Loading...

Thursday 2 August 2012

ESWL Pemecah Batu Ginjal Tanpa Operasi



Extracorporeal shock wave lithotripsy (ESWL) merupakan terapi pemecah batu ginjal tanpa dilakukan pembedahan. Batu dipecah dengan menggunakan gelombang kejut (suara), yang diarahkan pada batu ginjal dengan alat tertentu.   Dirumah sakit Dr. Kariadi semarang, telah tersedia alat ESWL yang merupakan yang terbaik di Asia Tenggara karena difungsikan secara robotik.
Anda yang memiliki kelainan batu ginjal dapat berkonsultasi dengan ahli bedah urologi untuk mengetahui apakah batu ginjal yang anda alami dapat ditangani dengan menggunakan prosedur ini.
Prosedur ini sangat nyaman bagi pasien, hanya beberapa menit batu yang ada dapat dipecah dengan rasa nyeri yang minimal, oleh karena berbagai keuntungan yang dimilikinya maka prosedur ini sangat diminati di seluruh dunia.http://farm5.static.flickr.com/4017/4691899231_2a61347078_m.jpg

ESWL (Exstracorporeal Shock-Wave Lithotriptor)

       
 http://annurhospital.com/web/images/stories/eswl-baru.jpg          ESWL Piezolith 3000 Richard Wolf (R) 
 ESWL (Extracorporeal Shock Wave Lithotripsy) merupakan terapi non-invasif, karena tidak memerlukan pembedahan atau pemasukan alat kedalam tubuh pasien.Sesuai dengan namanya, Extracorporeal berarti diluar tubuh, sedangkan Lithotripsy berarti penghancuran batu, secara harfiah ESWL memiliki arti penghancuran batu saluran kemih dengan menggunakan gelombang kejut (shock wave)yang ditransmisi dari luar tubuh.
SEJARAH ESWL
ESWL ditemukan tahun 1980 an. Tehnologi ESWL berkembang pesat menjelang 2000, berbagai jenis dan tipe telah disempurnakan. Tehnologi Elektrokonduktive yang dikembangkan oleh Inserm di Perancis dengan membungkus elektrode dengan Electrolyte cairan yang sangat konduktive sehingga menjamin akurasi tenaga shockwave tidak berkurang sampai target batu . Tenaga shockwave yang optimal ini menjadikan efek terapi pemecahan batu sangat maksimal.

GENERASI TERBARU
Mesin ESWL Generasi 2010 adalah Richard Wolf seri piezolith 3000 (R). Alat ini termasuk yang paling canggih dengan kelebihan:
- Daya pecah batu yang lebih kuat
- Fokus dan akurasi lebih baik
- Reaksi nyeri yang lebih minimal
- Tindakan yang lebih cepat
- Double Locator (pelacak batu)
- Suara lebih halus, lebih nyaman 
BAGAIMANA ESWL BEKERJA ?
ESWL bekerja melalui gelombang kejut yang dihantarkan melalui cairan tubuh ke batu. Gelombang ini akan memecah batu menjadi ukuran yang lebih kecil sehingga diharapkan dapat keluar sendiri melalui air kemih. Gelombang yang dipakai berupa gelombang ultrasonic, elektrohidrolik atau sinar laser. Metode ini tidak memerlukan tindakan operasi, hanya cukup  mendekatkan lithotripter pada permukaan tubuh sesuai dengan lokasi batu kemudian gelombang dihantarkan selama seitar 30-60 menit, tergantung padaukuran dantingkat kekerasan batu.
SEBERAPA BESAR BATU YANG BISA DIPECAH?
Dengan alat terbaru, batu ginjal yang pernah dipecah bisa mencapai 7 cm. Bahkan ada 1 pasien dengan batu berukuran 10cm dapat dipecah. Dengan batu berukuran besar, kadang memerlukan pemasangan stent (sejenis selang kecil) sebelum tindakan ESWL untuk memperlancar aliran air seni dan pengeluaran batu. Untuk itu konsultasi kepada dokter ahli urologi yang menguasai alat terbaru mutlak diperlukan.
KAPAN ESWL BISA DILAKUKAN ?
ESWL dapat dilakukan dalam keadaan:
-  Fungsi ginjal masih baik.
- Tidak ada sumbatan distal (di bagian bawah saluran) dari batu.
- Tidak ada kelainan pembekuan darah.
- Tidak sedang hamil, karena menggunakan fasilitas rontgen.
PASCA ESWL
Pasien dapat langsung pulang, kecuali dianjurkan oleh dokter karena kondisi pasien yang memerlukan observasi ketat. Dapat beraktivitas normal setelah 24 jam pasca terapi.
ss

