Loading...

Wednesday 30 May 2012

ASKEP MUSCoLETAL

TINJAUAN TEORITIS
FRAKTUR

I.                Definisi
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang yang biasanya disertai dengan luka di sekitar jaringan lunak, kerusakan otot, ruptur tendon, kerusakan pembuluh darah dan luka organ-organ tubuh.

II.              Etiologi
1.      fraktur terjadi ketika tekanan yang menimpa tulang lebih besar daripada daya tahan tulang.
2.      Fraktur terjadi karena tulang yang sakit (osteoporosis) ini dinamakan fraktur patologi.

III.            Type Fraktur
A. Fraktur Komplit
Adalah pada seluruh garis tengah tulang dan biasanya mengalami pergeseran (bergeser dari posisi normal).
B. Fraktur Tidak Komplit
Adalah patah hanya terjadi pada sebagian dari garis tengah tulang.
C.Fraktur Tertutup (fraktur simpel)
Disebabkkan oleh trauma yang terjadi melalui jaringan lunak diatasnya tanpa luka terbuka yang berhubungan dengan kerangka aksial.
D.Fraktur terbuka (fraktur komplikata/kompleks)
Merupakan fraktur dengan luka pada kulit atau membran mukosa sampai kepatahan tulang. Fraktur terbuka dibagi menjadi:
·        Grade 1  : Dengan luka bersih< 1 cm.
·        Grade 2 : Luka > luasa tanpa kerusakan jaringan yang ekstrim.
·        Grade 3  : Sangat terkontaminasi dan mengalami kerusakan jaringan lunak ektrim.

Jenis Fraktur :
-     Green Stick.
Fraktur dimana salah satu sisi tulang patah sedang sisi lainnya membengkok.
-     Tranversal
Fraktur sepanjang garis tengah tulang.
-     Oblik
Fraktur membentuk sudut dengan garis tengah tulang (lebih tidak stabil tranversal).
-     Spiral
Fraktur memuntir seputar batang tulang.
-     Kominutif
Frakur dengan tulang pecah menjadi beberapa fragmen.
-     Depresi
Fraktur dengan fragmen patahan terdorong kedalam (sering terjadi pada tulang tengkorak dan tulang wajah).
-     Kompresi
Fraktur dimana tulang mengalami kompresi (terjadi pada tulang belakang).
-     Patologik
Fraktur yang terjadi pada tulang yang berpenyakit (kista tulang, penyakit paget, metastasis tulang, tumor).
-     Avulsi.
Tertariknya fragmen tulang oleh ligamen atau tendo pada perlekatannya.
-     Epifisial
Fraktur memalui epifise.

-     Impaksi
Fraktur dimana fragmen tulang terdorong ke fragmen yang lainnya.

IV.       Tanda Dan Gejala
1.      Deformitas (perubahan struktur atau bentuk)
2.      Bengkok atau penumpukan cairan/darah karena kerusakan pembuluh darah.
3.      Pergerakan abnormal.
4.      Nyeri.
5.      Krepitasi yang dapat dirasakan atau didengar bila fraktur digerakan.
6.      Kurangnya sensori yang dapat terjadi  karena adanya gangguan saraf dimana saraf ini dapat terjepit atau terputus oleh fragmen tulang.

V.         Data Penunjang
·        Pemeriksaan rontgen       :   Menentukan lokasi/ luasnya fraktur/ trauma.
·        Scan tulang                        :   Memperlihatkan fraktur, juga dapat digunakan untuk        mengidentifikasi keusakan jarinag lunak.
·        Hitung darah lengkap       :   Ht mungkin  meningkat (hemokonsen-trasi) atau menurun.

