Loading...

Wednesday 30 May 2012

ASKEP KEGANASAN TULANG

ASKEP KEGANASAN TULANG

Asuhan keperawataan tentang Keganasan Tulang yang meliputi tumor tulang
Macam-macam bentuk neoplasma pada system musculoskeletal:
-Tumor osteogenik
-Konrogenik
-Fibrogenik
-Rabdomiogenik
-Tumor saraf

Tumor tulang dibagi menjadi 3:
1. Tumor tulang benigna
Tumor tulang benigna biasanya tumbuh lambat dan berbatas-batas, gejalanya sedikit, dan tidak menyebabkan kematian. Tumor tulang meliputi:
-Kista tulang
Merupakan lesi yang invasive dalam tulang
-Osteokondroma
Biasanya terjadi sebagai tonjolan tulang besar pada ujung tulang panjang (pada lutut/bahu)
-Enkondroma
Merupakan tumor tulang yang sering pada karilago hialin yang tumbuh di tangan, rusuk, femur, tibia, humerus/pelvis. Gejala satu-satunya adalah linu yang ringan.
-Osteoid osteoma
Merupakan tumor nyeri yang terjadi pada anak-anak dan dewasa muda.
-Tumor sel raksasa (osteoklastoma)
Tumor benigna selama beberapa waktu tetapi dapat mengatasi jaringan local dan menyebabkan destruksi. Bersifat lunak dan hemoragis.

2. Tumor tulang maligna
Tumor musculoskeletal maligna primer tumbuh dari sel jaringan ikat dan penyokong (sarcoma) atau dari elemen sum-sum tulang (mieloma).tumor musculoskeletal maligna meliputi:
-Osteosarkoma
Tumor tulang ini yang paling sering dan fatal. Ditandai dengan metastatis hematogen awal ke paru.dan menyebabkan mortalitas tinggi.
-Kondrosarkoma (tumor maligna primer kartilago hialin)
Tempat tumor ini sering pada pelvis, rusuk, femur, humerus, vertebra, scapula dan tibia
-Sarkoma Ewing
-Fibrosarkoma
Sarcoma jaringan lunak
-Lipo sarcoma
-Fibro sarcoma jaringan lunak
-Rabdomiosarkoma

3. Kanker tulang metastatik
Tumor yang muncul dari jaringan tubuh mana saja mengatasi tulang dan menyebabkan destruksi tulang local. Tumor yang bermetastatis ketulang paling sering adalah karsinoma ginjal, prostate, paru, payudara, ovarium, dan tiroid. Dan sering menyerang kranium, vertebra, velvis, vemur dan humerus.
Pada kanker tulang metastatis ke payudara, paru dan ginjal terjadi hiperkalsemia dengan gejala kelemahan otot, keletihan, anorexia, mual, muntah, poliuria, disritmia jantung, kejang dan koma.

Patofisiologi
Adanya tumor di tulang -- reaksi tulang normal dengan respon osteolitik (destruksi tulang) atau respon osteoblastik (pembentukan tulang)

Manifestasi klinis
-Nyeri
-Kecacatan
-Adanya pertumbuhan yang jelas
-Kehilangan BB
-Malaise
-Demam

Evaluasi diagnostic
Pemeriksaan fisik, CT, pemindaian tulang, mielogram, arteriografi, MRI, biopsy, dan essai biokimia darah dan urine, dan foto sinar-x (untuk menentukan adanya metastatis paru).

Penatalaksanaan
-Eksisi bedah
Komplikasi yang mungkin muncul dari eksisi bedah termasuk infeksi, dislokasi prostesis, non union allograft, fraktur, devetalisasi kulit dan jaringan lunak, fibrosis sendi dan kekambuhan tumor.
-Radiasi

Proses keperawatan
Pengkajian
-Catat pemahaman pasien mengenai proses penyakit
-Tanyakan pada pasien dan keluarga bagaimana cara mengatasi masalah
-Tanyakan pada pasien bagaimana mengatasi nyeri

Pemeriksaan fisik
-Palpasi ukuran dan pembengkakan jaringan lunak
-Kaji nyeri tekan
-Kaji status neurovascular
-Kaji mobilitas dan kemampuan melakukan activities

Diagnosa keperawatan
a. Nyeri b/d proses patologik dan pembedahan
b. Kurang pengetahuan mengenai proses penyakit dan program therapeutic
c. Resiko terhadap cedera fraktur patologik b/d tumor
d. Koping tidak efektif b/d rasa takut tentang ketidaktahuan, persepsi tentang proses
Penyakit dan system pendukung yang tidak adekuat
e. gg. harga diri b/d hilangnya bagian tubuh/perubahan kinerja peran

Komplikasi potensial yang dapat timbul
a. penyembuhan luka lambat
b. defesiensi luka lambat
c. infeksi

Intervensi
a. Pengontrolan nyeri dengan teknik psikologik dan farmakologik
b. Berikan HE mengenai proses penyakit dan program terapi
c. Sangga tulang yang sakit dan pembatasan BB
d. Dorong klien untuk mengungkapkan rasa takut, keprihatinan, dan perasaan mereka.
e. Berikan motivasi, dorong kepercayaan diri, pengembalian konsep diri, dan perasaan dapat mengontrol hidupnya sendiri.