nyeri




DEFINISI
Nyeri merupakan Perasaan tidak nyaman, baik ringan maupun berat.yang hanya dapat dirasakan oleh individu tersebut tanpa dapat dirasakan oleh orang lain, mencakup pola fikir, aktifitas seseorang secara langsung, dan perubahan hidup seseorang. Nyeri merupakan tanda dan gejala penting yang dapat menunjukkan telah terjadinya gangguan fisiologikal.
PENYEBAB NYERI
1. Trauma
a. Mekanik
Rasa nyeri timbul akibat ujung-ujung saraf bebas mengalami kerusakan, misalnya akibat benturan, gesekan, luka dan lain-lain.
b. Thermis
Nyeri timbul karena ujung saraf reseptor mendapat rangsangan akibat panas, dingin, misal karena api dan air.
c. Khemis
Timbul karena kontak dengan zat kimia yang bersifat asam atau basa kuat
d. Elektrik
Timbul karena pengaruh aliran listrik yang kuat mengenai reseptor rasa nyeri yang menimbulkan kekejangan otot dan luka bakar.
2. Neoplasma
a. Jinak
b. Ganas
3. Peradangan
Nyeri terjadi karena kerusakan ujung-ujung saraf reseptor akibat adanya peradangan atau terjepit oleh pembengkakan. Misalnya : abses
4. Gangguan sirkulasi darah dan kelainan pembuluh darah
5. Trauma psikologis
KLASIFIKASI NYERI1. Menurut Tempat
a. Periferal Pain
1) Superfisial Pain (Nyeri Permukaan)
2) Deep Pain (Nyeri Dalam)
3) Reffered Pain (Nyeri Alihan)
nyeri yang dirasakan pada area yang bukan merupakan sumber nyerinya.
b. Central Pain
Terjadi karena perangsangan pada susunan saraf pusat, spinal cord, batang otak dll
c. Psychogenic Pain
Nyeri dirasakan tanpa penyebab organik, tetapi akibat dari trauma psikologis.
d. Phantom Pain
Phantom Pain merupakan perasaan pada bagian tubuh yang sudah tak ada lagi, contohnya pada amputasi. Phantom pain timbul akibat dari stimulasi dendrit yang berat dibandingkan dengan stimulasi reseptor biasanya. Oleh karena itu, orang tersebut akan merasa nyeri pada area yang telah diangkat.
e. Radiating Pain
Nyeri yang dirasakan pada sumbernya yang meluas ke jaringan sekitar.
2. Menurut Sifat
a. Insidentil : timbul sewaktu-waktu dan kemudian menghilang
b. Steady : nyeri timbul menetap dan dirasakan dalam waktu yang lama
c. Paroxysmal : nyeri dirasakan berintensitas tinggi dan kuat sekali dan biasanya menetap 10 – 15 menit, lalu menghilang dan kemudian timbul kembali.
d. Intractable Pain : nyeri yang resisten dengan diobati atau dikurangi. Contoh pada arthritis, pemberian analgetik narkotik merupakan kontraindikasi akibat dari lamanya penyakit yang dapat mengakibatkan kecanduan.
3. Menurut Berat Ringannya
a. Nyeri ringan : dalam intensitas rendah
b. Nyeri sedang : menimbulkan suatu reaksi fisiologis dan psikologis
c. Nyeri Berat : dalam intensitas tinggi
4. Menurut Waktu Serangan
Terdapat beberapa cara untuk mengklasifikasikan tipe nyeri. Pada tahun 1986, The National Institutes of Health Concencus Conference of Pain mengkategorikan nyeri menurut penyebabnya. Partisipan dari konferensi tersebut mengidentifikasi 3 (tiga) tipe dari nyeri : akut, Kronik Malignan dan Kronik Nonmalignan.
Nyeri akut timbul akibat dari cedera akut, penyakit atau pembedahan. Nyeri Kronik Nonmalignan diasosiasikan dengan cedera jaringan yang tidak progresif atau yang menyembuh. Nyeri yang berhubungan dengan kanker atau penyakit progresif disebut Chronic Malignant Pain. Meskipun demikian, perawat biasanya berpegangan terhadap dua tipe nyeri dalam prakteknya yaitu akut dan kronis :
1. Nyeri Akut
Nyeri akut biasanya berlangsung singkat, misalnya nyeri pada fraktur. Klien yang mengalami nyeri akut baisanya menunjukkan gejala-gejala antara lain : perspirasi meningkat, Denyut jantung dan Tekanan darah meningkat, dan pallor
2. Nyeri Kronis
Nyeri kronis berkembang lebih lambat dan terjadi dalam waktu lebih lama dan klien sering sulit mengingat sejak kapan nyeri mulai dirasakan.
PENGKAJIAN NYERI
Dikarenakan nyeri merupakan pengalaman interpersonal, perawat harus menanyakannya secara langsung kepada klien
Karakteristik
a. Lokasi
Pengkajian lokasi nyeri mencakup 2 dimensi :
• Tingkat nyeri, nyeri dalam atau superfisial
• Posisi atau lokasi nyeri
Nyeri superfisial biasanya dapat secara akurat ditunjukkan oleh klien; sedangkan nyeri yang timbul dari bagian dalam (viscera) lebih dirasakan secara umum.
Nyeri dapat pula dijelaskan menjadi empat kategori, yang berhubungan dengan lokasi :
• Nyeri terlokalisir : nyeri dapat jelas terlihat pada area asalnya
• Nyeri Terproyeksi : nyeri sepanjang saraf atau serabut saraf spesifik
• Nyeri Radiasi : penyebaran nyeri sepanjang area asal yang tidak dapat dilokalisir
• Reffered Pain (Nyeri alih) : nyeri dipersepsikan pada area yang jauh dari area rangsang nyeri.
b. Intensitas
Beberapa faktor yang mempengaruhi nyeri :
Ø Distraksi atau konsentrasi dari klien pada suatu kejadian
Ø Status kesadaran klien
