas sehari-hari, sukar dalam berhubungan dengan orang lain, isoalsi social, kurangnya dukungan social, tekanan kerja (kurang terampil dalam bekerja), stigmasasi, kemiskinan, kurangnya alat transportasi dan ketidakmamapuan mendapat pekerjaan.
Sikap
Merasa tidak mampu (harga diri rendah), putus asa (tidak percaya diri), merasa gagal (kehilangan motivasi menggunakan keterampilan diri), kehilangan kendali diri (demoralisasi), merasa punya kekuatan berlebihan, merasa malang (tidak mampu memenuhi kebutuhan spiritual), bertindak tidak seperti orang lain dari segi usia maupun kebudayaan, rendahnya kemampuan sosialisasi, perilaku agresif, perilaku kekerasan, ketidakadekuatan pengobatan dan ketidak adekuatan penanganan gejala.

3). Perilaku
Respon perilaku klien terhadap halusinasi dapat berupa curiga, ketakutan, rasa tidak aman, gelisah, bingung, perilaku merusak diri, kurang perhatian, tidak mampu mengambil keputusan, bicara inkoheren, bicara sendiri, tidak membedakan yang nyata dengan yang tidak nyata.
Perilaku klien yang mengalami halusinasi sangat tergantung pada jenis halusinasinya. Apabila perawat mengidentifikasi adanya tanda –tanda dan perilaku halusinasi maka pengkajian selanjutnya harus dilakukan tidak hanya sekedar mengetahui jenis halusinasi saja. Validasi informasi tentang halusinasi yang diperlukan meliputi:
a). Isi halusinasi
Ini dapat dikaji dengan menanyakan suara siapa yang didengar, apa yang dikatakan suara itu, jika halusinasi audiotorik. Apa bentuk bayangan yang dilihat oleh klien, jika halusinasi visual, bau apa yang tercium jika halusinasi penghidu, rasa apa yang dikecap jika halusinasi pengecapan,dan apa yang dirasakan dipermukaan tubuh jika halusinasi perabaan.
b). Waktu dan frekuensi.
Ini dapat dikaji dengan menanyakan kepada klien kapan pengalaman halusinasi muncul, berapa kali sehari, seminggu, atau sebulan pengalaman halusinasi itu muncul. Informasi ini sangat penting untuk mengidentifikasi pencetus halusinasi dan menentukan bilamana klien perlu perhatian saat mengalami halusinasi.
c). Situasi pencetus halusinasi.
Perawat perlu mengidentifikasi situasi yang dialami sebelum halusinasi muncul. Selain itu perawat juga bias mengobservasi apa yang dialami klien menjelang munculnya halusinasi untuk memvalidasi pernyataan klien.
d). Respon Klien
Untuk menentukan sejauh mana halusinasi telah mempengaruhi klien bisa dikaji dengan apa yang dilakukan oleh klien saat mengalami pengalaman halusinasi. Apakah klien masih bisa mengontrol stimulus halusinasinya atau sudah tidak berdaya terhadap halusinasinya.

a.Pemeriksaan fisik
Yang dikaji adalah tanda-tanda vital (suhu, nadi, pernafasan dan tekanan darah), berat badan, tinggi badan serta keluhan fisik yang dirasakan klien.