Menangani komplikasi potensial
a. Tekanan pada daerah luka harus diminimalkan, ubah posisi pasien sesering
mungkin, tempat tidur teurapetik
b. Berikan nutrisi yang memadai, kolaborasi anti emetika dan teknik relaksasi
c. Kolaborasi antibiotic profilaksis dan teknik balutan aseptic, hindari infeksi lain

Askep Dislokasi

BAB I
PENDAHULUAN

1.1        Latar Belakang
Dislokasi adalah terlepasnya kompresi jaringan tulang dari kesatuan sendi. Dislokasi ini dapat hanya komponen tulangnya saja yang bergeser atau terlepasnya seluruh komponen tulang dari tempat yang seharusnya (dari mangkuk sendi). Seseorang yang tidak dapat mengatupkan mulutnya kembali sehabis membuka mulutnya adalah karena sendi rahangnya terlepas dari tempatnya. Dengan kata lain: sendi rahangnya telah mengalami dislokasi.
Dislokasi yang sering terjadi pada olahragawan adalah dislokasi sendi bahu dan sendi pinggul (paha). Karena terpeleset dari tempatnya, maka sendi itupun menjadi macet. Selain macet, juga terasa nyeri. Sebuah sendi yang pernah mengalami dislokasi, ligamen-ligamennya biasanya menjadi kendor. Akibatnya, sendi itu akan gampang dislokasi lagi.
Skelet atau kerangka adalah rangkaian tulang yang mendukung dan me lindungin beberapa organ lunak, terutama dalam tengkorak dan panggul. Kerangka juga berfungsi sebagai alat ungkit pada gerakan dan menye diakan permukaan untuk kaitan otot-otot kerangka. Oleh karena fungsi tulang yang sangat penting bagi tubuh kita, maka telah semestinya tulang harus di jaga agar terhindar dari trauma atau benturan yang dapat mengakibatkan terjadinya patah tulang atau dislokasi tulang.
Dislokasi terjadi saat ligarnen rnamberikan jalan sedemikian rupa sehinggaTulang berpindah dari posisinya yang normal di dalam sendi. Dislokasi dapat disebabkan oleh faktor penyakit atau trauma karena dapatan (acquired) atau karena sejak lahir (kongenital).





1.2    Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas maka penulis dat membuat rumusan masalah yaitu sebagai berikut :
         1.   Apa Pengertian dari dislokasi?
         2.   Apa Etiologi dari dislokasi?
         3.   Bagaimanakah patofisiologis pada dislokasi?
         4.   Apa saja manifestasi dari dislokasi?
         5.   Bagaimankah penatalaksanaan nya ?
         6.   Apa saja komplikasi nya ?
         7.   Bagaimnakah Asuhan Keperawatan pada pasien dengan Anemia aplastik ?

1.3    Tujuan
Tujuan umum penulisan makalah ini adalah sebagai pemenuhan tugas Sistem muskuloskeletal yang berjudul ” Askep Dislokasi ”. Tujuan khusus penulisan makalah ini adalah menjawab pertanyaan yang telah dijabarkan pada rumusan masalah agar penulis ataupun pembaca tentang konsep skoliosis serta proses keperawatan dan pengkajiannya.






 

BAB II
KONSEP DASAR TEORI

2.1        Pengertian
Dislokasi adalah terlepasnya kompresi jaringan tulang dari kesatuan sendi. Dislokasi ini dapat hanya komponen tulangnya saja yang bergeser atau terlepasnya seluruh komponen tulang dari tempat yang seharusnya (dari mangkuk sendi). Seseorang yang tidak dapat mengatupkan mulutnya kembali sehabis membuka mulutnya adalah karena sendi rahangnya terlepas dari tempatnya. Dengan kata lain: sendi rahangnya telah mengalami dislokasi.
Dislokasi yang sering terjadi pada olahragawan adalah dislokasi sendi bahu dan sendi pinggul (paha). Karena terpeleset dari tempatnya, maka sendi itupun menjadi macet. Selain macet, juga terasa nyeri. Sebuah sendi yang pernah mengalami dislokasi, ligamen-ligamennya biasanya menjadi kendor. Akibatnya, sendi itu akan gampang dislokasi lagi.
Keadaan dimana tulang-tulang yang membentuk sendi tidak lagi berhubungan,secara anatomis (tulang lepas dari sendi) (Brunner & Suddarth)Keluarnya (bercerainya) kepala sendi dari mangkuknya, dislokasi merupakan suatu kedaruratan yang membutuhkan pertolongan segera.(Arif Mansyur, dkk. 2000)Patah tulang di dekat sendi atau mengenai sendi dapat menyebabkan patah tulang disertai luksasi sendi yang disebut fraktur dis lokasi.( Buku Ajar Ilmu Bedah, hal 1138) Berpindahnya ujung tulang patah, karena tonus otot, kontraksi cedera dan tarikan Dislokasi adalah terlepasnya kompresi jaringan tulang dari kesatuan sendi.
KLASIFIKASI
Dislokasi dapat diklasifikasikan sebagai berikut
1.      Dislokasi congenital
Terjadi sejak lahir akibat kesalahan pertumbuhan



2.      Dislokasi patologik
Akibat penyakit sendi dan atau jaringan sekitar sendi. misalnya tumor, infeksi, atau osteoporosis tulang. Ini disebabkan oleh kekuatan tulang yang berkurang
3.      Dislokasi traumatic.
Kedaruratan ortopedi (pasokan darah, susunan saraf rusak dan mengalami stress berat, kematian jaringan akibat anoksia) akibat oedema (karena mengalami pengerasan). Terjadi karena trauma yang kuat sehingga dapat mengeluarkan tulang dari jaringan disekeilingnya dan mungkin juga merusak struktur sendi, ligamen, syaraf, dan system vaskular. Kebanyakan terjadi pada orang dewasa. Berdasarkan tipe kliniknya dibagi
1.      Dislokasi Akut
Umumnya terjadi pada shoulder, elbow, dan hip. Disertai nyeri akut dan pembengkakan di sekitar sendi
2.      Dislokasi Berulang.
Jika suatu trauma Dislokasi pada sendi diikuti oleh frekuensi dislokasi yang berlanjut dengan trauma yang minimal, maka disebut dislokasi berulang. Umumnya terjadi pada shoulder joint dan patello femoral joint.Dislokasi biasanya sering dikaitkan dengan patah tulang / fraktur yang disebabkan oleh berpindahnya ujung tulang yang patah oleh karena kuatnya trauma, tonus atau kontraksi otot dan tarikan.