Ø Harapan klien
Nyeri dapat berupa : ringan, sedang, berat atau tak tertahankan. Perubahan dari intensitas nyeri dapat menandakan adanya perubahan kondisi patologis dari klien.
c. Waktu dan Lama (Time & Duration)
Perawat perlu mengetahui/mencatat kapan nyeri mulai timbul; berapa lama; bagaimana timbulnya dan juga interval tanpa nyeri dan kapan nyeri terakhir timbul.
d. Kualitas
Deskripsi menolong orang mengkomunikasikan kualitas dari nyeri. Anjurkan pasien menggunakan bahasa yang dia ketahui: nyeri kepala mungkin dikatakan “ada yang membentur kepalanya”, nyeri abdominal dikatakan “seperti teriris pisau”.
e. Perilaku Non Verbal
Beberapa perilaku nonverbal yang dapat kita amati antara lain : ekspresi wajah, gemeretak gigi, menggigit bibir bawah dan lain-lain.
f. Faktor Presipitasi
Beberapa faktor presipitasi yang akan meningkatkan nyeri : lingkungan, suhu ekstrim, kegiatan yang tiba-tiba, stressor fisik dan emosi.
g. Alat Pengukur Nyeri
http://bp1.blogger.com/_oqqNV2cirhg/Rxl--nyYBMI/AAAAAAAAAAk/8Ilefp2RW5M/s400/pain+scale.bmp
Intervensi
Secara umum intervensi yang dapat dilakukan untuk mengatasi nyeri dibagi menjadi 2 bagian besar, yaitu :
1. Non Farmakologik intervention : Distraksi, Relaksasi, Stimulasi Kutaneus
2. Farmakologi Intervention
Distraksi
Beberapa teknik distraksi, antara lain :
1. Nafas lambat, berirama
2. Massage and Slow, Rhythmic Breathing
3. Rhytmic Singing and Tapping
4. Active Listening
5. Guide Imagery
Relaksasi
Teknik relaksasi terutama efektif untuk nyeri kronik dan memberikan beberapa keuntungan, antara lain :
1. Relaksasi akan menurunkan ansietas yang berhubungan dengan nyeri atau stres
2. Menurunkan nyeri otot
3. Menolong individu untuk melupakan nyeri
4. Meningkatkan periode istirahat dan tidur
5. Meningkatkan keefektifan terapi nyeri lain
6. Menurunkan perasaan tak berdaya dan depresi yang timbul akibat nyeri
Stewart (1976: 959), menganjurkan beberapa teknik relaksasi berikut :
1. Klien menarik nafas dalam dan menahannya di dalam paru
2. Secara perlahan-lahan keluarkan udara dan rasakan tubuh menjadi kendor dan rasakan betapa nyaman hal tersebut
3. Klien bernafas dengan irama normal dalam beberapa waktu
4. Klien mengambil nafas dalam kembali dan keluarkan secara perlahan-lahan, pada saat ini biarkan telapak kaki relaks. Perawat minta kepada klien untuk mengkonsentrasikan fikiran pada kakinya yang terasa ringan dan hangat.
5. Ulangi langkah 4 dan konsentrasikan fikiran pada lengan, perut, punggung dan kelompok otot-otot lain
6. Setelah klien merasa relaks, klien dianjurkan bernafas secara perlahan. Bila nyeri menjadi hebat klien dapat bernafas secara dangkal dan cepat.
Stimulasi Kulit (Cutaneus)
Beberapa teknik untuk stimulasi kulit antara lain :
a. Kompres dingin
b. Analgesics ointments
c. Counteriritan, seperti plester hangat.
d. Contralateral Stimulation, yaitu massage kulit pada area yang berlawanan dengan area yang nyeri.
Farmakologik Agent
1. Analgesics
Obat golongan analgesik akan merubah persepsi dan interpretasi nyeri dengan jalan mendepresi Sistem Saraf Pusat pada Thalamus dan Korteks Cerebri. Analgesik akan lebih efektif diberikan sebelum klien merasakan nyeri yang berat dibandingkan setelah mengeluh nyeri. Untuk alasan ini maka analgesik dianjurkan untuk diberikan secara teratur dengan interval, seperti setiap 4 jam (q 4h) setelah pembedahan.
Terdapat dua klasifikasi mayor dari analgesik, yaitu :
a. Narcotic (Strong analgesics)
Termasuk didalamnya adalah : derivat opiate seperti morphine dan codein.
Narkotik menghilangkan nyeri dengan merubah aspek emosional dari pengalaman nyeri (misal : persepsi nyeri). Perubahan mood dan perilaku dan perasaan sehat membuat seseorang merasa lebih nyaman meskipun nyerinya masih timbul.
b. Nonnarcotics (Mild analgesics)
Mencakup derivat dari : Asam Salisilat (aspirin); Para-aminophenols (phenacetin); Pyrazolon (Phenylbutazone).
Meskipun begitu terdapat pula obat analgesik kombinasi, seperti kombinasi dari analgesik kuat (strong analgesics) dengan analgesik ringan (mild analgesics), contohnya : Tylenol #3, merupakan kombinasi dari acetaminophen sebagai obat analgesik nonnarkotik dengan codein, 30mg.
2. Plasebo
Plasebo merupakan jenis dari tindakan, seperti pada intervensi keperawatan yang menghasilkan efek pada klien dikarenakan adanya suatu kepercayaan daripada kandungan fisik atau kimianya (McCaffery, 1982:22). Pengobatannya tidak mengandung komponen obat analgesik (seperti : gula, larutan garam/normal saline, atau air) tetapi hal ini dapat menurunkan nyeri. Untuk memberikan plasebo ini perawat harus mempunyai izin dari dokter.
Medical Interventions
1. Blok Saraf (Nerve Block)
2. Electric Stimulation
3. Acupunture
4. Hypnosis
5. Surgery/Pembedahan
6. Biofeedback

