Loading...

Monday 31 October 2011

Askep Klien Dengan Kehilangan

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Lahir, kehilangan, dan kematian adalah kejadian yang unuiversal dan kejadian yang sifatnya unik bagi setiap individual dalam pengalaman hidup seseorang. Kehilangan dan berduka merupakan istilah yang dalam pandangan umum berarti sesuatu kurang enak atau nyaman untuk dibicarakan. Hal ini dapat disebabkan karena kondisi ini lebih banyak melibatkan emosi dari yang bersangkutan atau disekitarnya.
Dalam perkembangan masyarakat dewasa ini, proses kehilangan dan berduka sedikit demi sedikit mulai maju. Dimana individu yang mengalami proses ini ada keinginan untuk mencari bentuan kepada orang lain.
Pandangan-pandangan tersebut dapat menjadi dasar bagi seorang perawat apabila menghadapi kondisi yang demikian. Pemahaman dan persepsi diri tentang pandangan diperlukan dalam memberikan asuhan keperawatan yang komprehensif. Kurang memperhatikan perbedaan persepsi menjurus pada informasi yang salah, sehingga intervensi perawatan yang tidak tetap (Suseno, 2004).
Perawat berkerja sama dengan klien yang mengalami berbagai tipe kehilangan. Mekanisme koping mempengaruhi kemampuan seseorang untuk menghadapi dan menerima kehilangan. Perawat membantu klien untuk memahami dan menerima kehilangan dalam konteks kultur mereka sehingga kehidupan mereka dapat berlanjut. Dalam kultur Barat, ketika klien tidak berupaya melewati duka cita setelah mengalami kehilangan yang sangat besar artinya, maka akan terjadi masalah emosi, mental dan sosial yang serius.
Kehilangan dan kematian adalah realitas yang sering terjadi dalam lingkungan asuhan keperawatan. Sebagian besar perawat berinteraksi dengan klien dan keluarga yang mengalami kehilangan dan dukacita. Penting bagi perawat memahami kehilangan dan dukacita. Ketika merawat klien dan keluarga, parawat juga mengalami kehilangan pribadi ketika hubungan klien-kelurga-perawat berakhir karena perpindahan, pemulangan, penyembuhan atau kematian. Perasaan pribadi, nilai dan pengalaman pribadi mempengaruhi seberapa jauh perawat dapat mendukung klien dan keluarganya selama kehilangan dan kematian (Potter & Perry, 2005).
B. Permasalahan
Adapun permasalahan yang kami angkat dari makalah ini adalah bagaimana asuhan keperawatan pada klien dengan kehilangan
C. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini, adalah:
1. Tujuan umum
- Mengetahui konsep kehilangan
- Mengetahui asuhan keperawatan pada kehilangan
2. Tujuan khusus
- Mengetahui jenis-jenis kehilangan.
- Menjelaskan konsep dan teori dari proses berduka.
- Mengetahui faktor yang mempengaruhi reaksi kehilangan.


BAB II
PEMBAHASAN

A. Definisi Kehilangan (Loosing)

Kehilangan adalah suatu keadaan individu yang berpisah dengan sesuatu yang sebelumnya ada, kemudian menjadi tidak ada, baik terjadi sebagian atau keseluruhan (Lambert dan Lambert,1985,h.35). Kehilangan merupakan pengalaman yang pernah dialami oleh setiap individu dalam rentang kehidupannya. Sejak lahir individu sudah mengalami kehilangan dan cenderung akan mengalaminya kembali walaupun dalam bentuk yang berbeda.
Terlepas dari penyebab kehilangan yang dialami setiap individu akan berespon terhadap situasi kehilangan, respon terakhir terhadap kehilangan sangat dipengaruhi oleh kehilangan sebelumnya.
Elizabeth Kubler-rose,1969.h.51, membagi respon berduka dalam lima fase, yaitu : pengikaran, marah, tawar-menawar, depresi dan penerimaan.

B. Landasan Teori

1. Teori Psykhoanalitik:
Sigmund Freud ; Duka cita merupakan reaksi kehilangan. Ketidak mampuan mengatasi dapat berakibat depresi.
2. Teori Kognitif :
Menurut Engel ; Kelanjutan persepsi dan evaluasi kehilangan terhadap kejadian dapat menimbulkan schok dan tidak percaya. Untuk mengatasinya adalah dengan mengembangkan kesadaran pemulihan.
3. Teori Sosiokultural:
Lindeman: Serangkaian respons – respons terhadap pengalaman setelah terjadi kecelakaan/bencana.
Symphtoom duka cita yang normal;
 Keluhan – keluhan fisik (somatic distress).
 Pekerjaan dengan perkiraan dapat mengurangi kedukaan (pre occupation with the image of decreased).
 Perasaan untuk bersatu (feelings of guilt).
 Reaksi bermusuhan (hostile reaction).
 Kehilangan sifat kebapaan (loss of patterns of conduct).
4. Teori Perkembangan:
Ericson; Reaksi individu terhadap kehilangan dan kematian sesuai perkembangan kelompok usia.
5. Teori Perilaku:
Kubler ross; Tahapan duka mencakup 5 tahap:
a. Penolakan (Denial).
b. Marah (Anger).
c. Tawar – menawar (Bargaining)..
d. Depresi (Depresion).
e. Penerimaan (Acceptance).

C. Rentang Respon Kehilangan

Denial—–> Anger—–> Bergaining——> Depresi——> Acceptance

1. Fase Pengingkaran
Reaksi pertama individu yang mengalami kehilangan adalah syok, tidak percaya atau mengingkari kenyataan bahwa kehidupan itu memang benar terjadi, dengan mengatakan “ Tidak, saya tidak percaya itu terjadi “ atau “ itu tidak mungkin terjadi “. Bagi individu atau keluarga yang didiagnosa dengan penyakit terminal, akan terus mencari informasi tambahan.
Reaksi fisik yang terjadi pada fase ini adalah : letih, lemah, pucat, diare, gangguan pernafasan, detak jantung cepat, menangis, gelisah, dan tidak tahu harus berbuat apa. Reaksi ini dapat berakhir dalam beberapa menit atau beberapa tahun.

2. Fase Marah
Fase ini dimulai dengan timbulnya suatu kesadaran akan kenyataan terjadinya kehilangan Individu menunjukkan rasa marah yang meningkat yang sering diproyeksikan kepada orang lain atau pada dirinya sendiri. Tidak jarang ia menunjukkan perilaku agresif, berbicara kasar, menolak pengobatan, menuduh dokter-perawat yang tidak pecus. Respon fisik yang sering terjadi antara lain muka merah, nadi cepat, gelisah, susah tidur, tangan mengepal.
3. Fase Tawar-menawar
Individu telah mampu mengungkapkan rasa marahnya secara intensif, maka ia akan maju ke fase tawar-menawar dengan memohon kemurahan pada Tuhan. Respon ini sering dinyatakan dengan kata-kata “ kalau saja kejadian ini bisa ditunda, maka saya akan sering berdoa “. Apabila proses ini oleh keluarga maka pernyataan yang sering keluar adalah “ kalau saja yang sakit, bukan anak saya”.

4. Fase Depresi
Individu pada fase ini sering menunjukkan sikap menarik diri, kadang sebagai pasien sangat penurut, tidak mau bicara, menyatakan keputusasaan, perasaan tidak berharga, ada keinginan bunuh diri, dsb. Gejala fisik yang ditunjukkan antara lain : menolak makan, susah tidur, letih, dorongan libido manurun.

5. Fase Penerimaan
Fase ini berkaitan dengan reorganisasi perasaan kehilangan. Pikiran yang selalu berpusat kepada obyek atau orang yang hilang akan mulai berkurang atau hilang. Individu telah menerima kehilangan yang dialaminya. Gambaran tentang obyek atau orang yang hilang mulai dilepaskan dan secara bertahap perhatiannya akan beralih kepada obyek yang baru. Fase ini biasanya dinyatakan dengan “ saya betul-betul kehilangan baju saya tapi baju yang ini tampak manis “ atau “apa yang dapat saya lakukan agar cepat sembuh”.
Apabila individu dapat memulai fase ini dan menerima dengan perasaan damai, maka dia akan mengakhiri proses berduka serta mengatasi perasaan kehilangannya dengan tuntas. Tetapi bila tidak dapat menerima fase ini maka ia akan mempengaruhi kemampuannya dalam mengatasi perasaan kehilangan selanjutnya.


D. Asuhan Keperawatan
a) Pengkajian
Data yang biasa diperoleh adalah:
1. Perasaan sedih, menangis.
2. Perasaan putus asa, kesepian
3. Mengingkari kehilangan
4. Kesulitan mengekspresikan perasaan
5. Konsentrasi menurun
6. Kemarahan yang berlebihan
7. Tidak berminat dalam berinteraksi dengan orang lain.
8. Merenungkan perasaan bersalah secara berlebihan.
9. Reaksi emosional yang lambat
10. Adanya perubahan dalam kebiasaan makan, pola tidur, tingkat aktivitas
b) Diagnosa keperawatan dan rencana keperawatan yang mungkin muncul:
a. Isolasi sosial : menarik diri berhubungan dengan harga diri rendah / kronis.
- Tujuan Umum : Klien dapat berinteraksi dengan orang lain.
- Tujuan Khusus:
o Klien dapat membina hubungan saling perbaya dengan perawat.
o Klien dapat memahami penyebab dari harga diri : rendah.
o Klien menyadari aspek positif dan negatif dari dirinya.
o Klien dapat mengekspresikan perasaan dengan tepat, jujur dan terbuka.
o Klien mampu mengontrol tingkah laku dan menunjukkan perbaikan komunikasi dengan orang lain.

- Rencana tindakan keperawatan :
1. Bina hubungan saling percaya dengan klien.
R/ Rasa percaya merupakan dasar dari hubungan terapeutikyang mendukung dalam mengatasi perasaannya.
2. Berikan motivasi klien untuk mendiskusikan fikiran dan perasaannya.
R/ Motivasi meningkatkan keterbukaan klien.
3. Jelaskan penyebab dari harga diri yang rendah.
R/ Dengan mengetahui penyebab diharapkan klien dapat beradaptasi dengan perasaannya.
4. Dengarkan klien dengan penuh empati, beri respon dan tidak menghakimi.
R/ Empati dapat diartikan sebagai rasa peduli terhadap perawatan klien, tetapi tidak terlibat secara emosi.
5. Berikan motivasi klien untuk menyadari aspek positif dan negatif dari dirinya.
R/ Meningkatkan harga diri.
6. Beri dukungan, Support dan pujian setelah klien mampu melakukan aktivitasnya.
R/ Pujian membuat klien berusaha lebih keras lagi.
7. Ikut sertakan klien dengan aktifitas yang
R/. Mengikut sertakan klien dalam aktivitas sehari-hari yang dapat meningkatkan harga diri klien.

b. Gangguan konsep diri : harga diri rendah kronis berhubungan dengan koping individu tak efektif sekunder terhadap respon kehilangan pasangan.

Tujuan :
1. Klien merasa harga dirinya naik.
2. Klien mengunakan koping yang adaptif.
3. Klien menyadari dapat mengontrol perasaannya.