2.2        Etiologi
Dislokasi disebabkan oleh :
1. Cedera olah raga
Olah raga yang biasanya menyebabkan dislokasi adalah sepak bola dan hoki, serta olah raga yang beresiko jatuh misalnya : terperosok akibat bermain ski, senam, volley. Pemain basket dan pemain sepak bola paling sering mengalami dislokasi pada tangan dan jari-jari karena secara tidak sengaja menangkap bola dari pemain lain.
2.Trauma yang tidak berhubungan dengan olah raga
Benturan keras pada sendi saat kecelakaan motor biasanya menyebabkan dislokasi
3.Terjatuh
Ø  Terjatuh dari tangga atau terjatuh saat berdansa diatas lantai yang licin
Ø  Tidak diketahui
Ø  Faktor predisposisi(pengaturan posisi)
Ø  akibat kelainan pertumbuhan sejak lahir.
Ø  Trauma akibat kecelakaan.
Ø  Trauma akibat pembedahan ortopedi(ilmu yang mempelajarin tentang tulang
Ø  Terjadi infeksi disekitar sendi.


2.3        Patofisiologi
Dislokasi biasanya disebabkan oleh jatuh pada tangan .Humerus terdorong kedepan ,merobek kapsul atau menyebabkan tepi glenoid teravulsi.Kadang-kadang bagian posterolateral kaput hancur.Mesti jarang prosesus akromium dapat mengungkit kaput ke bawah dan menimbulkan luksasio erekta (dengan tangan mengarah ;lengan ini hampir selalu jatuh membawa kaput ke posisi da bawah karakoid).














Web Of Causation
 

























2.4        Manifestasi Klinis
Nyeri terasa hebat .Pasien menyokong lengan itu dengan tangan sebelahnya dan segan menerima pemeriksaan apa saja .Garis gambar lateral bahu dapat rata dan ,kalau pasien tak terlalu berotot suatu tonjolan dapat diraba tepat di bawah klavikula.

Ø  Nyeri
Ø  perubahan kontur sendi
Ø  perubahan panjang ekstremitas
Ø  kehilangan mobilitas normal
Ø  perubahan sumbu tulang yang mengalami dislokasi
Ø  deformitas
Ø  kekakuan
2.5        Penatalaksanaan
Ø  Dislokasi reduksi: dikembalikan ketempat semula dengan menggunakan anastesi jika dislokasi berat.
Ø  Kaput tulang yang mengalami dislokasi dimanipulasi dan dikembalikan ke rongga sendi.
Ø  Sendi kemudian dimobilisasi dengan pembalut, bidai, gips atau traksi dan dijaga agar tetap dalam posisi stabil.
Ø  Beberapa hari sampai minggu setelah reduksi dilakukan mobilisasi halus 3-4X sehari yang berguna untuk mengembalikan kisaran sendi
Ø  Memberikan kenyamanan dan melindungi sendi selama masa penyembuhan.

2.6        Komplikasi
Dini
Ø  Cedera saraf : saraf aksila dapat cedera ; pasien tidak dapat mengkerutkan otot deltoid dan mungkin terdapat daerah kecil yang mati rasa pada otot tesebut
Ø  Cedera pembuluh darah : Arteri aksilla dapat rusak
Ø  Fraktur disloksi
Komplikasi lanjut.
1        Kekakuan sendi bahu:Immobilisasi yang lama dapat mengakibatkan kekakuan sendi bahu, terutama pada pasien yang berumur 40 tahun.Terjadinya kehilangan rotasi lateral, yang secara otomatis membatasi abduksi
2        Dislokasi yang berulang:terjadi kalau labrum glenoid robek atau
kapsul terlepas dari bagian depan leher glenoid
3        Kelemahan otot


2.7        Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Dilokasi
A.    Pengkajian
1.      Dislokasi
Ø  Identitas Klien
Meliputi nama, jenis kelamin, umur, alamat, agama, bahasa yang dipakai, status perkawinan, pendidikan, pekerjaan, asuransi, golongan darah, no. register, tanggal MRS, diagnosa medis.
Ø  Riwayat Penyakit Sekarang
Pengumpulan data yang dilakukan untuk menentukan sebab dari disklokasi yang nantinya membantu dalam membuat rencana tindakan terhadap klien. Ini bisa berupa kronologi terjadinya penyakit.
Ø  Riwayat Penyakit Dahulu
Pada pengkajian ini ditemukan kemungkinan penyebab dislokasi, serta penyakit yang pernah diderita klien sebelumnya yang dapat memperparah keadaan klien dan menghambat proses penyembuhan.
2.      Pemeriksaan Fisik
Pada penderita Dislokasi pemeriksan fisik yang diutamakan adalah nyeri, deformitas, fungsiolesa misalnya: bahu tidak dapat endorotasi pada dislokasi anterior bahu.
B.     Diagnosa Keperawatan
-          Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan discontinuitas jaringan
-          Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan deformitas dan nyeri saat mobilisasi
-          Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d kegagalan untuk mencerna atau ketidak mampuan mencerna makanan /absorpsi nutrient yang diperlukan untuk pembentukan sel darah merah
-          Ansietas berhubungan dengan kurangnya pengetahuan tentang penyakit
-          Gangguan bodi image berhubungan dengan deformitas dan perubahan bentuk tubuh.