PROSEDUR BNO-IVP PADA PASIEN VESICOLITHIASIS




ABSTRAK
Pasien 75 tahun datang dengan keluhan sakit perut dan nyeri pada waktu buang air kecil dan terasa nyeri pada saat kencing. Dan pada pemeriksaan laboratorium ditemukan kristal Calsium Oksalat positif  (+1). Vesicolithiasis adalah adanya batu pada kandung kemih ( vesica urinaria). Batu dapat berasal dari vesica urinaria atau batu primer; atau berasal dari ginjal atau batu sekunder. Terbentuknya batu diduga ada hubungannya dengan gangguan aliran urin, gangguan metabolik, infeksi saluran kemih, dehidrasi, dan keadaan-keadaan lain yang masih belum terungkap (idiopatik). Gejala khas batu kandung kemih adalah berupa iritasi antara lain: nyeri kencing/disuria, perasaan tidak enak sewaktu kencing, dan kencing tiba-tiba terhenti kemudian lancar kembali dengan perubahan posisi tubuh, Terdapat hematuri pada akhir kencing, Bila batu menyumbat muara ureter atau hidrouereter dan hidronefrosis atau gagal ginjal. Nyeri saat miksi seirng kali dirasakan (refered pain) pada ujung penis, skrotum, perineum, pinggang, sampai kaki.
Kata kunci: Foto BNO-IVP, Radiologi, Vesicolithiasis
ISI
Pasien 75 tahun datang dengan keluhan sakit perut dan nyeri pada waktu buang air kecil dan terasa nyeri pada saat kencing. Sudah dirasakan sejak 3 bulan yang lalu. BAK berwarna normal, namun selalu merasa tidak puas dan perih jika BAK. Badan dirasakan nglemeng. Sebelumnya belum pernah merasakan seperti in dan belum pernah dibawa berobat. Hanya menggunakan obat penghilang sakit yang dibeli dari apotek. Nyeri hilang tapi keluhan tetap muncul. Pada pemeriksaan fisik vital sign: tekanan darah 140/90 mmHg, nadi 84 x/ menit, respirasi 21 x/ menit, suhu 36,7oC. Inspeksi tidak ada stria dan dalam batas normal, palpasi terdapat nyeri tekan pada regio kanan atas abdomen, perkusi : timpani, dan auskultasi peristaltik (+). Tampak nyeri apabila regio supra pubis ditekan (Nyeri  tekan (+)), Pada pemeriksaan laboratorium ditemukan kristal Calsium Oksalat positif  (+1).
DIAGNOSIS
Vesicolithiasis
PEMERIKSAAN 
FOTO BNO-IVP (Blass Nier Oversich – Intra Venous Pyelogram)
DISKUSI
BNO/IVP adalah Ilmu yang mempelajari prosedur /tata cara pemeriksaan ginjal, ureter, dan blass (vesica urinary) menggunakan sinar-x dengan melakukan injeksi media kontras melalui vena. Pada saat media kontras diinjeksikan melalui pembuluh vena pada tangan pasien, media kontras akan mengikuti peredaran darah dan dikumpulkan dalam ginjal dan tractus urinary, sehingga ginjal dan tractus urinary menjadi berwarna putih. Dengan IVP, radiologist dapat melihat dan mengetahui anatomy serta fungsi ginjal, ureter dan blass. Pemeriksaan radiologi BNO - IVP ada prosedur khusus yang harus dilakukan oleh pasien:
- Pasien harus check ureum creatinin dilaboratorium (untuk mengetahui fungsi ginjal).
- Pasien harus diet makan, yaitu makan-makanan yang rendah serat dengan tujuan agar perut pasien lebih bersih, sehingga hasil pemeriksaan radiologi BNO-IVP sangat jelas untuk dianalsa.
- 12 jam sebelum pemeriksaan pasien harus urus urus.
- Dianjurkan malam harinya pasien untuk tidak banyak bicara dan merokok, agar udara tidak banyak masuk ke usus. 
Prosedur Pemeriksaan BNO-IVP
- Lakukan pemeriksaan BNO posisi AP, untuk melihat persiapan pasien
- Jika persiapan pasien baik/bersih, suntikkan media kontras melalui intravena 1 cc saja, diamkan sesaat untuk melihat reaksi alergis.
- Jika tidak ada reaksi alergis penyuntikan dapat dilanjutkan dengan memasang alat compressive ureter terlebih dahulu di sekitar SIAS kanan dan kiri.
- Setelah itu lakukan foto nephogram dengan posisi AP supine 1 menit setelah injeksi media kontras untuk melihat masuknya media kontras ke collecting sistem, terutama pada pasien hypertensi dan anak-anak.
- Lakukan foto 5 menit post injeksi dengan posisi AP supine menggunakan ukuran film 24 x 30 untuk melihat pelviocaliseal dan ureter proximal terisi media kontras.
- Foto 15 menit post injeksi dengan posisi AP supine menggunakan film 24 x 30 mencakup gambaran pelviocalyseal, ureter dan bladder mulai terisi media kontras
- Foto 30 menit post injeksi dengan posisi AP supine melihat gambaran bladder terisi penuh media kontras. Film yang digunakan ukuran 30 x 40.
- Setelah semua foto sudah dikonsulkan kepada dokter spesialis radiologi, biasanya dibuat foto blast oblique untuk melihat prostate (umumnya pada pasien yang lanjut usia).
- Yang terakhir lakukan foto post void dengan posisi AP supine atau erect untuk melihat kelainan kecil yang mungkin terjadi di daerah bladder. Dengan posisi erect dapat menunjukan adanya ren mobile (pergerakan ginjal yang tidak normal) pada kasus pos hematuri.
Penegakan diagnosis Vesicolithiasis berdasarkan pada anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang berupa foto BNO-IVP.  Dari anamnesis didapatkan keluhan berupa nyeri dan panas pada saat BAK, pada pemeriksaan fisik didapatkan adanya nyeri tekan pada regio supra pubis. Sedangkan dari hasil foto BNO-IVP didapatkan gambaran tampak bayangan batu opak di proyeksi VU, multiple, bentuk membulat, ukuran bervariasi (besar dan kecil). Untuk kasus batu pada saluran kemih dapat dilakukan beberapa cara pemeriksaan radiologi antara lain: 
Ø      Foto polos : BNO à tampak opak (90%), lebih baik dilanjutkan dengan IVP untuk mengetahui ada atau tidak kerusakan pada ginjal
Ø      IVP : Dapat untuk melihat batu di lain tempat, anatomi saluran kencing bagian atas
Ø      PV (Pem Postvoid) : mengetahui pengosongan kandung kemih
Ø      USG : Gambaran acustic shadow
Gambaran adanya opak pada foto polos BNO adalah khas untuk kasus batu pada saluran kemih.
KESIMPULAN
Dengan menggunakan pemeriksaan BNO/IVP pasien dengan vesicolhitiasis dapat didiagnosis secara tepat. Pemeriksaan ini pun dapat mengetahui prognosis pada penyekit tersebut. walaupun IVP bersifa invasive IVP memberikan gambaran dan informasi yang jelas, sehingga dokter dapat mendiagnosa dan memberikan pengobatan yang tepat mulai dari adanya batu ginjal hingga kanker tanpa harus melakukan pembedahan.Pada kasus Vesicolithiasis penegakan diagnosis didapatkan dari anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang berupa foto BNO-IVP untuk mengetahui adanya batu pada saluran kemih, Gambaran adanya opak pada foto BNO-IVP adalah khas untuk kasus batu pada saluran kemih. 
REFERENSI
- Palmer, P. E. S. 1995. Petunjuk membaca Foto Untuk Dokter Umum. Jakarta: EGC. 
- Patel, P. R. 2007. Lecture Notes: Radiologi Ed. 2. Surabaya: Erlangga.
- Rasad, Sjahriar. 2005. Radiologi Diagnostik Ed. 2. Jakarta: Balai Penerbit FKUI.
- Sjamsuhidayat, R. & Jong, Wim de. 2005. Buku Ajar Ilmu Bedah. Jakarta: EGC
 PENULIS
E.M IQRAR BAYU /Ilmu Penyakit THT RSUD saras husada purworejo