Intervensi :
1. Merespon kesadaran diri dengan cara :
 Membina hubungan saling percaya dan keterbukaan.
 Bekerja dengan klien pada tingkat kekuatan ego yang dimilikinya.
 Memaksimalkan partisipasi klien dalam hubungan terapeutik.
R/. Kesadaran diri sangat diperlukan dalam membina hubungan terapeutik perawat – klien.

2. Menyelidiki diri dengan cara :
 Membantu klien menerima perasaan dan pikirannya.
 Membantu klien menjelaskan konsep dirinya dan hubungannya dengan orang lain melalui keterbukaan.
 Berespon secara empati dan menekankan bahwa kekuatan untuk berubah ada pada klien.
R/. klien yang dapat memahami perasaannya memudahkan dalam penerimaan Terhadap dirinya sendiri.

3. Mengevaluasi diri dengan cara :
 Membantu klien menerima perasaan dan pikiran.
 Mengeksplorasi respon koping adaptif dan mal adaptif terhadap masalahnya.
R/. Respon koping adaptif sangat dibutuhkan dalam penyelesaian masalah secara konstruktif.
4. Membuat perencanaan yang realistik.
 Membantu klien mengidentifikasi alternatif pemecahan masalah.
 Membantu klien menkonseptualisasikan tujuan yang realistik.
R/. Klien membutuhkan bantuan perawat untuk mengatasi permasalahannya dengan cara menentukan perencanaan yang realistik.

5. Bertanggung jawab dalam bertindak.
 Membantu klien untuk melakukan tindakan yang penting untuk merubah respon maladaptif dan mempertahankan respon koping yang adaptif.
R/. Penggunaan koping yang adaptif membantu dalam proses penyelesaian masalah klien.

6. Mengobservasi tingkat depresi.
 Mengamati perilaku klien.
 Bersama klien membahas perasaannya.
R/. Dengan mengobservasi tingkat depresi maka rencana perawatan selanjutnya disusun dengan tepat.

7. Membantu klien mengurangi rasa bersalah.
 Menghargai perasaan klien.
 Mengidentifikasi dukungan yang positif dengan mengaitkan terhadap kenyataan.
 Memberikan kesempatan untuk menangis dan mengungkapkan perasaannya.
 Bersama klien membahas pikiran yang selalu timbul.
R/. Individu dalam keadaan berduka sering mempertahankan perasaan bersalahnya terhadap orang yang hilang.

c. Defisit perawatan diri berhubungan dengan intoleransi aktivitas.

Tujuan Umum : Klien mampu melakukan perawatan diri secara optimal.

Tujuan khusus :
1. Klien dapat mandi sendiri tanpa paksaan.
2. Klien dapat berpakaian sendiri dengan rapi dan bersih.
3. Klien dapat menyikat giginya sendiri dengan bersih.
4. Klien dapat merawat kukunya sendiri.

Intervensi :

1. Libatkan klien untuk makan bersama diruang makan.
R/. Sosialisasi bagi klien sangat diperlukan dalam proses menyembuhkannya.

2. Menganjurkan klien untuk mandi.
R/. Pengertian yang baik dapat membantu klien dapat mengerti dan diharapkan dapat melakukan sendiri.
3. Menganjurkan pasien untuk mencuci baju.
R/. Diharapkan klien mandiri.
4. Membantu dan menganjurkan klien untuk menghias diri.
R/. Diharapkan klien mandiri.
5. Membantu klien untuk merawat rambut dan gigi.
R/. Diharapkan klien mandiri
R/. Terapi kelompok membantu klien agar dapat bersosialisasi dengan klien

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Kehilangan merupakan suatu kondisi dimana seseorang mengalami suatu kekurangan atau tidak ada dari sesuatu yang dulunya pernah ada atau pernah dimiliki. Kehilangan merupakan suatu keadaan individu berpisah dengan sesuatu yang sebelumnya ada menjadi tidak ada, baik sebagian atau seluruhnya.
Peran perawat adalah untuk mendapatkan gambaran tentang perilaku berduka, mengenali pengaruh berduka terhadap perilaku dan memberikan dukungan dalam bentuk empati.
Kuble ros membagi respon berduka dalam lima fase, yaitu : pengikaran, marah, tawar-menawar, depresi dan penerimaan.

DAFTAR PUSTAKA
http://ntennurse.blogspot.com
Potter & Perry. 2005. Fundamental Keperawatan volume 1. Jakarta: EGC.
Suseno, Tutu April. 2004. Pemenuhan Kebutuhan Dasar Manusia: Kehilangan, Kematian dan Berduka dan Proses keperawatan. Jakarta: Sagung Seto.
Townsend, Mary C. 1998. Diagnosa Keperawatan pada Keperawatn Psikiatri, Pedoman Untuk Pembuatan Rencana Perawatan Edisi 3. Jakarta: EGC.
stikes.fortdekock.ac.id
Stuart and Sundeen. 1998. Buku Saku Keperawatan Jiwa, ed.3. Jakarta: ECG.

MAKALAH KEPERAWATAN KOMUNITAS I HIGIENE PERUSAHAAN DAN KESELAMATAN KERJA

PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Berdasarkan modal yang digunakan, industri dapat dikelompokkan menjadi industri dasar (industri besar), industri menegah (aneka industri), dan industri kecil. Industri kecil dengan teknologi sederhana/tradisional dan dengan jumlah modal yang relatif terbatas merupakan industri yang banyak bergerak di sektor informal. Hampir 80% dari semua tenaga kerja diperlukan di sektor ini (Depkes RI, 1992). Sejalan dengan semakin berkembangnya berbagai jenis industri serta majunya teknologi, penggunaan bahan dan produksi bahan kimia juga semakin meningkat. Bukan hanya sektor industri, tetapi juga merambat ke sektor lainnya. Kesehatan dan keselamatan kerja karyawan merupakan suatu hal yang sangat penting, baik perusahaan formal maupun informal. Perusahaan formal umumnya sudah mempunyai sistem kesehatan dan keselamatan kerja yang sudah baku, tetapi industri-industri di sektor informal masih banyak yang belum memiliki dan belum mendapatkan pelayanan kesehatan yang diharapkan.

BAB II
PEMBAHASAN

A. DEFINISI
Berikut ini akan disebutkan mengenai definis-definisi dari higiene dan kesehatan kerja:
Higiene perusahaan, merupakan spesialisasi dalam ilmu higiene beserta praktiknya dengan mengadakan penilaian pada faktor penyebab penyakit dalam lingkungan kerja dan perusahaan melalui pengukuran yang hasilnya digunakan untuk koreksi lingkungan perusahaan, dengan menitikberatkan pada pencegahan agar pekerja dan masyarakat terhindar dari bahaya akibat kerja.
Kesehatan kerja, merupakan bidang khusus ilmu kesehatan yang ditujukan kepada masyarakat pekerja dan sekitar perusahaan agar memperoleh derajat kesehatan setinggi-tingginya, baik fisik, mental, maupun sosial.
Higiene perusahaan dan kesehatan kerja adalah bagian dari usaha kesehatan masyarakat yang ditujukan kepada masyarakat pekerja, masyarakat sekitar perusahaan dan masyarakat umum yang menjadi konsumen dari hasil produk perusahaan.

B. TUJUAN
Higiene dan kesehatan kerja digunakan sebagai alat untuk mencapai derajat kesehatan dan kesejahteraan tenaga kerja yang setinggi-tingginya serta sebagai alat untuk meningkatkan produksi yang berlandaskan pada meningkatkan efisiensi dan daya produktivitas faktor manusia dalam produksi.

C. KEGIATAN PERUSAHAAN DAN KESEHATAN KERJA
Kegiatan higiene yang dilakukan oleh perusahaan dalam rangka menciptakan kesehatan lingkungan kerja adalah sebagai berikut.
1. Pencegahan dan pemberantasan penyakit dan kecelakaan akibat kerja.
2. Maintenance and increasing kesehatan tenaga kerja.
3. Care, efficiency increasing, dan productivity balance tenaga kerja.
4. Pemberantasan kelelahan tenaga kerja.
5. Meningkatkan semangat dalam bekerja.
6. Perlindungan masyarakat kerja dari bahaya pencemaran.
7. Perlindungan masyarakat luas.
8. Pemeliharaan dan peningkatan higiene sanitasi perusahaan.

D. MASALAH KESEHATAN KERJA YANG MENURUNKAN PRODUKTIVITAS KERJA
1. Penyakit umum pada p'ekerja antara lain kusta, TB paru, penyakit jantung, kanker, kecacatan, dan lain-lain.
2. Penyakit yang timbul akibat kerja, misalnya pneumokoniosis dan dermatosis. Pneumokoniosis adalah penyakit yang diakibatkan oleh asbes, dengan gejala seperti batuk, sesak napas, nyeri dada, dan sianosis. Pengobatan cukup sulit dan hanya bersifat mengurangi keluhan, seperti jika infeksi diberi antibiotik, gizi ditingkatkan, juga jika kanker diberi obat sitostatika. Upaya preventif meliputO:i skrining, promosi kesehatan, penggunaan alat pelindung masker, kaca mata, substitusi untuk menyaring debu seperti cerobong asap, water spray, dan exhauster.
3. Gizi buruk, Gizi buruk saat ini telah bermunculan hampir disemua kabupaten hal ini. disebabkan:
a. kurangnya pengetahuan masyarakat akan kebutuhan gizi bagi anggota keluarga;
b. ketidakmampuan keluarga dalam memenuhi kebutuhan gizi bagi anggota keluarga;
c. pola hidup yang salah;
d. stok bahan makanan yang tidak ada.


E. UPAYA PENCEGAHAN
Upaya yang dilakukan agar higiene lingkungan kerja menjadi baik adalah sebagai berikut.
a. Substitusi, yaitu mengganti bahan yang berbahaya dengan yang kurang atau tidak berbahaya.
b. Isolasi, mengisolasi proses-proses berbahaya dari perusahaan.
c. Vent ilasi umum, mengalihkan udara sebanyak perhitungan ruangan kerja.
d. Ventilasi keluar setempat, mengisap udara dari suatu ruang kerja agar bahan-bahan yang berbahaya diisap dan dialihkan keluar.
e. Alat pelindung perorangan, misalnya masker, kacamata, sarung tangan, sepatu, topi, penutup telinga, dan pakaian pelindung.
f. Pemeriksaan kesehatan sebelum bekerja dan berkala.
g. Informasi sebelum bekerja.
h. Pendidikan tentang kesehatan kerja dan keselamatan kerja.