C.    NCP

NO
Diagnosa Keperawatan
Tujuan
Intervensi
Rasional
1.
-    Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan discontinuitas jaringan
Rasa nyeri teratasi dengan
KH :
1.      Klien tampak tidak meringis lagi.
2.      Klien tampak rileks


-          Kaji skala nyeri


-          Berikan posisi relaks pada pasien




-          Ajarkan teknik distraksi dan relaksasi

-          Berikan lingkungan yang nyaman, dan aktifitas hiburan

-          Kolaborasi pemberian analgesic

-    Mengetahui intensitas nyeri.


-    Posisi relaksasi pada pasien dapat mengalihkan focus pikiran pasien pada nyeri.

-    Tehnik relaksasi dan distraksi dapat mengurangi rasa nyeri.


-    Meningkatkan relaksasi pasien



-    Analgesic Mengurangi nyeri


2.
-          Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan deformitas dan nyeri saat mobilisasi

-      Memberikan kenyamanan dan melindungi sendi selama masa penyembuhan.

KH :
-    melaporkan peningkatan toleransi aktivitas (termasuk aktivitas sehari-hari)
-    menunjukkan penurunan tanda intolerasi fisiologis, misalnya nadi, pernapasan, dan tekanan darah masih dalam rentang normal
-          Kaji tingkat mobilisasi pasien


-          Berikan latihan ROM

-           Anjurkan penggunaan alat Bantu jika diperlukanØ

-          Monitor tonus otot

-          Membantu pasien untuk imobilisasi baik dari perawat maupun keluarga

-    menunjukkan tingkat mobilisasi pasien dan menentukan intervensi selanjutnya.


-    Memberikan latihan ROM kepada klien untuk mobilisasi
-    Alat bantu memperingan mobilisasi pasien

-    Gar mendapatkan data yang akurat

-    Dapat membnatu pasien untuk imobilisasi

3.
Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d kegagalan untuk mencerna atau ketidak mampuan mencerna makanan /absorpsi nutrient yang diperlukan untuk pembentukan sel darah merah
Kebutuhan nutrisi terpenuhi

KH :
-     Menunujukkan peningkatan /mempertahankan berat badan dengan nilai laboratorium normal.
-     Tidak mengalami tanda mal nutrisi.
-     Menununjukkan perilaku, perubahan pola hidup untuk meningkatkan dan atau mempertahankan berat badan yang sesuai.

-       Kaji riwayat nutrisi, termasuk makan yang disukai
-       Observasi dan catat masukkan makanan pasien

-       Timbang berat badan setiap hari.


-       Berikan makan sedikit dengan frekuensi sering dan atau makan diantara waktu makan
-       Observasi dan catat kejadian mual/muntah, flatus dan dan gejala lain yang berhubungan
-       Berikan dan Bantu hygiene mulut yang baik ; sebelum dan sesudah makan, gunakan sikat gigi halus untuk penyikatan yang lembut. Berikan pencuci mulut yang di encerkan bila mukosa oral luka.

-       Kolaborasi pada ahli gizi untuk rencana diet.

-       Kolaborasi ; pantau hasil pemeriksaan laboraturium


-       Kolaborasi; berikan obat sesuai indikasi
-       Mengidentifikasi defisiensi, memudahkan intervensi
-       Mengawasi masukkan kalori atau kualitas kekurangan konsumsi makanan
-       Mengawasi penurunan berat badan atau efektivitas intervensi nutrisi
-       Menurunkan kelemahan, meningkatkan pemasukkan dan mencegah distensi gaster
-       Gejala GI dapat menunjukkan efek anemia (hipoksia) pada organ.


-       Meningkatkan nafsu makan dan pemasukkan oral. Menurunkan pertumbuhan bakteri, meminimalkan kemungkinan infeksi. Teknik perawatan mulut khusus mungkin diperlukan bila jaringan rapuh/luka/perdarahan dan nyeri berat.
-       Membantu dalam rencana diet untuk memenuhi kebutuhan individual
-       Meningkatakan efektivitas program pengobatan, termasuk sumber diet nutrisi yang dibutuhkan.
-       Kebutuhan penggantian tergantung pada tipe anemia dan atau adanyan masukkan oral yang buruk dan defisiensi yang diidentifikasi.

4.
Ansietas berhubungan dengan kurangnya pengetahuan tentang penyakit

kecemasan pasien teratasi dengan KH :
1.      klien tampak rileks
2.      klien tidak tampak bertanya – tanya
-          kaji tingakat ansietas klien


-          Bantu pasien  mengungkapkan rasa cemas atau takutnya

-          Kaji pengetahuan Pasien tentang prosedur yang akan dijalaninya.