VI.           Penatalaksanaan
1. Penatalaksanaan langsung.
- Pasang bidai sebelum memindahkan pasien atau pertahankan gerakan diatas dan dibawah tulang yang fraktur.
-  Tingikan ektremitas untuk mengurangi edema.
-  kirimkan pasien ntuk pertolongan emergensi.
-  Pantau daerah yang cedera dalam periode waktu yang pendek untuk sedini mungkin dapat melihat perubahan warna, pernafasan dan suhu.
-  Kompres dingin boleh dilaksanakan  untuk menekan perdarahan, edema dan nyeri.
2  Penanganan sekunder.
a.  reduksi  fraktur (setting tulang).
Mengembalikan fragmen tulang pada kesejajaran dan rotasi anatomis. Dilakukan untuk mencegah jaringan lunak kehilangan elastisitasnya  akibat infiltrasi karena edema/perdarahan.

·        reduksi terbuka.
Dengan intervensi bedah, dan pemasangan alat fiksasi internal .
·        Reduksi tertutup.
·        Traksi.
b.  Imobilisasi.
c.  Mempertahankan dan mengembalikan fungsi .
-     Mempertahankan reduksi dan imobilisasi.
-     Meninggikan untuk meminimalkan pembengkakan.
-     Memantau status neurovaskuler (mis: Pengkajian, peredaran darah, nyeri, perabaan, gerakan).
-     Mengontrol kecemasan dan nyeri.
-     Latihan isometrik dan setting otot untuk meminimalkan atropi  disuse dan meningkatkan peredaran darah.
-     Berpartisipasi dalam aktivitas tidur sehari-hari untuk memperbaiki kemandirian fungsi  dan harga diri.
-     Kembali ke aktivitas secara bertahap.



Patofisiologi
Etiologi

{Trauma, ruda paksa)
Stres tida dapat diabsorpsi tulang

Fraktur
Tertutup
Terbuka
Kerusakan jaringan lunak, pembuluh darah
Penampang tulang patah

Perlukaaan pada kulit

Resti infeksi

Peredaran darah fraktur

Bengkak
Gesekan antar fragmen

Pergeseran fragmen tulang

Deformitas tulang

Peregangan otot dan tulang

Sensasi nyeri


G I P S


I.            Pengertian
Gips adalah fiksasi ekternal yang sering dipakai, terbuat dari plester ovaris, fiber glas dan plastik (Barbara C Long).
Gips adalah alat mobilisasi dengan tujuan memperbaiki dan menempatkan plister atau fiber glas dan membungkus dengan bebat (Llilian Solitis).

II.          Tujuan Pemangan Gips
1.   Imobilisasi kasus dislokasi dan patah tulang fiksasi.
2.   Imobilasi kasus penyakit tulang, misal: dilaksanakan pada kasus post operasi.
3.   Memperbaiki dan mencegah deformitas.
4.   Fiksasi eksternal untuk  menurunkan sakit pembalut darurat.
5.   Mencegah kecacatan.
6.   Mendukung dan menstabilkan sendi yang lemah.

III.        Indikasi Dan Kontra Indikasi Pemasangan Gips
a.   Indikasi.
      Pasien dengan dislokasi.
b.      kontra indikasi.
Fraktur terbuka.
IV.       Jenis-Jenis Gips.
a. Short arm cast/ Gips lengan pendek meliputi dari bawah sikut jari telapak tangan. Indikasi untuk fraktur lengan bawah, pergelangan tangan karpal dan metakarpal.
b. Breast cast/ penjepit mengimbangi mobilisasi fraktur sementara sendi dalam keadaan imobiliasi. Indikasi: fraktur tungkai fremur pada gips dihubungkan oleh engsel pada sendi lutut dikunci untuk gerakan jalan da dibuka untuk gerakan lutut.