F. EVALUASI LINGKUNGAN KERJA
Evaluasi lingkungan ditujukan pada faktor fisik dan kimia. Faktor fisik meliputi kebisingan, suhu, dan lainnya. Kebisingan dalam perusahaan disebabkan oleh suara-suara yang dihasilkan oleh proses produksi, terutama mesin dan perkakas kerja. Bunyi yang dapat didengar oleh manusia memiliki rentang frekuensi 16-20.000 Hz, tiap bunyi memiliki intensitas yang dinyatakan dalam dB. Bunyi yang membahayakan adalah bunyi dengan intensitas di atas 80 db. Alat untuk mengukur kebisingan adalah sound level meter, mikrofon, dan sound analyzer. Kebisingan yang ditimbulkan oleh suara mesin jika melebihi NAB dapat mengganggu pendengaran bahkan berefek pada ketulian. Nilai
penyakit atau kelainan dalam pekerjaan sehari-hari untuk waktu 8 jam sehari dan 40 jam seminggu. Sedangkan MAC (Maximum Allowable Concentration) atau KTD (Kadar Tertinggi Diperkenankan) adalah nilai tertinggi dari kadar zat, yang pekerja tidak menderita penyakit atau gangguan kesehatan oleh karenanya. Sementara itu, suhu udara diukur dengan termometer. Comfort zone sangat penting untuk diperhatikan, suhu nyaman berkisar 19-24°C. Pada suhu 31°C orang dapat bekerja penuh tanpa keluhan, dan pada suhu 100°C dapat bekerja selama beberapa menit saja. Penerangan diukur dengan luksmeter. Bekerja sedikitnya membutuhkan penerangan 1.000 luks.
Bahan kimia juga dapat menjadi faktor penyebab penyakit akibat kerja. Sifat dan derajat racun bahan kimia dalam industri bergantung pada:
1. Sifat fisik bahan kimia tersebut.
a. Gas, bentuk wujud zat yang tidak punya bangun sendiri.
b. Uap, bentuk gas dari zat-zat (yang dalam keadaan biasa berbentuk zat padat/cair).
c. Debu, partikel-partikel zat padat (disebabkan kekuatan alami atau mekanik).
d. Kabut, titik cairan halus dalam udara terjadi dari kondensasi bentuk uap atau dari pemecahan zat cair menjadi tingkat dispersi, misalnya "foaming"
e. Uap (fume), partikel-partikel zat padat terjadi karena kondensasi dari bentuk gas (penguapan benda padat yang dipijarkan dan biasanya disertai oksidasi kimiawi, sehingga terbentuk zat seperti ZnO, PbO, dan lainnya.
f. Awan, partikel cair sebagai hasil kondensasi dari fase gas.
g. Asap, pada umumnya partikel-partikel zat karbon yang ukurannya < 0,5 mikron, akibat pembakaran tak sempurna bahan yang mengandung karbon. Uap, asap, dan debu tergolong zat padat, sedangkan awan dan kabut tergolong zat cair.
2. Sifat-sifat kimiawi
Sifat kimiawi meliputi: jenis persenyawaan, besar molekul, konsentrasi, derajat kelarutan, dan jenis pelarut.
3. Port d'entrée
Port d'entree seperti melalui alat pernapasan, pencernaan, dan kulit.
4. Faktor pada tenaga kerja sendiri
Faktor pada tenaga kerja sendiri seperti usia, idiosinkrasi, habituasi, toleransi terhadap zat, dan derajat kesehatan tubuh.
Berbagai cara untuk mengevaluasi lingkungan kerja adalah sebagai berikut.
1. Subjektif, oleh indra manusia pada zat tertentu, misalnya amoniak, sulfur, dan lain-lain.
2. Menggunakan hewan percobaan, seperti kelinci, burung kenari, tikus, dan kera. Misalnya, CO dengan kadar 0,25% dapat diketahui secara kasar dan bahayanya dalam waktu 3 menit burung kenari akan pingsan, sedangkan pada tikus dapat terjadi disorientasi.
3. Menggunakan alat detektor dan indikator, khusus digunakan untuk uap dan gas. Contoh indikator sederhana akibat reaksi kimia adalah perubahan warna, seperti iodium menjadi warna biru dengan zat pati. Detektor adalah alat khusus yang dibuat untuk menentukan bahan¬bahan di udara, baik kualitatif maupun kuantitatif, dengan cara mengisap dan melakukan udara tempat kerja pada reagen yang ada dalam tabung detektor.
4. Pengambilan sampel dan pemeriksaan laboratorium.

G. CARA MELINDUNGI MASYARAKAT SEKITAR INDUSTRI DAN UMUM
Masyarakat sekitar industri harus terhindar dari bahaya udara yang keluar dari suatu perusahaan yang mengandung bahan-bahan sangat berbahaya. Udara yang mengandung gas dan uap terdapat dua cara, yaitu:
1. Pembakaran, membakar bahan-bahan tersebut, bila perlu digunakan katalisator agar terjadi pembakaran sempurna.
2. Mencuci (schrubbing method) dengan mengalirkan udara kotor dari pabrik.

H. PENGAWASAN UNTUK MENGGUNAKAN ALAT KERJA
Pengawasan yang dilakukan dalam menggunakan alat kerja serta penyediaan alat-alat kesehatan untuk mendukung keamanan penggunaan alat kerja dilakukan melalui cara-cara di bawah ini.
1. Pekerja harus dilatih dan didik untuk memahami bahaya yang ada, cara menghindarinya, dan cara menggunakan alat-alat keselamatan.
2. Sarung tangan, kacamata, dan pakaian pelindung harus digunakan saat bekerja.
3. Air untuk mandi dan cuci mata harus cukup tersedia, terutama untuk membersihkan bahaya korosif.
4. Pakaian pelindung yang digunakan harus dicuci tiap hari.
5. Unit operasi yang tidak memungkinkan ventilasi keluar memerlukan masker yang dialiri udara atau masker gas. Masker tersebut digunakan untuk keperluan darurat, yaitu jika bahan¬bahan yang sangat berbahaya sedang diolah.
6. Pekerja yang mengolah bahan diwajibkan mencuci tangan sebersih-bersihnya sebelum merokok, minum, atau makan.
7. Pekerja wajib melapor untuk diperiksa pada saat kejadian kecelakaan pertama.

I. USAHA KESEHATAN KERJA YANG BAIK
Usaha kesehatan kerja yang bail: dilakukan melalui tahapan-tahapan berikut ini.
1. Pekerja yang bekerja pada unit berbahaya diperiksa kesehatannya secara berkala setiap 6 sampai 1 tahun sekali. Caranya adalah dengan melakukan skrining yang disesuaikan dengan jenis/bahan industri yang digunakan. Misalnya pada industri yang menggunakan bahan nitrogliserin yang berfungsi sebagai vasodilator pada pasien penyakit jantung. Bila pekerja bekerja terus-menerus di tempat tersebut, maka jantungnya juga dapat mengalami vasodilatasi dan menderit a keluhan yang sama dengan penderita jantung. Tim medis harus berhati-hati dalam mendiagnosis dan harus dapat membedakan antara penyakit jantung dan penyakit akibat kerja di industri. Selain itu, pemeriksaan khusus juga harus dilakukan pada orang-orang tertentu misalnya pada wanita, anak-anak, orang lanjut, atau yang sudah pernah kena kasus.
2. Alat-alat atau bahan harus diperiksa tiap mingggu atau bulan untuk menilai bahaya yang mungkin timbul.
3. Pemeriksaan kesehat an sebelum kerja pada calon pegawai baru untuk mengetahui kemungkinan adanya penyakit pernapasan menahun, ginjal, dan lainnya.

J. ILMU KESEHATAN KERJA (OCCUPATIONAL HEALTH)
Tujuan utama ilmu kesehatan kerja adalah untuk meningkatkan produktivitas kerja, yang meliputi: pencegahan penyakit, pencegahan kelelahan kerja, dan lainnya. Terdapat tiga hal penting yang harus diperhatikan dalam pencegahan dan pengobatan untuk pemenuhan kebutuhan kesehatan industri.
1. Hubungan antara pekerjaan dan kesehatannya (relationship of work to health).
2. Efek dari pekerjaan terhadap pekerjanya (effects of work up on the worker), efek meningkatnya kebutuhan dasar, dan efek meningkatnya kebutuhan hidup pekerja.
3. Masalah kesehatan pada pekerjaan (health problem at work).

Tugas keperawatan yang dapat dilakukan oleh perawat industri antara lain sebagai berikut.
1. Kesehatan lingkungan kerja (hygiene of work's environment). Misalnya, lingkungan kerja yang bagaimana yang sesuai dengan pekerjaannya.
2. Kesehatan pekerja (occupational health), terutama penyakit akibat kerja dengan tujuan untuk mencegah, mendiagnosis, dan merehabilitasi penyakit akibat kerja.
3. Keselamatan kerja (safety of work).
Tujuan dari keperawatan industri adalah kesehatan pekerja (workers health), keselamatan pekerja (workers safety ), dan kesejahteraan pekerja (workers welfare), sehingga tujuan utama dalam keperawatan industri dapat terwujud, yaitu status kesehatan kerja tinggi (high health status) dan produktivitasnya tinggi (high productivity). Para pekerja merupakan orang yang berada dalam keadaan risiko atau berbahaya.
Kebutuhan yang diperhatikan dalam kesehatan kerja yang dapat menimbulkan risiko antara lain adalah kebutuhan fisik, kebutuhan kimia, kebutuhan biologi, dan kebutuhan sosial.
K. PENYAKIT AKIBAT KERJA
Definisi penyakit akibat kerja yaitu penyakit/gangguan kesehatan yang diakibatkan oleh pekerjaannya atau diperoleh pada masa/waktu melakukan pekerjaan (pada masyarakat umum biasanya tidak terkena).
Penyebab penyakit akibat kerja antara lain:
1. Faktor fisik: kebisingan, suhu, kelembapan udara, kecepatan angin, getaran, radiasi, tekanan udara, dan lain-lain.
2. Faktor kimia: gas, uap debu, fume, mist, dan asap.
3. Faktor biologis: bakteri, virus, jamur, cacing.
4. Faktor fisiologis: sikap dan cara kerja, jam kerja, istirahat, shift, lembur.
5. Faktor mental psikologis: suasana kerja, hubungan antara pekerja, dan pengusaha.
Persoalan dalam mendiagnosis penyakit akibat kerja adalah gambarannya hampir sama dengan penyakit umum, inkubasi lama, sarana bantu diagnostik kurang, dan kurangnya petugas kesehatan. Upaya untuk memantau kesehatan pekerja antara lain:
1. Pemeriksaan melalui skrining (sebelum dipekerjakan).
2. Menjalankan program hidup sehat dengan cara anti rokok, olahraga, menurunkan stres,
3. memakan makanan sehat, dan menurunkan berat badan (bagi yang overweight).
Investigasi adanya bahaya yang ditujukan pada kasus CHD, yang meningkat pada kelompok¬kelompok tertentu, riwayat chest pain, penemuan infark baru atau pembuntuan koroner, dan hubungan paparan kerja dengan faktor predisposisi lain (seperti usia, seks, dan cuaca).
L. KESEHATAN DAN KESELAMATAN KERJA (K3)
Upaya yang dilakukan untuk menjaga kesejahteraan pekerja adalah dengan cara menerapkan manajemen K3 dengan mencari dan mengungkapkan kelemahan operasional yang memungkinkan terjadinya kecelakaan.
Pada mesin; seperti peralatan dan bahan (keadaan mesin yang rusak, licin, longgar, kasar, dan tajarn); kondisi pengaman mesin (kegiatan dengan kecepatan berbahaya, tidak memanfaatkan perlengkapan, bekerja pada peralatan yang bergerak/berbahaya); kondisi alat-alat kerja; dan kondisi bahan. Karyawan, yang meliputi: kondisi mental dan fisik, kebiasaan kerja (baik dan aman), penggunaan APD.
Tata cara kerja, yang meliputi: prosedur kerja yang benar, protap untuk kegiatan yang berulang, dan kebiasaan bekerja menurut petunjuk manual. Pencegahan kecelakaan kerja dengan memerhatikan pada aspek manusia dan aspek peralatan. Aspek manusia (tenaga kerja) harus memenuhi beberapa syarat, yaitu terampil sesuai jenis pekerjaannya.

BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Higiene perusahaan, merupakan spesialisasi dalam ilmu higiene beserta praktiknya dengan mengadakan penilaian pada faktor penyebab penyakit dalam lingkungan kerja dan perusahaan melalui pengukuran yang hasilnya digunakan untuk koreksi lingkungan perusahaan, dengan menitikberatkan pada pencegahan agar pekerja dan masyarakat terhindar dari bahaya akibat kerja.
Kesehatan kerja, merupakan bidang khusus ilmu kesehatan yang ditujukan kepada masyarakat pekerja dan sekitar perusahaan agar memperoleh derajat kesehatan setinggi-tingginya, baik fisik, mental, maupun sosial.
Higiene dan kesehatan kerja digunakan sebagai alat untuk mencapai derajat kesehatan dan kesejahteraan tenaga kerja yang setinggi-tingginya serta sebagai alat untuk meningkatkan produksi yang berlandaskan pada meningkatkan efisiensi dan daya produktivitas faktor manusia dalam produksi.

DAFTAR PUSTAKA

Mubarak, Wahid Iqbal & Chayatin, Nurul.Ilmu Keperawatan komunitas I. Jakarta:
Salemba Medika.2009

ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN INSUFISIENSI ANDRENAL (PENYAKIT ADDISON)

BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Korteks adrenal diperlukan bagi kehidupan. Sekresi adrenokortikal memungkinkan tubuh untuk beradaptasi terhadap segala jenis stress. Tanpa korteks adrenal, keadaan stress yang berat dapat mengakibatkan kegagalan sirkulasi perifer, syok, dan kematian. Kehidupan hanya dapat dipertahankan dengan terapi nutrisi, elektrolit, serta cairan dan preparat hormone adrenokortikal.
Kelainan pada korteks adrenal terjadi akibat hiposekresi atau hipersekresi hormone adrenokortikal. Penyakit addison yang termasuk dalam insufisiensi adrenokortikal merupakan gangguan hormone. Penyakit ini terbilang gila karena dapat menyebabkan kematian akibat tekanan emosi yang muncul tiba-tiba. penyakit ini belum bisa disembuhkan, tetapi bisa dikendalikan dengan obat-obatan.
Penyakit Addison disebut juga dengan Polyglandular Addison. Penyakit ini terjadi karena tubuh tidak mampu memproduksi adrenalin, hormone yang bertanggung jawab terhadap stress. Tanpa adrenalin, organ tubuh tidak bisa menanggapi stress yang membuat penderitanya jadi emosi labil dan depresi.
Penyakit Addison dapat menyebabkan sifat lekas marah, emosi meledak-ledak, dan depresi karena penderita kekurangan garam dan menderita kadar gula yang rendah. Jika terjadi pada anak-anak, efeknya dapat lebih parah dibandingkan pada orang dewasa

B. TUJUAN
a. Tujuan Umum
Tujuan umum penulis dalam menyusun makalah ini adalah untuk mendukung kegiatan belajar-mengajar jurusan keperawatan khususnya pada mata kuliah Keperawatan Sistem Endokrin tentang Asuhan Keperawatan Hipofungsi Adrenokortikal.



b. Tujuan Khusus
Tujuan khusus penulis dalam menyusun makalah ini agar mahasiswa mengetahui bagaimana asuhan keperawatan pada klien dengan hipofungsi adrenokortikal, meliputi definisi, etiologi, patofisiologi, manifestasi klinis, penatalaksanaan, serta proses keperawatan.

C. PEMBATASAN MASALAH
Keperawatan Sistem Endokrin merupakan suatu pembelajaran yang sangat kompleks, namun pada kesempatan kali ini penulis membatasi bahan bahasan yaitu:
- Definisi Hipofungsi Adrenokortikal.
- Etiologi Hipofungsi Adrenokortikal
- Patofisiologi Adrenokortikal
- Manifestasi Klinis Hipofungsi Adrenokortikal
- Penatalaksanaan Hipofungsi Adrenokortikal
- Asuhan Keperawatan Hipofungsi Adrenokortikal.

D. METODE PENGUMPULAN DATA
Data ataupun pembahasan dalam makalah ini diperoleh dari beberapa referensi yaitu buku-buku atau sumber bacaan yang relevan serta media-media lain yang mendukung.














BAB II
PEMBAHASAN

I. ANATOMI FISIOLOGI KELENJAR ADRENAL
Kelenjar adrenal adalah sepasang organ yang terletak dekat kutub atas ginjal, terbenam dalam jaringan lemak. Kelenjar ini ada 2 buah, berwarna kekuningan serta berada di luar (ekstra) peritoneal. Bagian yang sebelah kanan berbentuk pyramid dan membentuk topi (melekat) pada kutub atas ginjal kanan. Sedangkan yang sebelah kiri berbentuk seperti bulan sabit, menempel pada bagian tengah ginjal mulai dari kutub atas sampai daerah hilus ginjal kiri. Kelenjar adrenal pada manusia panjangnya 4-6 cm, lebar 1-2 cm, dan tebal 4-6 mm. Bersama-sama kelenjar adrenal mempunyai berat lebih kurang 8 g, tetapi berat dan ukurannya bervariasi bergantung umur dan keadaan fisiologi perorangan. Kelenjar ini dikelilingi oleh jaringan ikat padat kolagen yang mengandung jaringan lemak. Selain itu masing-masing kelenjar ini dibungkus oleh kapsul jaringan ikat yang cukup tebal dan membentuk sekat/septa ke dalam kelenjar.
Kelenjar adrenal disuplai oleh sejumlah arteri yang masuk pada beberapa tempat di sekitar bagian tepinya. Ketiga kelompok utama arteri adalah arteri suprarenalis superior, berasal dari arteri frenika inferior; arteri suprarenalis media, berasal dari aorta ; dan arteri suprarenalis inferior, berasal dari arteri renalis. Berbagai cabang arteri membentuk pleksus subkapsularis yang mencabangkan tiga kelompok pembuluh: arteri dari simpai; arteri dari kortex, yang banyak bercabang membentuk jalinan kapiler diantara sel-sel parenkim (kapiler ini mengalir ke dalam kapiler medulla); dan arteri dari medulla, yang melintasi kortex sebelum pecah membentuk bagian dari jalinan kapiler luas dari medulla. Suplai vaskuler ganda ini memberikan medulla dengan darah arteri (melalui arteri medularis) dan darah vena (melalui arteri kortikalis). Endotel kapiler ini sangat tipis dan diselingi lubang-lubang kecil yang ditutupi diafragma tipis. Di bawah endotel terdapat lamina basal utuh. Kapiler dari medulla bersama dengan kapiler yang mensuplai kortex membentuk vena medularis, yang bergabung membentuk vena adrenal atau suprarenalis. Fungsi kelenjar suprarenalis terdiri dari:
1) Mengatur keseimbangan air, elektrolit dan garam-garam
2) Mengatur atau mempengaruhi metabolisme lemak, hidrat arang dan protein
3) Mempengaruhi aktifitas jaringan limfoid
Kelenjar suprarenalis ini terbagi atas 2 bagian, yaitu :
1. Medula Adrenal
Medula adrenal berfungsi sebagai bagian dari system saraf otonom. Stimulasi serabut saraf simpatik pra ganglion yang berjalan langsung ke dalam sel-sel pada medulla adrenal aka menyebabkan pelepasan hormon katekolamin yaitu epinephrine dan norepinephrine. Katekolamin mengatur lintasan metabolic untuk meningkatkan katabolisme bahan bakar yang tersimpan sehingga kebutuhan kalori dari sumber-sumber endogen terpenuhi.
Efek utama pelepasan epinephrine terlihat ketika seseorang dalam persiapan untuk memenuhi suatu tantangan (respon Fight or Fligh). Katekolamin juga menyebabkan pelepasan asam-asam lemak bebas, meningkatkan kecepatan metabolic basal (BMR) dan menaikkan kadar glukosa darah.

2. Korteks Adrenal
Korteks adrenal tersusun dari zona yaitu zona glomerulosa, zona fasikulata dan zona retikularis. Korteks adrenal menghasilkan hormon steroid yang terdiri dari 3 kelompok hormon:
a. Glukokortikoid
Hormon ini memiliki pengaruh yang penting terhadap metabolisme glukosa; peningkatan hidrokortison akan meningkatan kadar glukosa darah. Glukokortikoid disekresikan dari korteks adrenal sebagai reaksi terhadap pelepasan ACTH dari lobus anterior hipofisis. Penurunan sekresi ACTH akan mengurangi pelepasan glukokortikoid dari korteks adrenal.
Glukokortikoid sering digunakan untuk menghambat respon inflamasi pada cedera jaringan dan menekan manifestasi alergi. Efek samping glukokortikoid mencakup kemungkinan timbulnya diabetes militus, osteoporosis, ulkus peptikum, peningkatan pemecahan protein yang mengakibatkan atrofi otot serta kesembuhan luka yang buruk dan redistribusi lemak tubuh. Dalam keadaan berlebih glukokortikoid merupakan katabolisme protein, memecah protei menjadi karbohidrat dan menyebabkan keseimbangan nitrogen negatif.
b. Mineralokortikoid
Mineralokortikoid pada dasarnya bekerja pada tubulus renal dan epitelgastro intestinal untuk meningkatkan absorpsi ion natrium dalam proses pertukaran untuk mengeksresikan ion kalium atau hydrogen. Sekresi aldesteron hanya sedikit dipengaruhi ACTH. Hormon ini terutama disekresikan sebagai respon terhadap adanya angiotensin II dalam aliran darah. Kenaikan kadar aldesteron menyebabkan peningkatan reabsorpsi natrium oleh ginjal dan traktus gastro intestinal yang cederung memulihkan tekanan darah untuk kembali normal. Pelepasan aldesteron juga ditingkatkan oleh hiperglikemia. Aldesteron merupakan hormon primer untuk mengatuk keseimbangan natrium jangka panjang.

c. Hormon-hormon seks Adrenal (Androgen)
Androgen dihasilkan oleh korteks adrenal, serta sekresinya didalam glandula adrenalis dirangsang ACTH, mungkin dengan sinergisme gonadotropin. Kelompok hormon androgen ini memberikan efek yang serupa dengan efek hormon seks pria. Kelenjar adrenal dapat pula mensekresikan sejumlah kecil estrogen atau hormon seks wanita. Sekresi androgen adrenal dikendalikan oleh ACTH. Apabila disekresikan secara berlebihan, maskulinisasi dapat terjadi seperti terlihat pada kelainan bawaan defisiensi enzim tertentu. Keadaan ini disebut Sindrom Adreno Genital.