-          Berikan informasi yang benar tentang prosedur yang akan dijalani pasien
-   mengetahui tingakat kecemasan pasien dan menentukan intervensi selanjutnya.
-  Mengali pengetahuan dari pasien dan mengurangi kecemasan pasien

-   agar perawat tau seberapa tingkat pengetahuan pasien dengan penyakitnya

-  Agar pasien mengerti tentang penyakitnya dan tidak cemas lagi
5
Gangguan bodi image berhubungan dengan deformitas dan perubahan bentuk tubuh.
Pasien bisa mengatasi body image pasien
-          Kaji konsep diri pasien

-          Kembangkan BHSP dengan pasien

-           Bantu pasien mengungkapkan masalahnya



-          Bantu pasien mengatasi masalahnya.
-  Dapat mengetahui pasien

-  Menjalin saling percaya pada pasien


-  Menjadi tempat bertanya pasien untuk mengungkapkan masalah nya

-  mengetahui masalah pasien dan dapat memecahkannya

















BAB IV
PENUTUP

1.1              Kesimpulan
Dislokasi adalah terlepasnya kompresi jaringan tulang dari kesatuan sendi. Dislokasi ini dapat hanya komponen tulangnya saja yang bergeser atau terlepasnya seluruh komponen tulang dari tempat yang seharusnya (dari mangkuk sendi). Seseorang yang tidak dapat mengatupkan mulutnya kembali sehabis membuka mulutnya adalah karena sendi rahangnya terlepas dari tempatnya. Dengan kata lain: sendi rahangnya telah mengalami dislokasi.
Dislokasi yang sering terjadi pada olahragawan adalah dislokasi sendi bahu dan sendi pinggul (paha). Karena terpeleset dari tempatnya, maka sendi itupun menjadi macet. Selain macet, juga terasa nyeri. Sebuah sendi yang pernah mengalami dislokasi, ligamen-ligamennya biasanya menjadi kendor. Akibatnya, sendi itu akan gampang dislokasi lagi.
Skelet atau kerangka adalah rangkaian tulang yang mendukung dan me lindungin beberapa organ lunak, terutama dalam tengkorak dan panggul. Kerangka juga berfungsi sebagai alat ungkit pada gerakan dan menye diakan permukaan untuk kaitan otot-otot kerangka. Oleh karena fungsi tulang yang sangat penting bagi tubuh kita, maka telah semestinya tulang harus di jaga agar terhindar dari trauma atau benturan yang dapat mengakibatkan terjadinya patah tulang atau dislokasi tulang.
            Dislokasi terjadi saat ligarnen rnamberikan jalan sedemikian rupa sehinggaTulang berpindah dari posisinya yang normal di dalam sendi. Dislokasi dapat disebabkan oleh faktor penyakit atau trauma karena dapatan (acquired) atau karena sejak lahir (kongenital).






1.2              Saran
Penulis menyadari masih banyak terdapat kekurangan pada makalah ini. Oleh karena itu, penulis mengharapkan sekali kritik yang membangun bagi makalah ini, agar penulis dapat berbuat lebih baik lagi di kemudian hari. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi penulis pada khususnya dan pembaca pada umumnya.



DAFTAR PUSTAKA

Doengoes, Mariliynn E. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan, Jakarta : EGC
Brunner, Suddarth, (2001) Buku Ajar Keperawatan-Medikal Bedah, Edisi 8 Volume 3, EGC : Jakarta
Doenges, Marilynn E, dkk, (2000), Penerapan Proses Keperawatan dan Diagnosa Keperawatan, EGC : Jakarta.

ASKEP MUSCoLETAL

TINJAUAN TEORITIS
FRAKTUR

I.                Definisi
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang yang biasanya disertai dengan luka di sekitar jaringan lunak, kerusakan otot, ruptur tendon, kerusakan pembuluh darah dan luka organ-organ tubuh.

II.              Etiologi
1.      fraktur terjadi ketika tekanan yang menimpa tulang lebih besar daripada daya tahan tulang.
2.      Fraktur terjadi karena tulang yang sakit (osteoporosis) ini dinamakan fraktur patologi.

III.            Type Fraktur
A. Fraktur Komplit
Adalah pada seluruh garis tengah tulang dan biasanya mengalami pergeseran (bergeser dari posisi normal).
B. Fraktur Tidak Komplit
Adalah patah hanya terjadi pada sebagian dari garis tengah tulang.
C.Fraktur Tertutup (fraktur simpel)
Disebabkkan oleh trauma yang terjadi melalui jaringan lunak diatasnya tanpa luka terbuka yang berhubungan dengan kerangka aksial.
D.Fraktur terbuka (fraktur komplikata/kompleks)
Merupakan fraktur dengan luka pada kulit atau membran mukosa sampai kepatahan tulang. Fraktur terbuka dibagi menjadi:
·        Grade 1  : Dengan luka bersih< 1 cm.
·        Grade 2 : Luka > luasa tanpa kerusakan jaringan yang ekstrim.
·        Grade 3  : Sangat terkontaminasi dan mengalami kerusakan jaringan lunak ektrim.

Jenis Fraktur :
-     Green Stick.
Fraktur dimana salah satu sisi tulang patah sedang sisi lainnya membengkok.
-     Tranversal
Fraktur sepanjang garis tengah tulang.
-     Oblik
Fraktur membentuk sudut dengan garis tengah tulang (lebih tidak stabil tranversal).
-     Spiral
Fraktur memuntir seputar batang tulang.
-     Kominutif
Frakur dengan tulang pecah menjadi beberapa fragmen.
-     Depresi
Fraktur dengan fragmen patahan terdorong kedalam (sering terjadi pada tulang tengkorak dan tulang wajah).
-     Kompresi
Fraktur dimana tulang mengalami kompresi (terjadi pada tulang belakang).
-     Patologik
Fraktur yang terjadi pada tulang yang berpenyakit (kista tulang, penyakit paget, metastasis tulang, tumor).
-     Avulsi.
Tertariknya fragmen tulang oleh ligamen atau tendo pada perlekatannya.
-     Epifisial
Fraktur memalui epifise.

-     Impaksi
Fraktur dimana fragmen tulang terdorong ke fragmen yang lainnya.