Status Mental
Pengkajian pada status mental meliputi:
1).Penampilan: tidak rapi, tidak serasi dan cara berpakaian.
2). Pembicaraan: terorganisir atau berbelit-belit.
3).Aktivitas motorik: meningkat atau menurun.
4).Alam perasaan: suasana hati dan emosi.
5).Afek: sesuai atau maladaptif seperti tumpul, datar, labil dan ambivalen
6).Interaksi selama wawancara: respon verbal dan nonverbal.
7).Persepsi : ketidakmampuan menginterpretasikan stimulus yang ada sesuai dengan informasi.
8).Proses pikir: proses informasi yang diterima tidak berfungsi dengan baik dan dapat mempengaruhi proses pikir.
9).Isi pikir: berisikan keyakinan berdasarkan penilaian realistis.
10).Tingkat kesadaran: orientasi waktu, tempat dan orang.
11). Memori
a). Memori jangka panjang: mengingat peristiwa setelah lebih setahun berlalu.
b). Memori jangka pendek: mengingat peristiwa seminggu yang lalu dan pada saat dikaji.
12). Kemampuan konsentrasi dan berhitung: kemampuan menyelesaikan tugas dan berhitung sederhana.
13). Kemampuan penilaian: apakah terdapay masalah ringan sampai berat.
14). Daya tilik diri: kemampuan dalam mengambil keputusan tentang diri.
Kebutuhan persiapan pulang: yaitu pola aktifitas sehari-hari termasuk makan dan minum, BAB dan BAK, istirahat tidur, perawatan diri, pengobatan dan pemeliharaan kesehatan sera aktifitas dalam dan luar ruangan.

Mekanisme koping
1). Regresi: menjadi malas beraktifitas sehari-hari.
2). Proyeksi: menjelaskan prubahan suatu persepsi dengan berusaha untuk mengalihkan tanggung jawab kepada orang lain.
3). Menarik diri: sulit mempercayai orang lain dan asyik dengan stimulus internal.

Masalah psikososial dan lingkungan: masalah berkenaan dengan ekonomi, pekerjaan, pendidikan dan perumahan atau pemukiman.

Aspek medik: diagnosa medik dan terapi medik.

Masalah Keperawatan

Menurut Keliat (2006) masalah keperawatan yang sering terjadi pada klien halusinasi adalah:

Perubahan persepsi sensori : halusinasi pendengaran.
Resiko mencederai diri sendiri orang lain dan lingkungan.
Isolasi sosial : menarik diri.
Gangguan konsep diri : harga diri rendah.
Intoleransi aktifitas.
Defisit perawatan diri.

Pohon masalah

Klien yang mengalami halusinasi dapat kehilangan kontrol dirinya sehingga bisa membahayakan diri sendiri, orang lain maupun lingkungan. Hal ini terjadi jika halusinasi sudah sampai pada fase empat, dimana klien mengalami panik dan perilakunya dikendalikan oleh isi halusinasinya. Masalah yang menyebabkan halusinasi itu adalah harga diri rendah dan isolasi sosial, akibat rendah diri dan kurangnya berhubungan sosial maka klien menjadi menarik diri dari lingkungan (Keliat, 2006).
Berdasarkan masalah-masalah tersebut, maka dapat disusun pohon masalah sebagai berikut:

Diagnosa Keperawatan

Diagnosa keperawatan adalah penilaian teknik mengenai respon individu, keluarga, komunitas terhadap masalah kesehatan atau proses kehidupan yang aktual maupun potensial (NANDA, 2001 dikutip oleh Keliat, 2006).

Rumusan diagnosis menurut Keliat (2006) dapat berupa:

Problem (masalah): nama atau label diagnosa.
Etiology (penyebab): alasan yang dicurigai dari respon yang telah diidentifikasi dari pengkajian.
Sign dan sympton (tanda dan gejala): manifesitasi yang diidentifikasi dalam pengkajian yang menyokong diagnosa keperawatan.

Ada beberapa diagnosa keperawatan yang sering ditemukan pada klien dengan halusinasi menurut Keliat (2006) yaitu:
Resiko mencederai diri sendiri, orang lain, dan lingkungan berhubungan dengan halusinasi pendengaran.
Perubahan persepsi sensori: halusinasi pendengaran berhubungan dengan menarik diri.
Isolasi sosial: menarik diri berhubungan dengan harga diri rendah.
Defisit perawatan diri berhubungan dengan intoleransi aktifitas.