Ultrasonografi


Ultrasonografi merupakan salah satu teknologi kesehatan yang bermanfaat untuk meningkatkan pelayanan kesehatan. Ultrasonografi atau disingkat USG adalah suatu kaidah pemeriksaan tubuh menggunakan gelombang bunyi pada frekuensi tinggi. Teknologi USG tidak asing bagi kaum ibu karena mereka biasanya menggunakannya pada masa kehamilan untuk memonitor keadaan janin dalam kandungan. USG ini adalah salah satu aplikasi teknologi radar dan telah ada sejak puluhan tahun lalu. Lebih jauh kea rah medis, USG medis (sonografi) dapat diartikan sebagai sebuah teknik diagnostik pencitraan menggunakan suara ultra yang digunakan untuk mencitrakan organ internal dan otot, struktur, dan luka patologi, sehingga teknik ini berguna untuk memeriksa organ. Namun biasanya sonografi obstetrik digunakan ketika masa kehamilan.
Prisip USG adalah penggunaan gelombang ultrasonik, yaitu gelombang suara dengan frekuensi lebih tinggi daripada kemampuan pendengaran telinga manusia, sehingga kita tidak bisa mendengarnya sama sekali. Suara yang dapat didengar manusia mempunyai frekuensi antara 20 – 20.000 cpd (Cycles per detik- Hertz). Sedangkan dalam pemeriksaan USG ini mengunakan frekuensi 1- 10 MHz ( 1- 10 juta Hz).
http://arl.blog.ittelkom.ac.id/blog/files/2011/10/USG.jpg
Perangkat USG terdiri dari transducer, monitor, dan mesin USG. Transducer adalah komponen USG yang ditempelkan  pada bagian tubuh yang akan diperiksa, seperti dinding perut atau dinding poros usus besar pada pemeriksaan prostat. Di dalam transducer terdapat kristal yang digunakan untuk menangkap pantulan gelombang yang disalurkan oleh transducer. Monitor merupakan perangkat yang digunakan untuk menampilkan display hasil USG dan mengetahui arah dan gerakan jarum menuju sasaran. Mesin USG merupakan bagian dari USG dimana fungsinya untuk mengolah data yang diterima dalam bentuk gelombang. Mesin USG merupakan CPU dalam teknologi USG sehingga di dalamnya terdapat komponen-komponen yang sama seperti pada CPU pada PC termasuk untuk mengubah gelombang hasil USG menjadi gambar.
Dalam pemeriksaan kandungan dengan USG, ada dua metode yang lazim ditempuh. Pertama, metode transabdominal. Metode ini paling dikenal karena ditemukan lebih dahulu. Dokter akan mengoleskan semacam jelly di perut lalu menggerakkan transducer untuk memperoleh gambaran yang dikehendaki. Secara sederhana, jelly berfungsi mempertinggi kemampuan mesin USG untuk mengantarkan gelombang suara. Metode kedua adalah transvaginal. Pada metode ini, transducer dimasukkan ke vagina. Dengan cara ini, gambar yang dihasilkan lebih jelas karena resolusi yang lebih tinggi. Maklum, obyek yang diperiksa berada lebih dekat dengan transducer ketimbang pada metode transabdominal. Sebagai catatan, metode transvaginal dijamin tidak berefek negatif apa pun untuk wanita hamil dan janin yang dikandungnya. Prosedur pemeriksaan dengan metode ini memakan waktu sekitar 15 menit. Selama pemeriksaan, pasien dapat menyaksikan gambar-gambar bayinya melalui monitor.
Pemeriksaan USG tidak ada kontra indikasinya, karena pemeriksaan ini sama sekali tidak akan memperburuk penyakit penderita. USG juga tidak berbahaya bagi janin karena USG tidak mengeluarkan radiasi gelombang suara yang bisa berpengaruh buruk pada otak si jabang bayi. Hal ini berbeda dengan penggunaan sinar rontgen. USG baru berakibat negatif jika telah dilakukan sebanyak 400 kali. Dampak yang timbul dari penggunaan USG hanya efek panas yang tak berbahaya bagi ibu maupun bayinya. Dalam 20 tahun terakhir ini, diagnostik ultrasonik berkembang dengan pesatnya, sehingga saat ini USG mempunyai peranan penting untuk menentukan kelainan berbagai organ tubuh. Jadi, jelas bahwa dalam penggunaan USG untuk menegakkan diagnosa medis tidak memiliki kontra indikasi atau efek samping terhadap pasien.
Ada beberapa prosedur yang perlu diperhatikan dalam penggunaan USG, yaitu lebih kepada persiapan pasien, walaupun sebenarnya tidak diperlukan persiapan khusus. Walaupun demikian pada penderita obstivasi, sebaiknya semalam sebelumnya diberikan laksansia. Untuk pemeriksaan alat- alat rongga di perut bagian atas, sebaiknya dilakukan dalam keadaan puasa dan pagi hari dilarang makan dan minum yang dapat menimbulkan gas dalam perut karena akan mengaburkan gambar organ yang diperiksa. Untuk pemeriksaan kandung empedu dianjurkan puasa sekurang-kurangnya 6 jam sebelum pemeriksaan, agar diperoleh dilatasi pasif yang maksimal. Untuk pemeriksaan kebidanan dan daerah pelvis, buli-buli harus penuh. Pasien akan diminta untuk menurunkan  celana/rok hingga pangkal paha. Setelah itu gel dingin, sebagai konduktor gelombang  suara akan dioleskan di atas perut pasien. Sonografer akan menggunakan suatu alat untuk menghasilkan gelombang suara ke dalam rahim. Alat tersebut digerakan perlahan di atas perut pasien. Gelombang suara dipantulkan oleh tulang dan jaringan tubuh kembali ke alat pemindai sebagai sinyal listrik untuk mengghasilkan citra berwarna hitam dan putih dari si janin. Biasaanya pada kehamilan trimester 1, dianjurkan agar pasien tidak buang air kecil dulu atau banyak minum agar dapat melihat rahim dan janin dengan lebih baik.
Setelah dilakukan proses USG, akan diperoleh hasil berupa print out USG. Pada hasil USG, selain gambar janin, terdapat tabel-tabel atau angka-angka yang diukur dari pengukuran dokter terhadap tungkai lengan, kaki, dan diameter kepala. Itu semua bisa menghasilkan rumus yang menunjukkan berat janin. Namun hanya dokter yang bisa membacanya. Adapun istilah umum yang biasa diketahui, yaitu :
  1. LMP (last menstrual period):  hari pertama haid terakhir.
  2. EDD (LMP): taksiran persalinan berdasarkan tanggalan menstruasi.
  3. GA (Gestational Age). Ini menunjukkan perkiraan umur kehamilan, berdasarkan panjang tungkai lengan, tungkai kaki ataupun diameter kepala. Jika salah satu dari GA di foto USG menunjukkan besaran yang tidak normal, dokter langsung bisa mendeteksinya sebagai kelainan. Terutama GA di bagian kepala
Dalam print out hasil USG juga terdapat kolom Fetal Biometry, dari kolom ini dapat dibaca informasi-informasi sebagai berikut :
  1. BPD: Biparietal diameter. Ini adalah ukuran tulang pelipis kiri dan kanan. Biasa digunakan untuk mengukur janin di trimester dua atau tiga.
  2. HC: Head Circumferencial atau lingkaran kepala
  3. AC: Abdominal Circumferencial. Ukuran lingkaran perut bayi. Jika dikombinasikan dengan BPD akan menghasilkan perkiraan berat bayi.
  4. FL: Femur Length. Merupakan ukuran panjang tulang paha bayi.
  5. FW: Fetal weight atau berat janin
Biasanya, yang diperiksa saat USG adalah mengenai hal-hal yang berhubungan dengan kehamilan, yaitu :
  1. Konfirmasi kehamilan. Embrio dalam kantung kehamilan dapat dilihat pada awal kehamilan 5 ½ minggu, kemudian detak jantung janin biasanya diketahui dalam usia tujuh minggu.
  2. Mengetahui usia kehamilan
  3. Menilai pertumbuhan dan perkembangan bayi dalam kandungan.
  4. Masalah dengan plasenta. USG bisa menilai dan mengetahui kondisi plasenta, apakah ada masalah misalnya seperti plasenta previa.
  5. Kehamilan kembar. Dengan pemeriksaan USG bisa mengetahui apakah ada satu atau lebih fetus di rahim.
  6. Mengukur cairan ketuban. Jumlah cairan ketuban dapat dinilai dengan USG, sehingga jika terjadi masalah ketika kandungan kelebihan cairan ketuban atau terlalu sedikit.
  7. Kelainan letak janin. Tidak saja kelainan janin dalam rahim, tetapi bisa juga mengetahui kelainan yang bisa diketahui dengan USG, seperti ; hydrocefalus, kelainan jantung, down syndrome.
  8. Mengetahui jenis kelamin bayi.
Penggunaan USG tidak hanya untuk masalah kandungan dan kebidanan, tapi juga dapat memberikan kemudahan dalam memberikan pelayanan kesehatan, yaitu dapat dengan mudah dan murah mendeteksi sesuatu. Diantaranya adalah : USG mampu menemukan dan menentukan letak massa dalam rongga perut dan pelvis, dapat membedakan kista dengan massa yang  solid, dapat mempelajari pergerakan organ ( jantung, aorta, vena kafa), maupun pergerakan janin dan jantungnya. USG dapat digunakan untuk pengukuran dan penetuan volum, pengukuran aneurisma arterial, fetalsefalometri, menentukan kedalaman dan letak suatu massa untuk bioksi. USG juga dapat menentukan volum massa ataupun organ tubuh tertentu (misalnya buli-buli, ginjal, kandung empedu, ovarium, uterus, dan lain-lain). Dari hasil diagnosis seperti ini, dapat ditentukan bagaimana tindakan medis selanjuntnya, contohnya adalah menentukan perencanaan dalam suatu radioterapi. Berdasarkan besar tumor dan posisinya, dosis radioterapi dapat dihitung dengan cepat.

Nefrolitiasis

A.Pengertian
Nefrolitiasis adalah adanya batu pada atau kalkulus dalam velvis renal, sedangkan urolitiasis adalah adanya batu atau kalkulus dalam sistem urinarius. Urolithiasis mengacu pada adanya batu (kalkuli) ditraktus urinarius. Batu terbentuk dari traktus urinarius ketika konsentrasi subtansi tertentu seperti kalsium oksalat, kalsium fosfat, dan asam urat meningkat.