IV.       Tanda Dan Gejala
1.      Deformitas (perubahan struktur atau bentuk)
2.      Bengkok atau penumpukan cairan/darah karena kerusakan pembuluh darah.
3.      Pergerakan abnormal.
4.      Nyeri.
5.      Krepitasi yang dapat dirasakan atau didengar bila fraktur digerakan.
6.      Kurangnya sensori yang dapat terjadi  karena adanya gangguan saraf dimana saraf ini dapat terjepit atau terputus oleh fragmen tulang.

V.         Data Penunjang
·        Pemeriksaan rontgen       :   Menentukan lokasi/ luasnya fraktur/ trauma.
·        Scan tulang                        :   Memperlihatkan fraktur, juga dapat digunakan untuk        mengidentifikasi keusakan jarinag lunak.
·        Hitung darah lengkap       :   Ht mungkin  meningkat (hemokonsen-trasi) atau menurun.

VI.           Penatalaksanaan
1. Penatalaksanaan langsung.
- Pasang bidai sebelum memindahkan pasien atau pertahankan gerakan diatas dan dibawah tulang yang fraktur.
-  Tingikan ektremitas untuk mengurangi edema.
-  kirimkan pasien ntuk pertolongan emergensi.
-  Pantau daerah yang cedera dalam periode waktu yang pendek untuk sedini mungkin dapat melihat perubahan warna, pernafasan dan suhu.
-  Kompres dingin boleh dilaksanakan  untuk menekan perdarahan, edema dan nyeri.
2  Penanganan sekunder.
a.  reduksi  fraktur (setting tulang).
Mengembalikan fragmen tulang pada kesejajaran dan rotasi anatomis. Dilakukan untuk mencegah jaringan lunak kehilangan elastisitasnya  akibat infiltrasi karena edema/perdarahan.

·        reduksi terbuka.
Dengan intervensi bedah, dan pemasangan alat fiksasi internal .
·        Reduksi tertutup.
·        Traksi.
b.  Imobilisasi.
c.  Mempertahankan dan mengembalikan fungsi .
-     Mempertahankan reduksi dan imobilisasi.
-     Meninggikan untuk meminimalkan pembengkakan.
-     Memantau status neurovaskuler (mis: Pengkajian, peredaran darah, nyeri, perabaan, gerakan).
-     Mengontrol kecemasan dan nyeri.
-     Latihan isometrik dan setting otot untuk meminimalkan atropi  disuse dan meningkatkan peredaran darah.
-     Berpartisipasi dalam aktivitas tidur sehari-hari untuk memperbaiki kemandirian fungsi  dan harga diri.
-     Kembali ke aktivitas secara bertahap.



Patofisiologi
Etiologi

{Trauma, ruda paksa)
Stres tida dapat diabsorpsi tulang

Fraktur
Tertutup
Terbuka
Kerusakan jaringan lunak, pembuluh darah
Penampang tulang patah

Perlukaaan pada kulit

Resti infeksi

Peredaran darah fraktur

Bengkak
Gesekan antar fragmen

Pergeseran fragmen tulang

Deformitas tulang

Peregangan otot dan tulang

Sensasi nyeri


G I P S


I.            Pengertian
Gips adalah fiksasi ekternal yang sering dipakai, terbuat dari plester ovaris, fiber glas dan plastik (Barbara C Long).
Gips adalah alat mobilisasi dengan tujuan memperbaiki dan menempatkan plister atau fiber glas dan membungkus dengan bebat (Llilian Solitis).

II.          Tujuan Pemangan Gips
1.   Imobilisasi kasus dislokasi dan patah tulang fiksasi.
2.   Imobilasi kasus penyakit tulang, misal: dilaksanakan pada kasus post operasi.
3.   Memperbaiki dan mencegah deformitas.
4.   Fiksasi eksternal untuk  menurunkan sakit pembalut darurat.
5.   Mencegah kecacatan.
6.   Mendukung dan menstabilkan sendi yang lemah.

III.        Indikasi Dan Kontra Indikasi Pemasangan Gips
a.   Indikasi.
      Pasien dengan dislokasi.
b.      kontra indikasi.
Fraktur terbuka.
IV.       Jenis-Jenis Gips.
a. Short arm cast/ Gips lengan pendek meliputi dari bawah sikut jari telapak tangan. Indikasi untuk fraktur lengan bawah, pergelangan tangan karpal dan metakarpal.
b. Breast cast/ penjepit mengimbangi mobilisasi fraktur sementara sendi dalam keadaan imobiliasi. Indikasi: fraktur tungkai fremur pada gips dihubungkan oleh engsel pada sendi lutut dikunci untuk gerakan jalan da dibuka untuk gerakan lutut.

V.         Pemasangan Gips
Prosedur :
1.   Sokong ekstremitas atau bagian tubuh yang akan digips.
2.   Posisikan dan pertahankan bagian yang akan digips dalam posisi yang ditentukan selama prosedur pemasangan gips.
3.   Pasang duk pada pasien.
4.   Cuci dan keringkan bagian yang akan digips.
5.   Pasang bahan rajutan (nis:stokinet) pada bagian yang akan digips. Pasang denga cara yang halus dan tidak mengikat. Boleh juga memakai bahan lain.
6.   Balutan gulungan tanpa rajutan dengan rata dan halus sepanjang bagian yang digips. Tambahkan bantalan didaerah tonjolan  tulang dan paha jalur saraf.
7.   Pasang gips atau material sintesis secara merata pada bagian tubuh. Pilih lebar bahan yang sesuai. Timpa bahan sekitar setengah lebarnya. Lakukan dengan gerakan yang berkesinambungan agar tejaga kontak yang konstan dengan bagian tubuh. Pergunakan bahan gips tambahan  (bidai) pada sendi dan pada titik  stes pada gips yang diperkirakan .
8.   Selesaikan gips:
      - Haluskan tepinya.
      - Potong dan bentuk dengan pemotong  gips atau cuter.
9.   Bersihkan partikel gips dari kulit.
10. Sokong gips selama pengerasan dan pengeringan .
Pasang gips yang sedang dalam proses pengerasan dengan telapak tangan; jangna diletakan pada permukaan keras atau pada tepi tajam; hindari tekanan pada gips.