II. KLASIFIKASI INSUFISIENSI ADRENOKORTIKAL
 Insufisiensi adrenokortikal akut primer
- Peningkatan mendadak glikortikoid
- Pemutusan mendadak pengunaan steroid dan destruksi adrenal massif.
- Sindrom ”waterhouse-friericson”:
- Banyak terjadi ada anak anak yang berhubungan dengan penyebaran bakteri di pembuluh adrenal.
- Gejala: infeksi sistemik oleh meningokokok (jarang oleh pneumokok, gonokok, sterptokok), hipotensi progersif

 Insufisiensi adrenokortikal kronik promer ( penyakit addison)
- Pada dewasa jarang terjadi yang disertai destriksikorteks adrenal
- Etiologi: autoimun, infeksi (tbc, histoplasma) dan metastatik kanker dari paru, gaster, mammae).
- Gejala khas adalah: hiperpigmentasi pigmen kilit dengan peningkatan ACTH serum.

 Insufisiensi adrenolortikal sekunder
- Biasanya terjadi oleh karena gangguan di hipotalamus
- Tidak ada hiperpigmentasi kulit dan hiponatermia.

III. DEFINISI HIPOFUNGSI ANDRENOKORTIKAL (PENYAKIT ADDISON)
- Penyakit Addison adalah: penyakit yang terjadi akibat fungsi korteks tidak adekuat untuk memenuhi kebutuhan pasien akan hormone-hormone korteks adrenal (Soediman, 1996 )
- Penyakit Addison adalah: lesi kelenjar primer karena penyakit destruktif atau atrofik, biasanya autoimun atau tuberkulosa.(Baroon, 1994).
- Penyakit Addison, atau insufisiensi andrenokortikal, terjadi bila fungsi korteks adrenal tidak adekuat untuk memenuhi kebutuhan pasien akan hormon-hormon korteks adrenal. Atrofi autoimun atau idiopatik pada kelenjar adrenal merupakan penyebab pada 75% kasus penyakit Addison (Stern & Tuck, 1994).

IV. ETIOLOGI
a. Tuberculosis
b. Histoplasmosis
c. Koksidiodomikosis
d. Pengangkatan kedua kelenjar adrenal
e. Kanker metastatik (ca paru, lambung, payudara, melanoma, limfoma)
f. Adrenalitis autoimun

V. PATOFISIOLOGI
Penyebab terjadinya Hipofungsi Adrenokortikal mencakup operasi pengangkatan kedua kelenjar adrenal atau infeksi pada kedua kelenjar tersebut. Tuberkulosis (TB) dan histoplasmosis merupakan infeksi yang paling sering ditemukan dan menyebabkan kerusakan pada kedua kelenjar adrenal. Meskipun kerusakan adrenal akibat proses autoimun telah menggantikan tuberculosis sebagai penyebab penyakit Addison, namun peningkatan insidens tuberculosis yang terjadi akhir-akhir ini harus mempertimbangkan pencantuman pemyakit infeksi ini kedalam daftar diagnosis. Sekresi ACTH yang tidak adekuat dari kelenjar hipofisis juga akan menimbulkan insufisiensi adrenal akibat penurunan stimulasi korteks adrenal.
Gejala insufisiensi adrenokortikal dapat pula terjadi akibat penghentian mendadak terapi hormon adrenokortikal yang akan menekan respon normal tubuh terhadap keadaan stres dan mengganggu mekanisme umpan balik normal. Terapi dengan pemberian kortikosteroid setiap hari selama 2-4 minggu dapat menekan fungsi korteks adrenal. Oleh sebab itu kemungkinan Addison harus di anitsipasi pada pasien yang mendapat pengobatan kortikosteroid.
























VI. MANIFESTASI KLINIK
• Gejala awal: kelemahan otot, fatique, anoreksia, nausea, muntah, BB menurun, emasiasi (tubuh kurus kering), mudah lelah.
• Astenia (gejala cardinal): pasien kelemahan yang berlebih
• Hiperpigmentasi (menghitam seperti: perunggu, coklat seperti terkena sinar matahari) biasanya pada kulit buku jari, lutut, siku, serta membrane mukosa
• Hipotensi (TD: 80/50 mmHg / kurang), kadar glukosa darah dan natrium serum yang rendah, kadar kalium serum tinggi.
• Pada kasus yang berat, gangguan metabollisme natirum dan kalium dapat ditandai oleh pengurangan natrium dan air, serta dehidrasi yang kronis dan berat.
• Dengan berlanjutnya penyakit yang disertai hipotensi akut sebagai akibat dari hipokortikotisme, pasien akan mengalami krisis addisonian yang ditandai oleh sianosis, panas dan tanda-tanda klasik syok: pucat, perasaan cemas, denyut nadi cepat dan lemah, pernapasan cepat serta tekanan darah rendah. Disamping itu, pasien dapat mengeluh sakit kepala, mual, nyeri abdomen serta diare, dan memperlihatkan tanda-tanda kebingungan serta kegelisahan. Bahkan aktifitas jasmani yang sedikit berlebihan, terpajan udara dingin, infeksi yang akut atau penurunan asupan garam dapat menimbulkan kolaps sirkulasi, syok dan kematian jika tidak segera diatasi. Stress pembedahan atau dehidrasi yang terjadi akibat periapan untuk berbagai pemerisaan diagnostic atau pembedahan dapat memicu krisis addisonian atau krisis hipertensif.

VII. PENATALAKSANAAN
a) Medik
- Prednison (7.5 mg/hari) dalam dosis terbagi diberikan untuk terapi pengganti kortisol
- Fludrokortison: 0,05-0,1 mg per oral dipagi hari
- Terapi darurat ditujukan untuk mengatasi syok, memulihkan sirkulasi darah, memberikan cairan, melakukan terapi penggantian kortikosteroid setiap hari selama 2 sampai 4 minggu dosis 12,5 sampai 50 mg/hari, memantau tanda-tanda vital dan menempatkan pasien dalam posisi setengah duduk dengan kedua tungkai ditinggikan. Hidrokortison (Solu-Cortef) disuntikkan secara intravena yang kemudian diikuti dengan pemberian infuse dekstrosa 5% dalam larutan normal saline. Preparat vasopresor amina mungkin diperlukan jika keadaan hipotensi bertahan.
- Antibiotik dapat diberikan jika infeksi memicu krisis adrenal pada penderita insufisiensi kronis adrenal. Disamping itu, pengkajian kondisi pasien harus dilakukan dengan ketat untuk mengenali faktor-faktor lain, yaitu stresor atau keadaan sakit yang menimbulkan serangan akut.
- Asupan per oral dapat dimulai segera setelah pasien dapat menerimanya. Secara perlahan-lahan pemberian infus dikurangi ketika asupan cairan per oral sudah adekuat, untuk mencegah hipovolemia.
- Jika kelenjar adrenal tidak berfungsi kembali , pasien memerlukan terapi penggantian perparat kortikosteroid dan mineralokortikoid seumur hidup untuk mencegah timbulnya kembali insufisiensi adrenal serta krisis addisonian pada keadaan stress atau sakit. Selain itu, pasien mungkin akan memerlukan suplemen makanan dengan penambahan garam, pada saat terjadi kehilangan cairan dari saluran cerna akibat muntah dan diare.

b) Keperawatan
- Pengukuran TTV
- Memberikan rasa nyaman dengan mengatur atau menyediakan waktu istirahat pasien
- Menempatkan pasien dalam posisi setengah duduk dengan kedua tungkai ditinggikan
- Memberikan suplemen makanan dengan penambahan garam
- Follow up: mempertahankan berat badan, tekanan darah dan elektrolit yang normal disertai regresi gambaran klinis
- Memantau kondisi pasien untuk mendeteksi tanda dan gejala yang menunjukan adanya krisis Addison

VIII. KOMPLIKASI
- Syok (akibat dari infeksi akut atau penurunan asupan garam)
- Kolaps sirkulasi
- Dehidrasi
- Hiperkalemia
- Sepsis
- Krisis Addison disebabkan karena hipotensiakut (hiperkortisolisme) ditandai dengan sianosis, panas, pucat, cemas, nadi cepat.



ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN INSUFISIENSI ANDRENAL (PENYAKIT ADDISON)

A. Pengkajian
 Biodata : mengkaji identitas klien dan penanggung yang meliputi ; nama, umur, agama, suku bangsa, pendidikan, pekerjaan, dan alamat.
 Keluhan utama : klien mengeluh mual, muntah, anoreksia, dan mudah lelah.
 Riwayat kesehatan, yang terdiri atas :
- Riwayat kesehatan masa lalu : meliputi penyakit yang pernah diderita klien sebelumnya, termasuk tuberculosis, kanker, penyakit autoimun, dsb.
- Riwayat kesehatan keluarga : Yang dapat dikaji melalui genogram dan dari genogram tersebut dapat diidentifikasi mengenai penyakit turunan dan penyakit menular yang terdapat dalam keluarga.
 Riwayat psikosiospiritual
Meliputi kegiatan klien sehari-hari, serta bagaimana kondisi lingkungan klien. Bagaimanakah peran serta orang-orang terdekat klien. Merasa kehilangan kemampuan dan harapan, cemas terhadap lingkungan baru, Depresi, mengingkari, kecemasan, takut, cepat terangsang, perubahan mood, dan tampak bingung. Apakah klien sering melakukan kegiatan-kegiatan keagamaan.