Perencanaan

Perencanaan tindakan keperawatan menurut Keliat (2006 ) terdiri dari tiga aspek yaitu tujuan umum, tujuan khusus dan intervensi keperawatan. Rencana tindakan keperawatan pada klien dengan masalah utama perubahan persepsi sensori: halusinasi pendengaran adalah sebagai berikut:

Diagnosa 1: Resiko mencederai diri sendiri orang lain dan lingkungan berhubungan dengan halusinasi pendengaran.

Tujuan umum:
Tidak terjadi perilaku kekerasan yang diarahkan kepada diri sendiri, orang lain dan lingkungan.
Tujuan khusus:
TUK 1:
Klien dapat membina hubungan saling percaya
Ekspresi wajah bersahabat, klien nampak tenang, mau berjabat tangan, membalas salam, mau duduk dekat perawat.
Intervensi:
1.1.1Bina hubungan saling percaya dengan klien dengan menggunakan/ komunikasi terapeutik yaitu sapa klien dengan ramah, baik secara verbal maupun non verbal, perkenalkan nama perawat, tanyakan nama lengkap klien dan panggilan yang disukai, jelaskan tujuan pertemuan, jujur dan menepati janji, bersikap empati dan menerima klien apa adanya.
Rasional:
Hubungan saling percaya sebagai dasar interaksi perawat dan klien.
1.1.2 Dorong klien mengungkapkan perasaannya.
Rasional:
Mengetahui masalah yang dialami oleh klien.
1.1.3 Dengarkan klien dengan penuh perhatian dan empati.
Rasional:
Agar klien merasa diperhatikan.
TUK 2:
Klien dapat mengenal halusinasinya.
2.1Klien dapat membedakan antara nyata dan tidak nyata.

Intervensi:
2.1.1 Adakan kontak sering dan singkat.
Rasional:
Menghindari waktu kosong yang dapat menyebabkan timbulnya halusinasi.
2.1.2 Observasi segala perilaku klien verbal dan non verbal yang berhubungan dengan halusinasi.
Rasional:
Halusinasi harus kenal terlebih dahulu agar intervensi efektif
2.1.3 Terima halusinasi klien sebagai hal yang nyata bagi klien, tapi tidak nyata bagi perawat.
Rasional:
Meningkatkan realita klien dan rasa percaya klien.
2.2Klien dapat menyebutkan situasi yg dapat menimbulkan dan tidak menimbulkan halusinasi.
2.2.1 Diskusikan dengan klien situasi yang menimbulkan dan tidak menimbulkan situasi.
Rasional:
Peran serta aktif klien membantu dalam melakukan intervensi keperawatan.
2.2.2Diskusikan dengan klien faktor predisposisi terjadinya halusinasi.
Rasional :
Dengan diketahuinya faktor predisposisi membantu dalam mengontrol halusinasi.
TUK 3:
Klien dapat mengontrol halusinasi.
3.1 Klien dapat menyebutkan tindakan yang dapat dilakukan apabila halusinasinya timbul.
Intervensi:
Diskusikan dengan klien tentang tindakan yang dilakukan bila halusinasinya timbul.
Rasional:
Mengetahui tindakan yang dilakukan dalam mengontrol halusinasinya.
3.2 Klien akan dapat menyebutkan cara memutuskan halusinasi yaitu dengan melawan suara itu dengan mengatakan tidak mau mendengar, lakukan kegiatan : menyapu/mengepel, minum obat secara teratur, dan lapor pada perawat pada saat timbul halusinasi.
3.2.1Diskusikan dengan klien tentang cara memutuskan halusinasinya.
Rasional:
Meningkatkan pengetahuan klien tentang cara memutuskan halusinasi.
3.2.2.Dorong klien menyebutkan kembali cara memutuskan halusinasi.
Rasional:
hasil diskusi sebagai bukti dari perhatian klien atas apa yg dijelaskan.
3.2.3.Berikan reinforcement positif atas keberhasilan klien menyebutkan kembali cara memutuskan halusinasinya.
Rasional:
Meningkatkan harga diri klien.
TUK 4:
Klien dapat memanfaatkan obat dalam mengontrol halusinanya.
4.1Klien mau minum obat dengan teratur.
Intervensi :
4.1.1Diskusikan dengan klien tentang obat untuk mengontrol halusinasinya.
Rasional:
Meningkatkan pengetahuan klien tentang fungsi obat yang diminum agar klien mau minum obat secara teratur.
TUK 5:
Klien mendapat sistem pendukung keluarga dalam mengontrol halusinasinya.
5.1Klien mendapat sistem pendukung keluarga.
Intervensi:
5.1.1Kaji kemampuan keluarga tentang tindakan yg dilakukan dalam merawat klien bila halusinasinya timbul.
Rasional :
Mengetahui tindakan yang dilakukan oleh keluarga dalam merawat klien.
5.1.2Diskusikan juga dengan keluarga tentang cara merawat klien yaitu jangan biarkan klien menyendiri, selalu berinteraksi dengan klien, anjurkan kepada klien untuk rajin minum obat, setelah pulang kontrol 1 x dalam sebulan.
Rasional:
Meningkatkan pengetahuan keluarga tentang cara merawat klien.