VI.       Pelepasan Gips
Prosedur :
1.   Informasikan kepada pasien mengenai prosedurnya.
2.   Yakinkan kepada pasien bahwa gergaji listrik atau pemotong gips, tidak akan mengiris kulit.
3. Gips akan dibelah dengan menggunakan tekanan berganti-ganti dan gerakan linear pisau sepanjang garis potongan.
4.   Gunakan pelindung mata (pasien dan operator pemotong).
5.   Potong bantalan dengan gunting.
6.   Sokong bagian tubuh ketika gips akan diambil.
7.   Cuci dan keringkan bagian yang habis diimobilisasi dengan  lembut. Oleskan minyak pelumas.
8.   Ajari pasien untuk mencegah menggosok dan menggaruk kulit.
9.   Ajari pasien untuk secara bertahap kembali kekegiatan aktif bagian tubuh menurut panduan, sesuai program terapetik.
10.Ajari pasien untuk mengortrol pembengkakan dengan meninggikan ektremitas  atau menggunakan balutan bila perlu.
     
 

T R A K S I


I.            Pengertian
Penarikan tubuh atau tulang pada titik fiksasi yang ditarik engan tarika ynag sesuai  atau sama besar, menggunaan beban.

II.          Fungsi
Untuk mempersatukan fragmen tulang yang patah dan untuk mempertahankan posisi tulang hingga terjadi pertumbuhan dan penyambungan tulang.
Fungsi yang lain diantaranya sebagi  berikut:
a.   Mempertahankan kesinambungan tulang dan kulit.
b.   Memperbaiki dan menjaga deformitas.
c.   Imobilisasi sendi yang sakit.
d..  Penanganan sakit seperti artritis, kerusakan otot atau ligamen, dislokasi, degenerasi  atau ruptur invertebrata.

III.    Metode Traksi
a.   traksi dengan gaya berat.
      Cara ini hanya dilakukan pada cedera tungkai atas.
b.   traksi kulit
      Dapat menahan tarikan yang tidak lebih dari 4-5 kg. Ikatan Holland atau Ellestoplast rentang -1- arah ditempelkan pada kulit yang telah dicukur dan dipertahankan dengan suatu pembalut. Untuk traksi digunakan tali atau plester. Beban 5-6 pounds (2,5-3 kg).
c.      Traksi kerangka
Biasanya untuk tibia, cedera pinggul, paha dan lutut. Beban 20-30 pounds (10-15 kg) 1/7-1/5 BB).



IV.       Macam-macam Traksi
a.   Manual traksi
      dilakukan dengan tarikan tangan operator seperi ketika memperbaiki dislokasi .
b.   Continues traksi.
      traksi yang dipertahankan tanpa gangguan.
c.   Intermiten traksi.
Pengunaannya hanya sewaktu-waktu setelah pasien dengan head halter traksi , balance traksi, atau sliding traksi.
d.      Balance traksi splint dengan suspensi pada lengan.
Tarikan dilakukan terhadap kekuatan berlawanan yang berasal dari berat tubuh, lalu kaki tempat tidur dinaikan.
e.      Head halter.

V.         Prinsip Traksi Efektif
-     Kontraksi harus dipertahankan agar traksi tetap efektif.
-     traksi skelet tidak boleh terputus.
-     Pemberat tidak boleh diambil kecuali bila traksi dimaksudkan intermitten.
-     Tubuh asien harus dalam keadaan sejajar dengan pusat tempat tidur ketika traksi dipasang.
-     Tali tidak boleh macet.
-     Pemberat harus tergantung bebas dan tidak boleh terletak pada tempat tidur atau lantai.
-     Simpul pada tali atau telapak kaki tidak boleh menyentuh kontrol atau kaki tempat tidur.

 

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN
DENGAN FRAKTUR

I.            Pengkajian
A.  Identitas klien
      Nama                        :
      Umur                         :
      Jenis kelamin          :
      Pendidikan              :
      Pekerjaan                :          
B.  Keluhan utama.
      Tidak dapat melakukan pergerakan , nyeri, lemah dan tidak dapat melakukan sebagian aktivitas sehari-hari.
C.  Riwayat kesehatan.
1.   Riwayat kesehatan sekarang
      -     Klien mengeluh nyeri pada bagian tulang yang patah.
      -     Klien tidak dapat meggerkan anggota badannya.
      -     Klien tidak dapat memenuhi ADKnya seara maksimal.
2.   Riwayat kesehatan dahulu.
      Apakah klien pernah mengalami penyakit osteoporosis, osteomielitis.
3.   Riwayat kesehatan keluarga.
      Apakah dalam keluarga ada penyakit karena lingkungan yang kurang  sehat.
D.  Pemeriksaaan fisik.
1.      Aktivitas dan istirahat.
-     Keterbatasan/ kehilangan  fungsi pada bagian yang terlena.
2.      Sirkulasi.
-    Pembengkakan jaringan atau hematoma pada sisi cedera.
-         Hipertensi (kadang-kadang terlihat sebagai respon terhadap nyeri/ ansietas) atau hipotensi (kehilangan darah).
-         Penurunan/ tidak ada nadi pada bagian distal yang cedera, pengisian kapiler lambatm pucat pada bagian yang terkena.
3.      Neurosensori.
-         Kehilangan gerakan atau sensasi, spasme otot.
-         Kebas atau kesemutan.
-         Deformitas lokal; pemendekan, rotasi, krepitasi, terlihat kelemahan atau hilang fungsi.
4.      Nyeri/kenyamanan.
-         Nyeri berat tiba-tiba.
-         Spasme setelah imobilisasi.
5.      Keamanan.
-         Pedarahan, laserasi kulit.
-         Pembengkakan lokal.