V.         Pemasangan Gips
Prosedur :
1.   Sokong ekstremitas atau bagian tubuh yang akan digips.
2.   Posisikan dan pertahankan bagian yang akan digips dalam posisi yang ditentukan selama prosedur pemasangan gips.
3.   Pasang duk pada pasien.
4.   Cuci dan keringkan bagian yang akan digips.
5.   Pasang bahan rajutan (nis:stokinet) pada bagian yang akan digips. Pasang denga cara yang halus dan tidak mengikat. Boleh juga memakai bahan lain.
6.   Balutan gulungan tanpa rajutan dengan rata dan halus sepanjang bagian yang digips. Tambahkan bantalan didaerah tonjolan  tulang dan paha jalur saraf.
7.   Pasang gips atau material sintesis secara merata pada bagian tubuh. Pilih lebar bahan yang sesuai. Timpa bahan sekitar setengah lebarnya. Lakukan dengan gerakan yang berkesinambungan agar tejaga kontak yang konstan dengan bagian tubuh. Pergunakan bahan gips tambahan  (bidai) pada sendi dan pada titik  stes pada gips yang diperkirakan .
8.   Selesaikan gips:
      - Haluskan tepinya.
      - Potong dan bentuk dengan pemotong  gips atau cuter.
9.   Bersihkan partikel gips dari kulit.
10. Sokong gips selama pengerasan dan pengeringan .
Pasang gips yang sedang dalam proses pengerasan dengan telapak tangan; jangna diletakan pada permukaan keras atau pada tepi tajam; hindari tekanan pada gips.

VI.       Pelepasan Gips
Prosedur :
1.   Informasikan kepada pasien mengenai prosedurnya.
2.   Yakinkan kepada pasien bahwa gergaji listrik atau pemotong gips, tidak akan mengiris kulit.
3. Gips akan dibelah dengan menggunakan tekanan berganti-ganti dan gerakan linear pisau sepanjang garis potongan.
4.   Gunakan pelindung mata (pasien dan operator pemotong).
5.   Potong bantalan dengan gunting.
6.   Sokong bagian tubuh ketika gips akan diambil.
7.   Cuci dan keringkan bagian yang habis diimobilisasi dengan  lembut. Oleskan minyak pelumas.
8.   Ajari pasien untuk mencegah menggosok dan menggaruk kulit.
9.   Ajari pasien untuk secara bertahap kembali kekegiatan aktif bagian tubuh menurut panduan, sesuai program terapetik.
10.Ajari pasien untuk mengortrol pembengkakan dengan meninggikan ektremitas  atau menggunakan balutan bila perlu.
     
 

T R A K S I


I.            Pengertian
Penarikan tubuh atau tulang pada titik fiksasi yang ditarik engan tarika ynag sesuai  atau sama besar, menggunaan beban.

II.          Fungsi
Untuk mempersatukan fragmen tulang yang patah dan untuk mempertahankan posisi tulang hingga terjadi pertumbuhan dan penyambungan tulang.
Fungsi yang lain diantaranya sebagi  berikut:
a.   Mempertahankan kesinambungan tulang dan kulit.
b.   Memperbaiki dan menjaga deformitas.
c.   Imobilisasi sendi yang sakit.
d..  Penanganan sakit seperti artritis, kerusakan otot atau ligamen, dislokasi, degenerasi  atau ruptur invertebrata.

III.    Metode Traksi
a.   traksi dengan gaya berat.
      Cara ini hanya dilakukan pada cedera tungkai atas.
b.   traksi kulit
      Dapat menahan tarikan yang tidak lebih dari 4-5 kg. Ikatan Holland atau Ellestoplast rentang -1- arah ditempelkan pada kulit yang telah dicukur dan dipertahankan dengan suatu pembalut. Untuk traksi digunakan tali atau plester. Beban 5-6 pounds (2,5-3 kg).
c.      Traksi kerangka
Biasanya untuk tibia, cedera pinggul, paha dan lutut. Beban 20-30 pounds (10-15 kg) 1/7-1/5 BB).



IV.       Macam-macam Traksi
a.   Manual traksi
      dilakukan dengan tarikan tangan operator seperi ketika memperbaiki dislokasi .
b.   Continues traksi.
      traksi yang dipertahankan tanpa gangguan.
c.   Intermiten traksi.
Pengunaannya hanya sewaktu-waktu setelah pasien dengan head halter traksi , balance traksi, atau sliding traksi.
d.      Balance traksi splint dengan suspensi pada lengan.
Tarikan dilakukan terhadap kekuatan berlawanan yang berasal dari berat tubuh, lalu kaki tempat tidur dinaikan.
e.      Head halter.