a.Diagnosa 2: perubahan persepsi sensori; halusinasi pendengaran berhubungan dengan menarik diri.
1).Tujuan umum:
Klien dapat berhubungan dengan orang lain untuk mencegah timbulnya halusinasi.
Tujuan khusus:
TUK 1:
Klien dapat membina hubungan saling percaya.
1.1Ekspresi wajah bersahabat, klien nampak tenang, mau berjabat tangan, membalas salam, mau duduk dekat perawat.
Intervensi:
1.1.1Bina hubungan saling percaya dengan klien dengan menggunakan/ komunikasi terapeutik yaitu sapa klien dengan ramah, baik secara verbal maupun non verbal, perkenalkan nama perawat, tanyakan nama lengkap klien dan panggilan yang disukai, jelaskan tujuan pertemuan, jujur dan menepati janji, bersikap empati dan menerima klien apa adanya.
Rasional:
Hubungan saling percaya sebagai dasar interaksi perawat dan klien.
1.1.2Dorong klien mengungkapkan perasaannya.
Rasional:
Mengetahui masalah yang dialami oleh klien.
1.1.3Dengarkan klien dengan penuh perhatian dan empati
Rasional :
Agar klien merasa diperhatikan.
TUK 2:
Klien dapat mengenal penyebab menarik diri.
2.1 Klien dapat menyebutkan penyebab menarik diri pada dirinya.
Intervensi:
2.1.1Kaji Pengetahuan klien tentang perilaku menarik diri.