Pemeriksaan Fisik :
a. Aktivitas / istirahat
Gejala : Lelah, nyeri/ kelemahan pada otot (terjadi perburukan setiap hari. Tidak mampu beraktivitas atau bekerja
Tanda : Peningkatan denyut jantung atau denyut nadi pada aktivitas yang minimal. Penurunan kekuatan dan rentang gerak sendi. Depresi, gangguan konsentrasi. Letargi

b. Sirkulasi
Tanda : Hipotensi termasuk hipotensi postural, Takikardi, disritmia, suara jantung melemah, Nadi perifer melemah, Pengisian kapiler memanjang, Ekstremitas dingin, sianosis, dan pucat

c. Integritas ego
Gejala : adanya riwayat riwayat factor stress yang baru dialami, termasuk sakit fisik atau pembedahan. Perubahan gaya hidup. Ketidakmampuan mengatasi stress
Tanda : Ansietas, peka rangsang, depresi, emosi tidak stabil

d. Eliminasi
Gejala : diare, sampai adanya konstipasi, Kram abdomen, Perubahan frekuensi dan karakteristik urin
Tanda : Diuresis yang diikuti oliguria

e. Makanan atau cairan
Gejala : Anoreksia berat, mual, muntah, kekurangan zat garam, BB menurun dengan cepat
Tanda : Turgor kulit jelek, membrane mukosa kering

f. Neurosensori
Gejala : Pusing, sinkope, gemetar kelemahan otot, kesemutan
Tanda : disorientasi terhadap waktu, tempat, ruang (karena kadar natrium rendah), letargi, kelelahan mental, peka rangsangan,cemas, koma (dalam keadaan krisis)

g. Nyeri/ kenyamanan
Gejala : Nyeri otot, kaku perut, nyeri kepala, Nyeri tulang belakang, abdomen, ekstrimitas (pada keadaan krisis)

h. Pernapasan
Gejala : Dipsnea
Tanda : Pernapasan meningkat, takipnea, suara nafas: krekels, ronkhi pada keadaan infeksi
i. Keamanan
Gejala : tidak toleran terhadap panas, cuaca udara panas
Tanda : Hiperpigmentasi kulit (coklat kehitaman karena terkena sinar matahari) menyeluruh atau berbintik bintik. Peningkatan suhu, demam yang diikuti dengan hipotermi (keadaan krisis)

j. Seksualitas
Gejala : Adanya riwayat menopause dini, amenore. Hilangnya tanda tanda seks sekunder (berkurangnya rambut rambut pada tubuh terutama pada wanita). Hilangnya libido

Pemeriksaan Diagnostik
a. Pemeriksaan laboratorium
- Penurunan konsentrasi glukosa darah dan natrium (hipoglikemia dan hiponatremia)
- Peningkatan kosentrasi kalium serum (hiperkalemia)
- Peningkatan jumlah sel darah putih (leukositosis)
- Penurunan kadar kortisol serum
- Kadar kortisol plasma rendah
- ADH meningkat
- Analisa gas darah: asidosis metabolic
- Sel darah merah (eritrosit): anemia numokronik, Ht meningkat (karena hemokonsentrasi) jumlah limfosit mungkin rendah, eosinofil meningkat.
b. Pemeriksaan radiografi abdominal menunjukan adanya kalsifikasi diadrenal
c. CT Scan
Detektor kalsifikasi adrenal dan pembesaran adrenal yang sensitive hubungannya dengan insufisiensi pada tuberculosis, infeksi, jamur, penyakit infiltratif malignan dan non malignan, dan haemoragik adrenal
d. Gambaran EKG
Tegangan rendah aksis QRS vertical dan gelombang ST non spesifik abnormal sekunder akibat adanya abnormalitas elektrolit
e. Tes stimulasi dan supresi untuk fungsi adrenokortikoid
1) Tes tetrakosaktrin singkat
Prosedur standar cepat adalah mengukur respon kortisol plasma trhdp ponpeptida kortikotrotin sintetik,tetrakosaktrin (synacthen, Ciba).Interpretasi: pd org normal nilai dsr > 250nmol/l, dan terdapat penngkatan sekurang-kurangnya 300nmol/l di atas nilai dasar pada menit ke 30. pada sindroma cushing (hyperplasia) mungkin ada respon berlebihan; tumor adrenalis autonom tak berespon.
2) Tes tetrakosaktrin yang diperpanjang
Interpretasi: pada orang yang normal terdapat peningkatan kortisol plasma pada hari pertama sampai di atas 1400 nmol/l. pada penyakit Addison tak ada peningkatan walaupun sampai 3 hari, sedangkan pada hipofungsi adrenokortikal sekunder terhadap difisiensi pituitaria nilai ini bisa melebihi dari 700nmol/l setelah suntikan ke 3.
3) Tes supresi deksametason
Interperetasi: pada orang normal kortikostiroid dan plasma tertekan pada dosis lebih rendah di bawah 50% nilai dasar. Pada deksametashon dalam dosis lebih rendah, pasien dengan sindroma cushing akan memperlihatkan tak adanya supresi tanpa memandang sebabnya, pada dosis lebih tinggi yang dengan hyperplasia mendapat supresi 50% atau lebih, sedangkan yang dengan adenoma atau karsinoma ataupun pembentukan ACTH ektopik tak dipengaruhi.
4) Tes metirapon
Interpretasi: orang normal memperlihatkan peningkatan nilai kortikostiroid urina sekurang-kurangnya 35umol/24jam dan peningkatan 2x lipat di atas kadar istirahat. Respon subnormal dengan adanya fungsi adreno atau pituitaria anterior. Sebagai tambahan, pasien dengan tumor korteks adrenalis autonom tak berespon.
5) Tes lainnya
Ini terutama digunakan dalam keadaan khusus dan harus mengikuti prosdur setempat. Ia mengikuti penggunaan hipoglikemia yang diinduksi insulin atau pirogen sebagai agen stress bagi hipotalamus melalui pusat yang lebih tinggi atau menggunakan lisin-vasopresin sebagai corticotrophin releasing factor sintetic untuk merangsang pituitaria anterior.





B. Diagnosa Keperawatan
a. Kekurangan volume cairan b/d kekurangan natrium dan kehilangan cairan melalui ginjal, kelenjar keringat, saluran gastrointestinal (karena kekurangan aldosteron)
b. Perubahan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh b/d intake tidak adekuat (mual, muntah, anoreksia),defisiensi glukokortikoid
c. Intoleransi aktifitas b/d kelemahan fisik.
d. Perubahan proses pikir b/d penurunan kadar natrium (hipotremia), penurunan kadar glukosa (hipoglikemia), gangguan keseimbangan asam basa
e. Harga diri rendah b/d perubahan dalam kemampuan fungsi, perubahan karakteristik tubuh
f. Kurang pengetahuan tentang: penyakit, prognosis, pengobatan b/d kurang pemajanan/ mengingat, keterbatasan kognitif
g. Ansietas berhubungan dengan ancaman atau perubahan status kesehatan.

C. Rencana Tindakan
Kekurangan volume cairan b/d kekurangan natrium dan kehilangan cairan melalui ginjal, kelenjar keringat, saluran gastrointestinal (karena kekurangan aldosteron)
Tujuan : dalam waktu 1 × 24 jam tidak terjadi kekurangan volume cairan.
Kriteria : Klien tidak mengeluh pusing, membrane mukosa lembab, turgor kulit normal, tanda – tanda vital dalam batas normal.
INTERVENSI RASIONAL
Pantau status cairan ( turgor kulit, membrane mukosa, dan keluaran urine ).







Kaji sumber – sumber kehilangan cairan.







Auskultasi TD. Bandingkan kedua lengan, ukur dalam keadaan berbaring, duduk, atau, berdiri bila memungkinkan.



Kaji warna kulit, suhu, sianosis, nadi perifer, dan dihaforesis secara teratur.
Timbang berat badan setiap hari.
Pantau frekuensi jantung dan irama.


Pantau frekuensi jantung dan irama.


Kolaborasi :
- Pertahankan pemberian cairan secara intravena.





- Monitor hasil pemeriksaan diagnostic : platelet, Hb / Hct, dan bekuan darah. Jumlah dan tipe cairan pengganti ditentukan dari keadaan status cairan. Penurunan volume cairan mengakibatkan menurunnya produksi urine. Pemantauan yang ketat pada produksi urine < 600 ml / hari merupakan tanda – tanda terjadinya syok kardiogenik.

Kehilangan cairan bisa berasal dari faktor ginjal dan diluar ginjal.Penyakit yang mendasari terjadinya kekurangan volume cairan ini juga harus diatasi Perdarahan harus dikendalikan.Muntah dapat diatasi dengan obat – obat antiemetic dan diare dengan antidiare.

Hipotensi bisa terjadi pada hipovolemi yang memberikan manifestasi sudah terlibatnya system kardiovaskuler untuk melakukan kompensasi mempertahankan tekanan darah.

Mengetahui adanya pengaruh peningkatan tahanan perifer.
Sebagai ukuran keadekuatan volume cairan, intake yang lebih besar dari output dapat diindikasikan menjadi renal obstruksi.

Perubahan frekuensi dan irama jantung menunjukkan komplikasi disritmia.


Jalur yang paten penting untuk pemberian cairan cepat dan memudahkan perawat dalam melakukan control intake dan output cairan.

Bila platelet < 20.000 / mm ( akibat pengaruh sekunder obat neoplastik ), klien cenderung mengalami perdarahan. Penurunan Hb / Hct berindikasi terhadap perdarahan.

Perubahan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh b/d intake tidak adekuat (mual, muntah, anoreksia), defisiensi glukokortikoid
Tujuan : dalam waktu 2 × 24 jam nutrisi klien terpenuhi
Kriteria : Klien tidak mengeluh mual dan muntah, nafsu makan klien meningkat, BB meningkat.
INTERVENSI RASIONAL
Kaji riwayat nutrisi, termasuk makanan yang disukai. Observasi dan catat masukan makanan klien.

Berikan makan sedikit dan makanan tambahan kecil yang tepat. Pertahankan jadwal penimbangan berat badan secara teratur.

Diskusikan yang disukai klien dan masukan dalam diet murni.


Observasi dan catat kejadian mual/ muntah, dan gejala lain yang berhubunga

Kolaborasi untuk melakukan rujukan ke ahli gizi. Mengawasi masukan kalori atau kualitas kekurangan konsumsi makanan.

Dilatasi gaster dapat terjadi bila pemberian makan terlalu cepat setelah periode anoreksia


Dapat meningkatkan masukan, meningkatkan rasa berpartisipasi/ control

Gejala GI dapat menunjukan efek anemia (hipoksia) pada organ

Perlu bantuan dalam perencanaan diet yang memenuhi kebutuhan nutrisi.



Intoleransi aktivitas yang berhubungan dengan kelemahan fisik
Tujuan : aktivitas sehari – hari klien terpenuhi dan meningkatnya kemampuan beraktivitas.
Kriteria : klien menunjukkan kemampuan beraktivitas tanpa gejala – gejala yang berat, terutama mobilisasi di tempat tidur.
INTERVENSI RASIONAL
Catat frekuensi dan irama jantung, serta perubahan tekanan darah selama dan sesudah aktivitas.

Tingkatkan istirahat, batasi aktivitas, dan berikan aktivitas senggang yang tidak berat.

Jelaskan pada peningkatan bertahap dari tingkat aktivitas, contoh bangun dari kursi bila tak ada nyeri, ambulasi, dan istirahat selama 1 jam setelah makan.

Pertahankan klien tirah baring sementara sakit akut.

Pertahankan rentang gerak pasif selama sakit kritis.

Evaluasi tanda vital saat kemajuan aktivitas terjadi.

Berikan waktu istirahat diantara waktu aktivitas.


Selama aktivitas kaji EKG, dispnea, sianosis, kerja dan frekuensi nafas serta keluhan subyektif.
Respons klien terhadap aktivitas dapat mengindikasikan penurunan oksigen miokardium.

Menurunkan kerja miokardium / konsumsi oksigen.


Aktivitas yang maju memberikan control jantung, meningkatkan regangan dan mencegah aktivitas berlebihan.


Untuk mengurangi beban jantung.


Meningkatkan kontraksi otot sehingga membantu aliran vena balik.

Untuk mengetahui fungsi jantung, bila dikaitkan dengan aktivitas.

Untuk mendapatkan cukup waktu resolusi bagi tubuh dan tidak terlalu memaksa kerja jantung.

Melihat dampak dari aktivitas terhadap fungsi jantung.