B.Etiologi
Batu terbentuk dari traktus urinarius ketika konsentrasi subtansi tertentu seperti kalsium oksalat, kalsium fosfat, dan asam urat meningkat. Batu juga dapat terbentuk ketika terdapat defisiensi subtansi tertentu, seperti sitrat yang secara normal mencegah kristalisasi dalam urine. Kondisi lain yang mempengaruhi laju pembentukan batu mencakup pH urin dan status cairan pasien (batu cenderung terjadi pada pasien dehidrasi).

C.Patofisiologi
Batu dapat ditemukan disetiap bagian ginjal sampai kekandung kemih dan ukuran bervariasi dari defosit granuler yang kecil, yang disebut pasir atau kerikil, sampai batu sebesar kandung kemih yang berwarna oranye. Factor tertentu yang mempengaruhi pembentukan batu, mencakup infeksi, statis urine, periode immobilitas. Factor-faktor yang mencetuskan peningkatan konsentrasi kalsium dalam darah dan urine, menyebabkan pembentukan batu kalsium.

D.Manifestasi klinik
Adanya batu dalam traktius urinarius tergantung pada adanya obstruksi, infeksi, dan edema. Ketika betu menghambat aliran urin, terjadi obstruksi, menyebabkan peningkatan tekanan hidrostatik dan distensi piala ginjal serta ureter proksimal. Infeksi dan sistisis yang disertai menggigil, demam, dan disuria dapat terjadi dari iritasi batu yang terus menerus. Beberapa batu, jika ada, menyebabkan sedikit gejala namun secara perlahan merusak unit fungsional ginjal. Sedangkan yang lain menyebabkan nyeri yang luar biasa dan menyebabkan ketidaknyamanan. Batu di piala ginjal mungkin berkaitan dengan sakit yang dalam dan terus menerus diarea konstovertebral. Hematuria dan piuria dapat dijumpai. Batu yang terjebak diureter menyebabkan gelombang nyeri yang luar biasa, akut, kolik, yang menyebar kepaha dan genitalia. Pasien merasa selalu ingin berkemih, namun hanya sedikit urin yang keluar dan biasanya mengandung darah akibat aksi abrasive batu. Batu yang terjebak dikandung kemih biasanya menyebabkan gejala iritasi dan berhubungan dengan infeksi traktus urinarius dan hematuria.

E.Evaluasi diagnostic
Diagnosis ditegakkan dengan studi ginjal, ureter, kandung kemih (GUK), uregrafi intravena, atau pielografi retrograde. Uji kimia darahdan urine 24 jam untuk mengukur kadar kalsium, asam urat, kreatinin, natrium, pH, dan volume total merupkan bagian dari upaya diagnostic. Riwayat diet dan medikasi serta riwayat adanya batu ginjal dalam keluarga didapatkan untuk mengidentifikasi factor yang mencetuskan terbentuknya batu pada pasien.

F.Penatalaksanaan
Tujuan dasar penatalaksanaan adalah untuk menghilangkan batu, menentukan jenis batu, mencegah kerusakan nefron, mengendalikan infeksi, dan mengurangi obstruksi yang terjadi.

PROSES KEPERAWATAN
A.Pengkajian
Aktivitas istirahat
Gejala : pekerjaan monoton, pekerjaan dimana pasien terpajang pada lingkungan bersuhu tinggi. Keterbatasan aktivitas/immobilisasi sehubungan dengan kondisi sebelumnya.
Sirkulasi
Tanda : peningkatan TD/nadi (nyeri, ansietas, gagal jantung). Kulit hangat dan kemerahan, pucat.
Eliminasi
Gejala : riwayat adanya ISK kronis, obstruksi sebelumnya (kalkulus), penurunan haluaran urine, kandung kemih penuh, rasa terbakar, dorongan berkemih, diare.
Tanda : oliguria, hematuria, piuria, dan perubahan pola berkemih.
Makanan/cairan
Gejala : mual/muntah, nyeri tekan abdomen, diet tinggi purin, kalsium oksalat, dan atau fosfat, ketidakcukupan pemasukan cairan, tidak minum air dengan cukup.
Tanda : distensi abdominal, penurunan atau takadanya bising usus, dan muntah.

B.Diagnosa keperawatan
1)Nyeri akut berhubungan dengan peningkatan frekuensi/dorongan kontraksi ureteral.
2)Perubahan eliminasi urine berhubungan dengan stimulasi kandung kemih oleh batu, iritasi ginjal atau ureteral.
3)Resiko tinggi terhadap kekuranganm volume cairanberhubungan dengan mual/muntah
4)Kurangnya pemngetahuan tentang kondisi, prognosis, dan kebutuhan pengobatan berhubungan dengan kurang terpajang/mengingat, salah interpretasi informasi.

C.Intervensi dan perencanaan
1)Nyeri akut berhubungan dengan peningkatan frekuensi/dorongan kontraksi ureteral.
a)Catat lokasi lamanya intensitas, dan penyebarannya
R/ membantu mengevaluasi tempat obstruksi dan kemajuan gerakan kalkulus
b)Jelaskan penyebab nyeri dan pentingnya melaporkan kestaff terhadap perubahan kejadian/karakteristik nyeri
R/ memberikan kesempatan terhadap pemberian analgesi sesuai waktu
c)Berikan tindakan nyaman, contoh pijatan punggung dan lingkungan istirahat.
R/ Meningkatkan relaksasi, menurungkan tegangan otot dan meningkatkan koping.
d)Berikan obat anti nyeri
R/ untuk menurungkan rasa nyeri
2)Perubahan eliminasi urine berhubungan dengan stimulasi kandung kemih oleh batu, iritasi ginjal atau ureteral.
a)Awasi pemasukan dan pengeluaran serta karakteristik urine
R/ memberikan informasi tentang fungsi ginjal dan adanya komplikasi
b)Tentukan pola berkemih pasien dan perhatikan variasi
R/ kalkulus dapat menyebabkan eksitabilitas saraf, yang menyebabkan sensasi kebutuhan berkemih segera.
c)Dorong meningkatkan pemmasukan cairan
R/ peningkatan hidrasi dapat membilas bakteri, darah, dan debris dan dapat membantu lewatnya batu
d)Awasi pemeriksaan laboratorium
R/ peninggian BUN, kreatinin, dan elektrolit mengindikasikan disfungsi ginjal.
3)Resiko tinggi terhadap kekuranganm volume cairanberhubungan dengan mual/muntah
a)Awasi pemasukan dan pengeluaran cairan
R/ membandingkan keluaran aktual dan yang diantisipasi membanu dalam evaluasi adanya kerusakan ginjal
b)Catat insiden muntah
R/ Mual/muntah secara umum berhubungan dengan kolik ginjal karena sartaf ganglion seliaka pada kedua ginjal dan lambung
c)Tingkatkan pemasukan cairan 3-4 liter/hari dalam toleransi jantung
R/ Mempertahankan keseimbangan cairan untuk homeostatis
d)Awasi tanda vital
R/ indikator hidrasi/volume sirkulasi dan kebutuhan intervensi
e)Berikan cairan IV
R/ mempertahankan volume sirkulasi meningkatkan fungsi ginjal
4)Kurangnya pemngetahuan tentang kondisi, prognosis, dan kebutuhan pengobatan berhubungan dengan kurang terpajang/mengingat, salah interpretasi informasi.
a)Kaji ulang proses pemnyakit dan harapan masa depan
R/ memberikan pengetahuan dasar dimana pasien dapat membuat pilihan berdasarkan informasi
b)Tekankan pentingnya pemasukan cairan
R/ pembilasan sistem ginjal menurungkan kesempatan statis ginjal dan pembentukan batu
c)Diaskusikan program pengobatan
R/ obat-obatan diberikan untuk mengasamkan atau mengalkalikan urine