Rasional:
Untuk mengetahui tingkat pengetahuan klien tentang menarik diri.
2.1.2Dorong klien untuk menyebutkan kembali penyebab menarik diri.
Rasional:
Membantu mengetahui penyebab menarik diri sehingga membantu dlm melaksanakan intervensi selanjutnya.
2.1.3Beri reinforcement positif atas keberhasilan klien dalam mengungkapkan penyebab menarik diri.
Rasional:
Meningkatkan harga diri klien.
TUK 3:
Klien dapat mengetahui manfaat berhubungan dengan orang lain.
3.1Klien dapat mengungkapkan keuntungan berhubungan dengan orang lain.
Intervensi:
Diskusikan bersama klien manfaat berhubungan dengan orang lain.
Rasional:
Meningkatkan pengetahuan klien tentang manfaat berhubungan dengan orang lain.
3.1.2 Dorong klien untuk menyebutkan kembali manfaat berhubungan dengan orang lain.
Rasional:
Mengetahui tingkat pemahaman klien tentang informasi yg diberikan.
3.1.3 Beri reinforcement positif atas keberhasilan klien menyebutkan kembali manfaat berhubungan dengan orang lain.
Rasional:
Meningkatkan harga diri klien.
TUK 4:
Klien dapat berhubungan dengan orang lain secara bertahap.
4.1Klien dapat menyebutkan cara berhubungan dengan orang lain secara bertahap.
Intervensi:
4.1.1 Dorong klien untuk berhubungan dengan orang lain.
Rasional:
Mencegah timbulnya halusinasi.
4.1.2 Diskusikan dengan klien cara berhubungan dengan orang lain secara bertahap.
Rasional:
Meningkatkan pengetahuan klien cara yang yg dilakukan dalam berhubungan dengan orang lain.
4.1.3 Beri reinforcement atas keberhasilan yg dilakukan.
Rasional:
Meningkatkan harga diri klien.
TUK 5 :
Klien dapat mengungkapkan perasaannya setelah berhubungan dengan orang lain.
5..1Klien dapat mengungkapkan perasaannya setelah berhubungan dengan orang lain.
Intervensi :
5.1.1 Dorong klien untuk mengungkapkan perasaannya berhubungan dengan orang lain.
Rasional:
Untuk mengetahui perasaan klien setelah berhubungan dengan orang lain.
5.1.2 Diskusikan dengan klien tentang manfaat berhubungan dengan orang lain.
Rasional:
Mengetahui pengetahuan klien tentang manfaat berhubungan dengan orang lain.
5.1.3 Berikan reinforcement positif atas kemampuan klien mengungkapkan perasaan manfaat berhubungan orang lain.
Rasional:
Meningkatkan harga diri klien.
TUK 6:
Klien dapat memberdayakan sistem pendukung atau keluarga.
6.1 Keluarga dapat menjelaskan cara merawat klien yang menarik diri.
Intervensi:
6.1.1 Bina hubungan saling percaya dengan keluarga.
Rasional:
Agar terbina rasa percaya keluarga kepada perawat.
6.1.2 Diskusikan dengan anggota keluarga perilaku menarik diri, penyebab perilaku menarik diri dab cara keluarga menghadapi klien.
Rasional:
Meningkatkan pengetahuan keluarga tentang menarik diri dan cara merawatnya.
6.1.3 Anjurkan kepada keluarga secara rutin dan bergantian datang menjenguk klien (1 x seminggu).
Rasional:
Agar klien merasa diperhatikan.

b.Diagnosa 3: isolasi sosial; menarik diri berhubungan dengan harga diri rendah.

1) Tujuan umum:
Klien dapat berhubungan dengan orang lain tanpa merasa rendah diri.
2). Tujuan khusus:
TUK 1:
Klien dapat membina hubungan saling percaya.
1.2Ekspresi wajah bersahabat, klien nampak tenang, mau berjabat tangan, membalas salam, mau duduk dekat perawat.
Intervensi:
1.2.1Bina hubungan saling percaya dengan klien dengan menggunakan/ komunikasi terapeutik yaitu sapa klien dengan ramah, baik secara verbal maupun non verbal, perkenalkan nama perawat, tanyakan nama lengkap klien dan panggilan yang disukai, jelaskan tujuan pertemuan, jujur dan menepati janji, bersikap empati dan menerima klien apa adanya.
Rasional:
Hubungan saling percaya sebagai dasar interaksi perawat dan klien.
1.2.2 Dorong klien mengungkapkan perasaannya.
Rasional:
Mengetahui masalah yang dialami oleh klien.
1.2.3 Dengarkan klien dengan penuh perhatian dan empati.
Rasional:
Agar klien merasa diperhatikan.
TUK 2 :
Klien dapat mengidenfikasi kemampuan dan sisi positif yang dimiliki.
2.1 Klien dapat menyebutkan cita-cita dan harapan sesuai dengan kemampuannya.