Perubahan proses pikir b/d penurunan kadar natrium (hipotremia), penurunan kadar glukosa (hipoglikemia), gangguan keseimbangan asam basa

Tujuan: dalam waktu …x24 jam setelah dilakukan intervensi klien dapat memaksimalkan status mentalnya dan tidak terjadi perubahan proses pikir.
Kriteria : mempertahankan orientasi realita umumnya dan mengenali perubahan dalam berpikir/prilaku dan factor penyebab.
INTERVENSI RASIONAL
Kaji proses pikir klien seperti memori, rentang perhatian, orientasi terhadap tempat, waktu, orang.
Menentukan adanya kelainan pada proses sensori.
Catat adanya perubahan tingkah laku Kemungkinan terlalu waspada, tidak dapat beristirahat, sensitivitas meningkat, atau mungkin berkembang menjadi psikotik yang sesungguhnya.

Orientasi klien pada tempat dan waktu Bantu untuk mengembangkan dan mempertahankan kesadarasn pada realita dan lingkungan.

Hadirkan pada realitas secara terus menerus dan secara gambling tanpa melawan pikiran yang tidak logis.
Membatasi reaksi yang menentang.
Berikan tindakan yang aman seperti bantalan penghalang pada tempat tidur, pengikatan yang lembut, supervise yang ketat.
Mencegah trauma pada klien yang mengalami haluinasi disorientasi.


Harga diri rendah b/d perubahan dalam kemampuan fungsi, perubahan karakteristik tubuh
Tujuan: dalam waktu ….x 24 jam setelah dilakukan intervensi klien tidak lagi mengalmi harga diri rendah dengan perubahan penampilan tubuhnya atau menerima keadaan dirinya.
Criteria: mengungkapkan penerimaan terhadap keadaan diri sendiri diungkapkan sevara verbal, menunjukksn kemampuan adaptasi terhadap perubahan yang terjadi dengan ditandai oleh merencanakan tujuan yang realistic dan berpartisipasi aktif di dalam bekerja/bermain berhubungan dengan orang lain.
Intervensi Rasional
Atur periode singkat untuk bicara tanpa diganggu dan dorong pasien untuk mengungkapkan perasaan tentang keadaan nya, misalnya perubahan penampilan, peran, pengaruh penyakit pada pekerjaannya. Tunjukkan perhatian bersikap tidak menghakimi.
Membina hubungan dan meningkatkan keterbukaan dengan pasaien. Membantu dalam mengevaluasi berapa banyak masalah yang dapat diubah oleh pasien.
Kurangi stimulasi berlebihan pada lingkungan, berikan ruang tersendiri jika tidak ada indikasi. Sarankan pasien untuk menggunkan keterampilan manajemen stress. Misalnya tekhnik relaksasi, visualisasi dan bimbingan imajinasi.
Meminimalkan perasaan stress, frustasi, meningkatkan kemampuan koping dan meningkatkan kemampuan mengendalikan diri.
Dorong pasien untuk membuat daftar bantuan orang terdekat dalam menghadapi stress. Pasien tidak akan merasa sendiirian jika bercerita pada orang lain dan meminta bantuan memecahkan masalah. Ini juga dapat memelihara pengertian dan merasa berguna dalam berhubungan dengan orang lain.

Dorong pasien untuk membuat pilihan dan berpartisipasi dalam perawatan diri sendiri. Dapat membantu meningkatkan kepercayaan diri, memperbaiki harga diri, menurunkan ppikiran terus menerus terhadap perubahan, dan meningkatkan perasaan terhadap pengendalian diri.

Fokuskan pada perbaikan yang sedang terjadi dan pengobatan misalnya, menurunkan pigmentasi kulit, menurunkan berat badan, meningkatkan pertumbuhan rambut, dan perbaikan siklus menstruasi normal.
Ungkapan seperti ini dapat mengangkat semangat pasien dan meningkatkan harga diri.
Sarankan untuk mengunjungi seseorang yang penyakitnya telah terkontrol dan gejalanya telah berkurang. Dapat menolong pasien untuk melihat has ail dari pengobatan yang telah dilakukan.

Rujuk ke pelayanan social, konseling dan kelompok pendukung sesuai kebutuhan. Pendektan secara komprehensif dapat membantu memenuhi kebutuhan pasien untuk memelihara tingkahlaku koping.



Kurang pengetahuan tentang: penyakit, prognosis, pengobatan b/d kurang pemajanan/ mengingat, keterbatasan kognitif
Tujuan: dalam waktu ..X 24 jam setelah dilakukan intervensi klien mengerti tentang penyakit yang dialami dan cara pengobatannya.
Criteria: mengungkapkan pemahaman tentang penyakit, mengidentifikasi hubungan tanda dan gejala dengan proses penyakit dan menghubungkan gejala dengan factor penyebab
INTERVENSI RASIONAL
Ciptakan lingkungan saling percaya dengan mendengarkan penuh perhatian, selalu ada untuk pasien. Menanggapi dan memperhatikan perlu diciptakan sebelum pasien bersedia mengambil bagian dalam proses belajar.

Bekerja dengan pasien dalam menata tujuan belajar yang diharapkan Partisipasi dalam perencanaan meningkatkan antusias dan kerjasama passion dengan prinsip-prinsip yang dipelajari

Pilih berbagai strategi belajar, seperti tekhnik demonstrasi yang memerlukan keterampilan dan biarkan pasien mendemostrasikan ulang, gabungkan keterampilan baru ini kedalam rutinitas rumah sakit sehari-hari.
Penggunaan cara yang berbeda tentang mengakses informasi meningkatkan penerapan pada individu yang belajar.
Diskusikan tentang rencana diet, penggunaan makanan tinggi serat dan cara untuk melakukan makan diluar rumah. Kesadaran tentang pentingnnya control diet akan membantu pasien dalam merencanakan mmakan/mentaati program.serat dapat memperlambat absorpsi glukosa yang akan menurunkan fluktuasi kadar gula dalam darah, tetapi dapat menyebabkan ketidak nyamanan pada saluran cerna, flatus meningkat, dan mempengaruhi absopsi vitamin/mineral.

Tinjau ulang program pengobatan meliputi awitan, puncak dan lamanya dosis insulin yang diresepkan, bila disesuaikan dengan pasien atau keluarga.
Pemahaman tentang semua aspek yang digunakan obat meningkatkan penggunaan yang tepat.
Demostrasikan tekhnik penanganan stress, seperti latihan napas dalam, bimbingan imajinasi, dan mengalihkan perhatian. Meningkatkan relaksasi dan pengendalian terhadap respons stress ysng dapat membantu untuk membatasi peristiwa ketidakseimbangan glukosa.

Identifikasi sumber-sumber yang ada di masyarakat, bila ada Dukungan kontinu biasanya penting untuk menopang perubahan gaya hidup dan meningkatkan penerimaan atas diri sendiri.

Identifikasi gejala hipoglikemia (mis. Lemah, pusing, letargi, lapar, peka rangsang, diaphoresis, pucat, takikardia,tremor, sakit kepala, dan perubahan mental) dan jelaskan penyebabnya.
Dapat meningkatkan deteksi dan pengobatan lebih awal dan mencegah atau mengurangi kejadiannya.


Ansietas berhubungan dengan ancaman atau perubahan status kesehatan
Tujuan: dalam waktu ..X 24 jam setelah dilakukan intervensi klien dapat tenang
Kriteria: tampak rileks, melaporkan ansietas berkurang
INTERVENSI RASIONAL
Observasi tingkah laku yang menunjukkan tingkat ansietas. Ansietas ringan dapat ditunjukkan dengan peka rangsang dan insomnia.ansietas berat yang berkembang kedalaman keadaan panik dapat menimbulkan perasaan terancam, terror, ketidakmampuan untuk bicara dan bergerak.

Tinggal bersama pasien,mempertahankan sikap yang tenang. Mengakui atau menjawab kekuatirannya dan mengizinkan prilaku pasien yang umum.
Menegaskan pada pasien atau orang terdekat bahwa walaupun perasaan pasien diluar control, lingkungannya tetap aman. Menghindari respons pribadi pada ucapan
Jelaskan prosedur,lingkungan disekeliling atau suara yang mungkin didengar oleh pasien. Memberi informasi akurat yang dapat menurunkan distorsi/kesalahan interpretasi yang dapat berperanan pada reaksi ansietas atau ketakutan.

Bicara yang singkat dengan kata yang sederhana. Rentang perhatian mungkin menjadi pendek,konsentrasi berkurang,yang membatasi kemampuan untuk mengasimilasi informasi.

Kurangi stimulasi dari luar: tempatkan pada ruangan yang tenang,berikan kelembutan,music yang nyaman,kurangi lampu yang terlalu terang,kurangi jumlah orang yang berhubungan dengan pasien.
Menciptakan lingkungan yang terapeutik;menunjukkan penerimaan bahwa aktivitas unit/personel dapat meningkatkan ansietas pasien.
Diskusikan dengan pasien atau orang terdekat penyebab emosional yang labil/reaksi psikotik. Memahami bahwa tingkah laku didasarkan atas fisiologis dapat memungkinkan respons/pendekatan yang berbeda,penerimaan terhadap situasi.

Rujuk pada system penyokong sesuai dengan kebutuhan seperti konseling,ahli agama,dan pelayanan social. Terapi penyokong yang terus menerus mungkin dimamfaatkan/dibutuhkan pasien atau orang terdekat jika krisis itu menimbulkan perubahan gaya hidup pada pasien itu sendiri.





















BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN
- Penyakit Addison adalah: penyakit yang terjadi akibat fungsi korteks tidak adekuat untuk memenuhi kebutuhan pasien akan hormone-hormone korteks adrenal.
- Tuberkulosis (TB) dan histoplasmosis merupakan infeksi yang paling sering ditemukan dan menyebabkan kerusakan pada kedua kelenjar adrenal.
- Gejala insufisiensi adrenokortikal dapat pula terjadi akibat penghentian mendadak terapi hormon adrenokortikal yang akan menekan respon normal tubuh terhadap keadaan stres dan mengganggu mekanisme umpan balik normal.
- Penyakit Addison ini ditandai dengan hipotensi, hipoglikemia, anoreksia, mual, muntah, kelemahan, dsb.
- Komplikasi dapat berupa syok, dehidrasi, hyperkalemia, dan sepsis.

B. SARAN
Demikianlah makalah ini kami buat untuk meningkatkan pemahaman dan pengetahuan kita tentang asuhan keperawatan klien dengan Hipofungsi Adrenokortikal. Kami selaku penulis sadar bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, kami mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari para pembaca agar makalah selanjutnya dapat lebih baik lagi. Terima Kasih,,.

Thursday 20 October 2011

ASKEP JIWA PADA LANSIA

Proses menua yg dialami oleh lansia menyebabkan mrk m’alami berbagai mcm perasaan spt sedih, cemas kesepian dan mudah tersinggung. Perasaan tsb mrpk mslh kes jiwa yg tjd pd lansia

Ada bbrp factor risiko yg mdukung tjdnya mslh kes jiwa pd lansia. Faktor2 resiko tsb adl ;

Kesehatan fisik yg mburuk
Perpisahan dg pasangan
Perumahan dan transportasi yg tdk memadai
Sumber financial kurang
Dukungan social kurang


Gangguan psikiatri yg srg tjd pd lansia ; sindroma otak organic, skizofrenia, ketergantungan obat, mkn btahan sejak masa muda. Hampir semua gangguan jiwa pd masa muda dpt btahan sampai atau timbul lg pd mada tua. Nerosa bs berupa nerosa cemas dan depresi. Gangguan psikosomatik dpt jg blangsung sampai masa tua, ttp bbrp mjd lebih baik atau hilang sdr.