V.         Prinsip Traksi Efektif
-     Kontraksi harus dipertahankan agar traksi tetap efektif.
-     traksi skelet tidak boleh terputus.
-     Pemberat tidak boleh diambil kecuali bila traksi dimaksudkan intermitten.
-     Tubuh asien harus dalam keadaan sejajar dengan pusat tempat tidur ketika traksi dipasang.
-     Tali tidak boleh macet.
-     Pemberat harus tergantung bebas dan tidak boleh terletak pada tempat tidur atau lantai.
-     Simpul pada tali atau telapak kaki tidak boleh menyentuh kontrol atau kaki tempat tidur.

 

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN
DENGAN FRAKTUR

I.            Pengkajian
A.  Identitas klien
      Nama                        :
      Umur                         :
      Jenis kelamin          :
      Pendidikan              :
      Pekerjaan                :          
B.  Keluhan utama.
      Tidak dapat melakukan pergerakan , nyeri, lemah dan tidak dapat melakukan sebagian aktivitas sehari-hari.
C.  Riwayat kesehatan.
1.   Riwayat kesehatan sekarang
      -     Klien mengeluh nyeri pada bagian tulang yang patah.
      -     Klien tidak dapat meggerkan anggota badannya.
      -     Klien tidak dapat memenuhi ADKnya seara maksimal.
2.   Riwayat kesehatan dahulu.
      Apakah klien pernah mengalami penyakit osteoporosis, osteomielitis.
3.   Riwayat kesehatan keluarga.
      Apakah dalam keluarga ada penyakit karena lingkungan yang kurang  sehat.
D.  Pemeriksaaan fisik.
1.      Aktivitas dan istirahat.
-     Keterbatasan/ kehilangan  fungsi pada bagian yang terlena.
2.      Sirkulasi.
-    Pembengkakan jaringan atau hematoma pada sisi cedera.
-         Hipertensi (kadang-kadang terlihat sebagai respon terhadap nyeri/ ansietas) atau hipotensi (kehilangan darah).
-         Penurunan/ tidak ada nadi pada bagian distal yang cedera, pengisian kapiler lambatm pucat pada bagian yang terkena.
3.      Neurosensori.
-         Kehilangan gerakan atau sensasi, spasme otot.
-         Kebas atau kesemutan.
-         Deformitas lokal; pemendekan, rotasi, krepitasi, terlihat kelemahan atau hilang fungsi.
4.      Nyeri/kenyamanan.
-         Nyeri berat tiba-tiba.
-         Spasme setelah imobilisasi.
5.      Keamanan.
-         Pedarahan, laserasi kulit.
-         Pembengkakan lokal.


II.          Diagnosa Keperawatan
1. Gangguan rasa nyaman; nyeri berhubungan dengan.
2. Keterbatasan mobilitas fisik berhibungan dengan imobilisasi.
3. Gangguan pemenuhan ADL; personal hygiene berhubungan dengan imobilisasi.
4. Resti infeksi berhubungan dengan luka terbuka.
5. resti ganguan integritas kulit; dekubitus berhubungan dengab tirah baring lama.



III. Perencanaan.
DP I                : Gangguan rasa nyaman; nyeri berhubungan dengan .
Tujuan : Menyatakan nyeri hilang.
INTERVENSI
RASIONAL
Mandiri
  • Pertahankan mobilisasi bagian yang sakit denga tirah baring, gips, pemberat, traksi.
  • Tinggikan dan dukung ektremitas yang terkena.

  • Evakuasi keluhan nyeri/ ketidaknyamanan, perhatikan lokasi. Perhatikan petunjuk nyeri verbal (perubahan tanda vital dan emosi/ prilaku).
  • Dorong menggunakan relaksasi dengan menarik nafas dalam.