Intervensi:
2.1.1Diskusikan dengan klien tentang ideal dirinya : apa harapan klien bila pulang nanti dan apa yg menjadi cita-citanya.
Rasional:
Untuk mengetahui sampai dimana realitas dari harapan klien.
2.1.2Bantu klien mengembangkan antara keinginan dengan kemampuan yang dimilikinya.
Rasional:
Membantu klien membentuk harapan yang realitas.
TUK 3:
Klien dapat menyebutkan keberhasilan yang pernah dialaminya.
3.1 Klien dapat mengevaluasi dirinya.
Intervensi:
Diskusikan dengan klien keberhasilan yg pernah dialaminya.
Rasional:
Mengingatkan klien bahwa tidak selamanya dia gagal.
3.2 Klien dapat menyebutkan kegagalan yang pernah terjadi pada dirinya
3.2.1 Diskusikan dengan klien kegagalan yang pernah terjadi pada dirinya.
Rasional:
Mengetahui sejauh mana kegagalan yg dialami oleh klien.
3.2.2 Beri reinforcement positif atas kemampuan klien menyebutkan keberhasilan dan kegagalan yang pernah dialaminya.
Rasional:
Meningkatkan harga diri klien.
TUK 4:
Klien dapat membuat rencana yang realistis.
4.1 Klien dapat menyebutkan tujuan yang ingin dicapai.

Intervensi:
4.1.1 Bantu klien merumuskan tujuan yang ingin di capai.
Rasional:
Agar klien tetap realistis dengan kemampuan yang dimilikinya.
4.2 Klien dapat membuat keputusan dalam mencapai tujuan.
4.2.1 Motivasi klien untuk melakukan kegiatan yang telah dipilih.
Rasional:
Menghargai keputusan yang dipilih oleh klien.
4.2.2 Berikan pujian atas keberhasilan yang telah dilakukan.
Rasional:
Meningkatkan harga diri.
TUK 5:
Klien dapat memanfaatkan system pendukung keluarga.
5.1 Keluarga memberi dukungan dan ujian.
Intervensi:
5.1.1 Beri pendidikan kesehatan pada keluarga tentan cara merawat klien dengan harga diri rendah.
Rasional:
Untuk meningkatkan pengetahuan keluarga tentang cara merawat klien dengan harga diri rendah.
5.1.2 Bantu keluarga memberikan dukungan selama klien dirawat.
Rasional :
Support system keluarga akan sangat berpengaruh dalam mempercepat penyembuhan klien.
5.2 Keluarga memahami jadwal kegiatan harian klien.
5.2.1 Bantu keluarga menyiapkan lingkungan di rumah.
Rasional:
Meningkatkan peran serta keluarga dalam merawat klien di rumah.
5.2.2 Jelaskan cara pelaksanaan jadwal kegiatan klien di rumah.
Rasional:
Untuk meningkatkan pengetahuan keluarga tentang perawatan klien di rumah.
5.2.3 Anjurkan memberi pujian pada klien setiap berhasil.
Rasional:
Meningkatkan harga diri klien.

c.Diagnosa 4: defisit perawatan diri berhubungan dengan intoleransi aktifitas.
1). Tujuan umum:
Klien dapat meningkatkan motivasi dalam mempertahankan kebersihan diri.
2). Tujuan khusus:

TUK 1:
Klien dapat membina hubungan saling percaya.
1.1.Ekspresi wajah bersahabat, klien nampak tenang, mau berjabat tangan, membalas salam, mau duduk dekat perawat.
Intervensi:
1.1.1.Bina hubungan saling percaya dengan klien dengan menggunakan/ komunikasi terapeutik yaitu sapa klien dengan ramah, baik secara verbal maupun non verbal, perkenalkan nama perawat, tanyakan nama lengkap klien dan panggilan yang disukai, jelaskan tujuan pertemuan, jujur dan menepati janji, bersikap empati dan menerima klien apa adanya.
Rasional:
Hubungan saling percaya sebagai dasar interaksi perawat dan klien.
1.1.2 Dorong klien mengungkapkan perasaannya.
Rasional:
Mengetahui masalah yang dialami oleh klien.
1.1.3 Dengarkan klien dengan penuh perhatian dan empati.
Rasional:
Agar klien merasa diperhatikan.
TUK 2 :
Klien dapat mengenal pentingnya perawatan diri.
2.1 Klien dapat menyebutkan tanda kebersihan diri yaitu badan tidak bau, rambut rapi, bersih dan tidak bau, gigi bersih dan tidak bau, baju rapi tidak bau, kuku pendek.
Intervensi:
2.1.1 Diskusikan bersama klien pentingnya kebersihan diri dengan cara menjelaskan pengertian tentang aarti bersih dan tanda-tanda bersih.
Rasional:
Meningkatkan pemahaman klien tentang kebersihan diri.
2.1.2 Dorong klien untuk menyebutkan kembali tanda-tanda kebersihan diri.
Rasional:
Mengetahui pemahaman klien ttg kebersihan diri.
2.1.3 Berikan pujian atas kemampuan klien menyebutkan kembali tanda-tanda kebersihan diri.
Rasional:
Meningkatkan harga diri klien.
2.2 Klien dapat menyebutkan tentang pentingnya dalam perawatan diri, memberi rasa segar, mencegah penyakit mulut dan memberikan rasa nyaman.
2.2.1 Beri penjelasan kepada klien tentang pentingnya dalam melakukan perawatan diri.
Rasional:
Meningkatkan pemahaman klien tentang kebersihan diri.
2.2.2 Dorong klien untuk menyebutkan kembali manfaat dalam melakukan perawatan diri.
Rasional:
Mengetahui pemahaman informasi yang telah diberikan.
2.2.3 Berikan pujian atas keberhasilan klien menyebutkan kembali manfaat perawatan diri.
Rasional:
Meningkatkan harga diri klien.
2.3 Klien dapat menjelaskan cara merawat diri yaitu mandi 2 x sehari, pakai sabun , gosok gigi minimal 2 x sehari , cuci rambut 2- 3 x sehari dan ganti pakaian 1 x sehari.

TUK 3:
Klien dapat melakukan kebersihan diri secara mandiri maupun bantuan perawat.
3.1 Klien berusaha untuk memelihara kebersihan diri.
Intervensi:
3.1.1 Motivasi dan bimbingan klien untuk memelihara kebersihan diri.
Rasional:
Agar klien melaksanakan kebersihan diri.
3.1.2 Anjurkan untuk mengganti baju.
Rasional:
Memberikan kesegaran.
TUK 4:
Klien dapat mempertahankan kebersihan diri secara mandiri.
4.1 Klien selalu rapi dan bersih.
Intervensi:
4.1.1 Beri Reinforcement positif jika klien berhasil melakukan kebersihan diri.
Rasional:
Meningkatkan harga diri sendiri.
TUK 5:
Klien mendapat dukungan keluarga dalam melakukan kebersihan diri
5.1 Keluarga selalu mengingat hal-hal yang berhubungan dengan kebersihan diri.
Intervensi:
5.1.1 Jelaskan pada keluarga tentang penyebab kurang minatnya klien menjaga kebersihan diri.
Rasional:
Untuk memberi penjelasan kepada keluarga tentang penyebab kurangnya kebersihan pada klien.
5.1.2 Diskusikan bersama keluarga tentang tindakan yang dilakukan klien selama di RS dalam menjaga kebersihan.
Rasional:
Klien dapat mengetahui tentang tindakan perawatan diri yang mampu dilakukan oleh klien.

Implementasi

Menurut Keliat (2006), implementasi keperawatan disesuaikan dengan rencana tindakan keperawatan dengan memperhatikan dan mengutamakan masalah utama yang aktual dan mengancam integritas klien beserta lingkungannya. Sebelum melaksanakan tindakan keperawatan yang sudah direncanakan, perawat perlu memvalidasi apakah rencana tindakan keperawatan masih dibutuhkan dan sesuai dengan kondisi klien pada saat ini (here and now). Hubungan saling percaya antara perawat dengan klien merupakan dasar utama dalam pelaksanaan tindakan keperawatan.