Penyakit fisik berupa DM, hipertensi dan glaucoma dpt diperhebat o/ depresi. Insomnia, anoreksia, dan konstipasi srg didapati dan tdk jarang gejala ini bd depresi.

Pengobatan bagi usila dg gangguan jiwa mempunyai tujuan umum sbb ;
1. Mengurangi penderitaan pasien agar keluhanya mjd minimal
2. Mpbaiki prilakunya dan mengurangi pselisihan antar-manusia agar keluhan lingkungan mengenai perlakunya mjd minimal
3. Mptinggi kmampuan mcr dan mptahank teman dr kedua sex dan mnunjukan perilaku sexual yg dpt dterima oleh masyarakat
4. Mengembalikan klien ke suatu pekerjaan atau kesibukan dalm batas2 sumber dayanya dan ssi intelegensinya, ketr dan peranan social yg biasa dlkk
5. Mbangkitk keinginan btindak atau berbuat sesuatu agar ia produktif dan kreatif scr optimal

Proses keperawatan
1. Pengkajian
Tujuan ; untuk menentukan kemampuan klien dalam memlihara diri sdr, melengkapi data dasar untuk mbuat rencana keperawatan, serta mberi wkt pd klien untuk bkomunikasi.
Pengkajian meliputi aspek fisik, psikis, social dan spiritual.

2. Diagnosa kep
Lansia biasanya cendrung mengalami ketidakseimbangan emosi seperti ; marah, cemas, kehilangan, depresi, sedih, kecewa, dll. Diagnosa ;
· Gangguan penyesuaian
· Ansietas
· Hambatan komunikasi verbal
· Konfusi akut
· Ketidakefektifan koping
· Ketakutan
· Kerusakan memori
· Ketidakberdayaan
· Hambatan interaksi social
· Gangguan konsep diri
· Anger
· Berduka
· dll



3. Intervensi

Kecemasan
a. Gejala cemas yg dialami o/ lansia ;
Ø Perasaan khawatir / takut yg tdk rasional akan kejadian yg akan tjd
Ø Sulit tidur sepanjang malam
Ø Rasa tegang dan cepat marah
Ø Sering mengeluh akan gejala yang ringan atau takut/khawatir thdp penyakit yg berat ; hipertensi, kanker, yang sebenarnya tidak dialaminya
Ø Sering mbayangk hal2 yg menakutkan
Ø Rasa panic thdp masalah yg ringan
Ø Bicara sembarangan
Ø Menolak ikut serta dlm tind kep
Ø Menolak makan minum
Ø Mengacauj peralatan pengobatan

b. Tidakan u mengatasi kecemasan pd lansia ;
Ø Cobalah u mdapatk dukungan klg dg rasa kasih sayang
Ø Bicaralah ttg rasa khawatir lansia dan cobalah untuk mcari penyebab yg mdasar (dg memandang lansia scr holistic)
Ø Cobalah u mengalihk penyebab dan berikan rasa aman dg penuh empati
Ø Bila penyebabnya tidak jelas dan mdasar, berikan alasan2 yg dpt dterima olehnya
Ø Konsultasikan dg dokter bila penyebabnya tdk bs dit3k atau bila telah dcoba dg berbagai cara tetappi gejala menetap

Depresi
a. Gejala 2 adalah ;
v Sering mengalami ggn tidur
v Sering kelelahan, lemas dan kurang dapat menikmati kehidupan sehari2
v Kebersihan dan kerapian diabaikan
v Mudah marah dan tersinggung
v Daya konsentrasi berkurang
v Pembicaraan ; srg bganti topic yg mengarah ke pesimis,putus asa dan bunuh diri.
v Berkurang / hilangnya nafsu makan

b. Intervensi
Disesuaikan dg masalah kep yg timbul


4. Evaluasi
a. Klien dapat menyesuaikan diri dg keadaan skr ( proses menua)
b. Bisa beradaptasi dg masalah yg ada

ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN LANSIA
DENGAN DEMENSIA


A. Mengkaji pasien lansia dengan demensia
Demensi adalah suatu keadaan dimana seseorang mengalami penurunan kemampuan daya ingat dan daya pikir tanpa adanya penurunan fungsi kesadaran.
Demensia aatu kepikunan seringkali dianggap wajar tjd pd lansia krn mrpk bagian dr proses penuaan yang normal.Faktor ketidaktahuan, baik dr pihak klg, masy, maupun pihak tenaga kes mengenai tanda dan gejala demensia, dapat menyebabk demensi sering tidak terdeteksi dan lambat ditangani.
Seiring dg meningkatnya jumlah lansia di Indonesia, masalah ini semakin sering dijumpai. Pemahaman yg benar ttg penyakit ini ptg dimiliki agar penyakit demensia dpt dideteksi dan ditangani sedini mkn.
Dimensia ditandai dengan ;

Sukar melaksanak tugas sehari2
Pelupa
Sering mengulang kata2
Tidak mengenal waktu, ruang dan tempat ; lupa minum obat
Cepat marah dan sulit diatur
Daya ingat hilang
Sulit belajar dan mengingat informasi baru
Kurang konsentrasi
Kurang kebersihan diri

10. Resiko sidera ; jatuh

Tremor
Kurang koordinasi gerak



B. Membina hubungan saling percaya dengan pasien lansia
Untuk mlkk pengkajian pada lansia denga dimensia, pertama2 saudara harus membina hubungan saling percaya dengan melakukan hal2 sbb brk ;
a. Selalu mengucapkan salam kpd pasien spt; Assalammualikum
b. Perkenalkan nama saudara dan nama panggilan termasu menyampaikan bahwa saudara adl perawat yang akan merawat pasien
c. Tanyakan pula nama pasien dan panggilan kesukaanya
d. Jelaskan tujuan saudara merawat pasien dan aktv yg akan dilakukan
e. Jelask pula kapan aktv akan dlaksanakan dan brp lama aktv tsb
f. Bersikap empati
g. Gunakn kalimat yg singkat, jelas, sedrhana dan mudah dimengerti ( hindari istilah yg tdk umum)
h. Bicara lambt, ucapkan kata dan kalimat dg jelas dan jk mberik pertanyaan beri waktu kpd pasien u memikirkan jawabanya
i. Tanya 1 pertanyaan setiap kali bertanya dan ulang pertanyaan dg kata2 yang sama
j. Volume suara ditingkatk dengan nada rendah jk ada ganggua pendengaran
k. Komunikasi verbal disertai dg nonverbal yang baik
l. Sikap berkomunikasi harus berhadapan, pertahank kontak mata, relaks dan terbuka
m. Ciptakan lingkungan yg teraupetik pd saat berkomunikasi dg pasien ; tidak berisik / rebut, ruang nyaman, cahaya dan ventilasi cukup, jarak disesuaikan, untuk meminimalkan gangguan

Untuk mengkaji pasie lansia, dpt mgunakan tehnik mengobservasi perilaku pasien dan wawancara langsung dengan pasiendan keluarganya. Observasi dapat disesuiak dg tanda dan gejala yang sudah djelask sebelumnya.
Aspek psikososial yg perl dikaji adl ; apakah pasien mengalami kebingungan, kecemsan, menunjukan afek yg albil/datar/tdk ssi.
Contoh pendokumentasian hsil pengkajian ;
Data :
Pasien sering mengulang pbicaraan, kadang thenti sejenak, tampak bingung, tdk mengenal wkt, orang dan tempat, Tdk dpt mengingat kejadian masa lalu dan saat ini, kurang konsentrasi dlm pbicaraan, tdk dpt bhitung, tdk dpt mlkk aktv sehari2, rentan tdpt kecelakaan dan kurang koordinasi gerak
Berdaasarkan tanda dan gejala yg ditemukan pd saat pengkajian, maka ditetapkan diagnosa kep
1. Gangguan proses pikir ; pikun
2. Resiko cidera ; jatuh

C. Tindakan keperawatan

1. Tindakan kep pasien lansia dimensia dg gangguan proses pikir; pikun / pelupa
a) Tindakan kep pd px
Tujuan :
b Pasien mengenal wkt, tempat dan org
c Psien dpt mlkk aktv sehari2 scr optimal
Tindakan :
a. Beri kesempatan bagi pasien untuk mengenal barang milik pribadinya missal ; pakaian, kacamata, dll
b. Beri kesempatan bg px untk mengenal wkt dengan mgunakan jam besar, kalender yg mempunyai lembar perhari denga tulisan besar
c. Beri kesempatan pd pasien u msebutkan namanya dan anggota klg tdekat
d. Beri kesempatan bg px untk mkenal dmana dia berada
e. Berikan pujian jk pasien dpt mjawab dg benar
f. Obsv kemampuan pasien unk mlkk aktv sehari2
g. Berik kesempatan bg px unk memilih aktv yg dpt dlkk
h. Bantu px u mlkk kgt yg dipilihnya
i. Beri pujian jk px dpt mlkk kgt yg dipilihnya
j. Tanyak perasaa px jk mampu mlkk kgtnya
k. Bsama px mbuat jadwal kgt sehari2

b) Tindakan kep pd klg
Tujuan ;
a. Klg dpt mengorientasikan px wkt, tempat da org
b. Klg msedikan sarana yg dibutuhkan pasien unk mlkk orientasi realitas
c. Klg mbantu px dlm mlkk aktv sehari2
Tindakan kep ;
a. Diskusikan dg klg cara2 m’orientasik wkt, t4 dan org pd px
b. Anjurk klg u msediak jam besar dan kalender dg tulisan besar
c. Diskusik dg klg kmampuan yg pernah dimilki pasien
d. Bantu klg memilih kmampuan yg bs dlkk px saat ini
e. Anjurk klg u mbantu lansia mlkk kgt ssi kmampuan yg dimilikinya
f. Anjurk klg u memantau kgt sehari2 px ssi dg jadwal yg tlah dibuat
g. Anjrk klg u mberik pujian jk px mlkk kgt ssi dg jadwal kgt yg sdh dbuat


h. Apabila px mdapat obat2an, jelask pd klg ttg obat2 tsb mcakup ;
1) Prinsip lima benar minun obat
2) Pentingnya pgunaan obat pd lansia dg dimensia
3) Akbat bila obat tdk dgunak ssi program
4) Efek samping obat dan hal2 u mhindari efek samping obat
5) Cra mdapatk obat atau berobat

D. Evaluasi
1. Pasien mampu msebutkan hari, tgl, dan tahun skr dg benar
2. Mampu menyebutkan nama org yg dikenal
3. Mampu menyebutkan tempat dimana pasin berada saat ini
4. Mampu mlkk kgt harian ssi jadwal
5. Mampu mengungkapkan perasaanya stelah mlkk kgt
 
TOP