  • Selidiki adanya keluhan nyeri yang tidak biasa/ tiba-tiba atau dalam, lokasi  progresf, buruk tidak hilang dengan analgesik.
  • Lakukan kompres dingin/es 24-48 jam pertama dan sesuai dengan keperluan.
Kolaborasi
  • Berikan obat sesuai indikasi.

·    Menghilangkan nyeri dan mencegah kesalahan posisi tulang/ tegangan jaringan yang cedera.
·    Meningkatkan aliran balik vena, menurunkan edema dan nyeri.

·    Mempengaruhi pilihan/ pengawasan keefektifan intervensi . Tingkat ansietas dapat mempengaruhi persepsi/ reaksi terhadap nyeri.

·    Mengurangi ketegangan pada otot-otot dan meningkatkan kemampuan koping dalam menejemen nyeri.
·    Dapat menandakan terjadinya komplikasi.



·    Menurunkan edema/ pembentukan hematoma, menurunkan sesuai nyeri.

·    Diberian untuk menurunkan nyeri atau spasme otot.

DP II   : Keterbatasan mobilitas fisik berhubungan dengan imobilisasi.
Tupan : Mempertahankan kemampuan pergerakan fisik.
Tupen :  Terpeliharanya posisi  fungsional.
               Mobilitas terpelihara.
               Dapat mendemonstrasikan  cara melakukan gerakan.
                   INTERVENSI                                               RASIONAL
·        Kaji tingkat imobilisasi sehubungan dengan kerusakan dan catat persepsi klien tentang imobilisasi.

·        Sediakan papan kaki.


·        Bantu dengan imobilisasi yang efektif (bergerak, duduk dan bergeser).
·        Untuk mengetahui persepsi klien tentang keadaannya sehingga dapat diberikan informasi dan intervensi yang tepat
·        Berguna untuk memelihara posisi fungsionak dari ekstremitas dan mencegah komplikasi kontrktur
·        Mobilisasi dini akan mengurangi komplikasi dan meningkatnya penyembuhan dan normalisasi fungsi organ.

DP III  : Resti gangguan integritas kulit; dekubitus berhubungan dengan tirah baring lama.
Tupan : Dekubitus tidak terjkadi.
Tupen : Tidak terdapat tanda kemerahan pada daerah yang tertekan.
              Kulit tidak lecet.
              Kulit bersih tidak lembab.

INTERVENSI
RASIONAL
·        Periksa kulit tentang kebersihaan, perubahan warna, luka atau edema.

·        Lakukan perubahan posisi.




·        Jaga kebersihan alat tenun dan ganti secara teratur.


·        Masase pada daerah yang tertekan.




·        Bersihkan kulit secara teratur dengan menggunakan air hangat dan sabun.
·        Dengan pemeriksaan tersebut dapat mengetahui sedini  mungkin bila ada tanda-tanda kerusakan kulit.
·        Kulit yang mendapat penekanan, sirkulasi darahnya kearea tersebut menjadi lancar dengan adanya perubahan posisi.
·        Alat-alat tenun yang bersih dapat mengurangi resiko kerusakan kulit dan mencegah masuknya mikroorganisme.
·        Masase pada daerah yang tertekan akan merangsang sirkulasi darah pada daerah tersebut sehingga dapat menimbulkan kenyamanan bagi pasien.
·        Sabun mengandung antiseptik sehingga  dapat menghilangkan kotoran dan menjaga kelembaban kulit sehingga integritas kulit dapat terjaga.



DAFTAR PUSTAKA

Gail Wiscarz Stuart and Sandra J, Buku Saku Keperawatan Jiwa, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta, 1998.
Doengoes E. Marilynn, Rencana Asuhan Keperawatan, EGC, Jakarta, 1999.

Comments
0 Comments

No comments:

Post a Comment

 
TOP