Evaluasi

Evaluasi menurut Keliat (2006) adalah proses yang berkelanjutan untuk menilai efek dari tindakan keperawatan kepada klien. Evaluasi dilakukan terus menerus pada respon klien terhadap tindakan keperawatan yang dilaksanakan. Evaluasi dapat dibagi menjadi dua jenis yaitu evaluasi proses atau formatif yang dilakukan tiap selesai melakukan tindakan keperawatan dan evaluasi hasil atau sumatif yang dilakukan dengan membandingkan respons klien dengan tujuan yang telah ditentukan.

Evaluasi dapat dilakukan dengan menggunakan pendekatan SOAP dengan penjelasan sebagai berikut:

S : Respon subjektif klien terhadap tindakan keperawatan yang diberikan. Dapat diukur dengan menanyakan pertanyaan sederhana terkait dengan tindakan keperawatan seperti “coba bapak sebutkan kembali bagaimana cara mengontrol atau memutuskan halusinasi yang benar?”.
O : Respon objektif dari klien terhadap tindakan keperawatan yang telah diberikan. Dapat diukur dengan mengobservasi perilaku klien pada saat tindakan dilakukan.
A : Analisis ulang atas data subjektif dan objektif untuk menyimpulkan apakah masalah masih tetap atau muncul masalah baru atau ada data yang kontradiksi dengan masalah yang ada. Dapat pula membandingkan hasil dengan tujuan.
P : Perencanaan atau tindak lanjut berdasarkan hasil analisa pada respon klien yang terdiri dari tindak lanjut klien dan tindak lanjut perawat. Rencana tindak lanjut dapat berupa:

a.Rencana diteruskan, jika masalah tidak berubah.
b.Rencana dimodifikasi jika masalah tetap, semua tindakan sudah dijalankan tetapi hasil belum memuaskan.
c.Rencana dibatalkan jika ditemukan masalah baru dan bertolak belakang dengan masalah yang ada serta diagnosa lama diberikan.

Hasil yang diharapkan pada asuhan keperawatan klien dengan halusinasi adalah:

a.Klien mampu memutuskan halusinasi dengan berbagai cara yang telah diajarkan.
b.Klien mampu mengetahui tentang halusinasinya.
c.Meminta bantuan atau partisipasi keluarga.
d.Mampu berhubungan dengan orang lain.
e.Menggunakan obat dengan benar.
f.Keluarga mampu mengidentifikasi gejala halusinasi.
g.Keluarga mampu merawat klien di rumah dan mengetahui tentang cara mengatasi halusinasi serta dapat mendukung kegiatan-kegiatan klien.

Sumber:
1.Hamid, Achir Yani. (2000). Buku Pedoman Askep Jiwa-1 Keperawatan Jiwa Teori dan Tindakan Keperawatan. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
2.Hawari, Dadang. (2001). Pendekatan Holistik pada gangguan Jiwa Skizofrenia. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
3.Isaacs, Ann. (2005). Keperawatan Kesehatan Jiwa dan Psikiatri. Edisi 3. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
4.Keliat, Budi Anna. (2006) Proses keperawatan kesehatan jiwa. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
5.Maramis, W. F. (2005). Ilmu Kedokteran Jiwa. Edisi 9. Surabaya: Airlangga University Press.
6.Townsend, Mary. C. (2000). Psychiatric Mental Health Nursing Concepts Of Care. Edisi 3. Philadelphia: F. A. Davis Company
7.Stuart dan Laraia. (2001). Principle and Practice Of Psychiatric Nursing. edisi 6. St. Louis: Mosby Year Book.
 
TOP