II.          Diagnosa Keperawatan
1. Gangguan rasa nyaman; nyeri berhubungan dengan.
2. Keterbatasan mobilitas fisik berhibungan dengan imobilisasi.
3. Gangguan pemenuhan ADL; personal hygiene berhubungan dengan imobilisasi.
4. Resti infeksi berhubungan dengan luka terbuka.
5. resti ganguan integritas kulit; dekubitus berhubungan dengab tirah baring lama.



III. Perencanaan.
DP I                : Gangguan rasa nyaman; nyeri berhubungan dengan .
Tujuan : Menyatakan nyeri hilang.
INTERVENSI
RASIONAL
Mandiri
  • Pertahankan mobilisasi bagian yang sakit denga tirah baring, gips, pemberat, traksi.
  • Tinggikan dan dukung ektremitas yang terkena.

  • Evakuasi keluhan nyeri/ ketidaknyamanan, perhatikan lokasi. Perhatikan petunjuk nyeri verbal (perubahan tanda vital dan emosi/ prilaku).
  • Dorong menggunakan relaksasi dengan menarik nafas dalam.

  • Selidiki adanya keluhan nyeri yang tidak biasa/ tiba-tiba atau dalam, lokasi  progresf, buruk tidak hilang dengan analgesik.
  • Lakukan kompres dingin/es 24-48 jam pertama dan sesuai dengan keperluan.
Kolaborasi
  • Berikan obat sesuai indikasi.

·    Menghilangkan nyeri dan mencegah kesalahan posisi tulang/ tegangan jaringan yang cedera.
·    Meningkatkan aliran balik vena, menurunkan edema dan nyeri.

·    Mempengaruhi pilihan/ pengawasan keefektifan intervensi . Tingkat ansietas dapat mempengaruhi persepsi/ reaksi terhadap nyeri.

·    Mengurangi ketegangan pada otot-otot dan meningkatkan kemampuan koping dalam menejemen nyeri.
·    Dapat menandakan terjadinya komplikasi.



·    Menurunkan edema/ pembentukan hematoma, menurunkan sesuai nyeri.

·    Diberian untuk menurunkan nyeri atau spasme otot.

DP II   : Keterbatasan mobilitas fisik berhubungan dengan imobilisasi.
Tupan : Mempertahankan kemampuan pergerakan fisik.
Tupen :  Terpeliharanya posisi  fungsional.
               Mobilitas terpelihara.
               Dapat mendemonstrasikan  cara melakukan gerakan.
                   INTERVENSI                                               RASIONAL
·        Kaji tingkat imobilisasi sehubungan dengan kerusakan dan catat persepsi klien tentang imobilisasi.

·        Sediakan papan kaki.


·        Bantu dengan imobilisasi yang efektif (bergerak, duduk dan bergeser).
·        Untuk mengetahui persepsi klien tentang keadaannya sehingga dapat diberikan informasi dan intervensi yang tepat
·        Berguna untuk memelihara posisi fungsionak dari ekstremitas dan mencegah komplikasi kontrktur
·        Mobilisasi dini akan mengurangi komplikasi dan meningkatnya penyembuhan dan normalisasi fungsi organ.

DP III  : Resti gangguan integritas kulit; dekubitus berhubungan dengan tirah baring lama.
Tupan : Dekubitus tidak terjkadi.
Tupen : Tidak terdapat tanda kemerahan pada daerah yang tertekan.
              Kulit tidak lecet.
              Kulit bersih tidak lembab.

INTERVENSI
RASIONAL
·        Periksa kulit tentang kebersihaan, perubahan warna, luka atau edema.

·        Lakukan perubahan posisi.




·        Jaga kebersihan alat tenun dan ganti secara teratur.


·        Masase pada daerah yang tertekan.




·        Bersihkan kulit secara teratur dengan menggunakan air hangat dan sabun.
·        Dengan pemeriksaan tersebut dapat mengetahui sedini  mungkin bila ada tanda-tanda kerusakan kulit.
·        Kulit yang mendapat penekanan, sirkulasi darahnya kearea tersebut menjadi lancar dengan adanya perubahan posisi.
·        Alat-alat tenun yang bersih dapat mengurangi resiko kerusakan kulit dan mencegah masuknya mikroorganisme.
·        Masase pada daerah yang tertekan akan merangsang sirkulasi darah pada daerah tersebut sehingga dapat menimbulkan kenyamanan bagi pasien.
·        Sabun mengandung antiseptik sehingga  dapat menghilangkan kotoran dan menjaga kelembaban kulit sehingga integritas kulit dapat terjaga.



DAFTAR PUSTAKA

Gail Wiscarz Stuart and Sandra J, Buku Saku Keperawatan Jiwa, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta, 1998.
Doengoes E. Marilynn, Rencana Asuhan Keperawatan, EGC, Jakarta, 1999.
 
TOP