D.Evaluasi
Dari intervensi yang dilakukan beberapa hasil yang kitaharapkan adalah sebagai berikut :
1)Nyeri hilang/terkontrol
2)Keseimbangan cairan dan elektrolit dipertahankan
3)Mencegah Komplikasi
4)Proses penyekit/prognosis dan program terapi dipahami

BNO-IVP

BNO IVP (blaas nier oversight) atau KUB (Kidney Ureter Bladder) IVU (Intra Venous Urography)
Adalah suatu tindakan untuk memvisualisasikan anatomi, dan fungsi ginjal ureter dan kandung kencing. Termasuk didalamnya fungsi pengisian dan pengosongan buli. Pemeriksaan ini diindikasikan untuk:
- Kecurigaan adanya batu disaluran kencing.
- Kecurigaan tumor/keganasan traktus urinarius.
- Gross hematuria.
- Infeksi traktus urinarius yang berulang setelah terapi antibiotik yang adekuat.
-  Pasca trauma deselerasi dengan hematuria yang bermakna.
-  Trauma dengan jejas di flank dengan riwayat shock, dan shok telah stabil.
-  Menilai/evaluasi/follow up tindakan urologis sebelumnya.
Untuk trauma traktus urinarius gold standard adalah CT scan dengan kontras. Dilakukan BNO-IVP jika tidak dapat dilaksanakan CT scan (biaya, tidak adanya fasilitas). Untuk usia anak anak, jika terdapat hematuria berapapun (any degree of hematuria) telah masuk indikasi BNO IVP, meskipun tidak terdapat riwayat shock.

Tindakan ini dikontraindikasikan bagi:
- Pasien yang alergi terhadap komponen kontras (iodine).
- Mengkonsumsi metformin.
- Kehamilan
Untuk pasien yang mengkonsumsi metformin tidak diperkenankan BNO-IVP oleh karena dapat terjadi asidosis metabolik. Untuk pemeriksaan BNO-IVP pasien yang mengkonsumsi metformin harus stop minum metformin minimal 48 jam sebelum BNO-IVP dan minum metformin lagi setelah 72 jam.
Syarat BNO-IVP adalah keatinin kurang dari 2 mg/dl. Jika kadar kreatinin lebih dari 2 mg/dL maka dilakukan BNO-USG dan renogram.
Pesiapan BNO-IVP, seumpama foto dilakukan pukul 08.00 WIB, persiapan hari sebelumnya:
- Diit rendah gas dan rendah residu minimal 24 jam sebelum foto. Biasa diberikan bubur kecap.
- Stop makan pukul 20.00 WIB.
- Berikan garam Inggris pukul 22.00. minum terakhir pukul 22.00.
- Lavement dengan gliserin 125 cc pada pukul 05.00 WIB hari tindakan.
- Foto BNO-IVP 08.00 WIB dengan didahului skin test kontras.
Perlu diperhatikan, pasien harus puasa bicara sejak 1 hari sebelum tindakan. (kioswikan)

radiologi ginjal
Pemeriksaan radiologi untuk traktus urinarius ada 2:
• Konvensional, yang masih pakai sinar-X untuk pencitraan, baik dengan kontras atau tanpa kontras. Khusus untuk urologi, kontras dimasukkan lewat vena atau saluran kencing.
• Nonkonvensional, contohnya CT Scan, MRI, USG.

KONVENSIONAL
1. Foto Polos Abdomen (Tanpa Kontras)
Nama lainnya di bahasa Belanda adalah BNO. Fungsi pemeriksaan ini adalah untuk menilai kontur ginjal dan garis psoas. Perlu diingat bahwa pada foto polos, lapisan kapsul lemak otot bisa terlihat, tapi otot dan ureter tidak terlihat. Jadi maksudnya garis psoas itu pembungkusnya otot psoas. Bila ada bayangan radioopak (putih) di traktus urinarius, kemungkinan itu batu.
Indikasi BNO ini adalah untuk persiapan IVP, curiga batu, dan curiga tumor.

2. IVP/PVI (Pielografi Intravena)
Fungsinya adalah untuk menilai anatomi dan fungsi ginjal. Jadi tubuh disuntikin kontras yang akan keluar lewat kencing, sehingga urin terwarnai jadi opak saat di rontgen. Zat yang disuntikin iodium. Sebelum IVP, pasien harus melakukan beberapa persiapan seperti:
1. Kreatinin dan ureum normal (ureum 40-50 max, kreatinin max 2 mg), hal ini penting untuk meyakinkan bahwa kondisi ginjal normal. Karena kontras dapat bersifat nefrotoksik.
2. Diet rendah serat, agar fecal mass sedikit (serat membentuk massa feses) dan tidak menghalangi ginjal saat difoto
3. Makan malam ringan
4. Laksatif (untuk memicu buang air besar, sehingga bayangan fese tidak mengganggu saat di foto)
5. Puasa 6-10 jam untuk mencegah adanya rongga udara yang bisa menghalangi pencitraan dan untuk mencegah reaksi alergi. (Biasanya kontras di skin-test dulu buat jaga2 kalo alergi)
6. Tidak merokok dan sedikit bicara sebelum pemeriksaan.

Sebelum IVP dilakukan, biasanya dilakukan foto polos untuk menilai persiapan si pasien, apakah sudah sempurna atau belum, dan untuk melihat bayang2 radioopak di sal. Kencing dan di luar sal. Kencing, dan vertebra dan pelvis.

- Foto pada menit ke-5 dan ke-10 setelah disuntikan kontras bertujuan buat melihat anatomi pelviokalises, dan fungsi sekresi dan ekskresi ginjal. Supaya pelviokalises jelas, perut dikompresi pake bola tenis dari paravertebral atau di atas simfisis pubis supaya ureter terbendung. Bila gambar masih belum jelas, difoto dengan tomografi. Bentuk pelviokalises ada yang dendritik (kurus), ampular (gemuk), dan transisional yang campuran keduanya.

- Foto pada menit ke-20 untuk melihat aliran ureter dan vesika urinaria. Apabila belum kelihatan, tunggu sampe 60 menit sampe 24 jam (mungkin ada sumbatan).

- Foto pada menit ke-30 berfungsi buat melihat bagian distal ureter dan dinding anterior vesika urinaria. Pasien dalam posisi tengkurap(prone), untuk memanfaatkan gravitasi biar bagian distal ureter yang memanjang ke ventral bisa kelihatan.

- Foto berikutnya adalah full blast, untuk melihat buli-buli yang penuh. Kemudian dilanjutkan oleh foto setelah miksi untuk melihat ada gak refluks karena bendungan dari adanya kontras yang tersisa.

3. Tomogram
Tomogram sebenarnya foto polos juga, cuman sepertinya difoksukan pada kedalaman tubuh tertentu. Jadi kalo mau foto ginjal, yang difoto sesuai dengan ketinggian si ginjal. Rumus jarak ginjal adalah= [(abdomen-meja)/3]+1. Di mana posisi 0 ada di meja. Dengan tomografi, bagian-bagian yang dapat ngalangin ginjal seperti usus tidak akan keliatan, jadi yang kefoto hanya ginjalnya saja. Tapi jeleknya, gambarnya jadi buram.

4. Urografi Retrograde
Digunakan bila IVP masih kurang jelas menggambarkan sistem pelviokalises dan ureter. Terbagi jadi 2:
1. RPG (Retrograde pyelography)
Dengan persiapan yang sama dengan PIV, pelvis dan ureter difoto dengan fluoroskopi, jadi yang difoto bisa diliat secara aktual pake tv. Dengan bantuan sistoskopi, kateter dimasukin sampe pelvis, trus sambil ditarik sedikit-sedikit, kontras dialirkan keluar kateter.

2. APG (Anterograde pyelography)
Masih dengan fluoroskopi, dilakukan dengan didahului dengan nefrostomi, trus lewat nefrostomi, kontras dimasukin lewat kulit langsung ke pelviokalises. Dilakukan bila RPG sudah gak bisa (ureter kelewat sempit).


5. Sistogram/Cystography
Indikasinya untuk evaluasi intrabuli. Pake fluoroskopi, pake kateter folley yang dimasukin sampe buli-buli, trus kontras dimasukin lewat situ. Untuk pasien retensio urin, dapat digunakan kateter suprapubis (kateter langsung nembus kulit ke buli-buli)

6. Uretrocystography
Untuk mengevaluasi uretra dan buli, masih dengan fluoroskopi. Biasanya untuk cowok karena uretra wanita pendek. Ujung kateter folley atau spuit dpasang di ujung penis, kemudian kontras dimasukin. Normalnya, uretra pars prostatika sempit.

7. Uretrografi
Untuk mengevaluasi saluran uretra untuk ngeliat striktur atau divertikel. Caranya sama aja kayak uretrosistografi

NONKONVENSIONAL
1. USG
USG banyak keuntungannya, yaitu tidak invasif, tidak menggunakan radiasi, mudah tersedia, dan portable, bisa dibawa2 kayak laptop. Tapi kekurangannya sangat operator-dependent, jadi kalo bukan ahlinya, bisa gak ngerti dengan apa yang dilihat.
Gelombang suara yang dikeluarin kurang lebih 1-15 Mhz, diarahin ke badan oleh transduser, kemudian oleh jaringan akan diserap, dipantulkan, atau dibiaskan, tergantung kepadatannya. Semakin padat, semakin kuat yang dipantulin dan semakin kecil gelombang yang diteruskan ke bawahnya. Contoh jaringan yang pantulannya kuat tapi gak meneruskan gelombang tuh tulang. Untuk kepala, probe(pemancar gelombang) yang digunakan adalah tipe sector. Untuk memeriksa lipoma, pakai gelombang 7,5 Mhz, sedangkan untuk hati dan abdomen pakai yang frekuensinya lebih besar.
Teknik Pemeriksaan USG Ginjal:
- Posisi supine & lateral decubitus
- Menggunakan gel sebagai coupling medium
- Transduser 3,5 MHz yang umum dipakai. Transduser 5 MHz untuk menghasilkan gambar yang sangat baik pada anak-anak/ dewasa kurus.
- Menahan nafas pada saat inspirasi maksimal memindahkan ginjal ke arah inferior sekitar 2,5 cm dan dapat menghasilkan gambar lebih baik.
Teknik Pemeriksaan USG Ginjal(2)
-- USG Ginjal kanan:
-Transduser sepanjang batas lateral subkostal kanan pada garis aksilaris anterior selama menahan napas saat inspirasi.
-- USG Ginjal kiri:
- Pasien pada posisi right lateral decubitus dan probe di garis aksilaris posterior kiri atau di sudut kostovertebra kiri.


2. CT SCAN
Cara kerjanya adalah lewat perbedaan daya serap jaringan sewaktu sinar X menembus jaringan, sehingga kepadatan jaringan bisa dibedakan dengan Houndsfield Unit (HU). Contohnya air dan udara yang nilai HU-nya 1 atau 0.
CT Scan ginjal bisa menggunakan kontras ataupun tidak. Indikasinya terutama untuk staging tumor, untuk melihat batu, dan melihat anatomi secara lebih jelas.

3. MRI
Cara kerja MRI adalah memanfaatkan inti atom yang bergetar dalam medan magnet. Kekuatan medan magnetnya mulai dari 0,3 T - 0,5 T - 1 T - 1,5 T - 2 T - 3 T - 7 T. Yang 7T Cuma ada di Amerika buat penelitian. Makin tinggi kekuatan medan magnetnya, makin bagus gambar yang dihasilkan. Berikut keuntungan dan kerugian MRI:
Keuntungan :
- Tidak memakai sinar X
- Dapat menunjukkan parameter biologik ( jaringan padat atau cair )
- Menghasilkan 3 jenis potongan tehadap jaringan tubuh manusia ( aksial , coronal dan sagital ataupun sesuai posisi organ yang diperiksa)
- Menggunakan kontras gadolinium, tidak menyebabkanefek allergi
Kerugian :
- Dibutuhkan waktu yang lebih lama dan pasien yang kooperatif/ bisa tenang selam pemeriksaan
à Copas slide
Ada juga yang namanya MRU (Magnetic Resonance Urography), utamanya untuk melihat adanya bendungan di saluran kencing. Tapi kalo ga ada bendungan, ya ga keliatan apa-apa. Soalnya dia ga pake kontras.

4. Kedokteran Nuklir/ Renal scintigraphy
Caranya dengan masukin zat radioaktif, kemudian dinilai lewat grafik.

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN KOLIK ABDOMEN



A. PENGERTIAN
Kolik Abdomen adalah gangguan pada aliran normal isi usus sepanjang traktus intestinal (Nettina, 2001). Obstruksi terjadi ketika ada gangguan yang menyebabkan terhambatnya aliran isi usus ke depan tetapi peristaltiknya normal (Reeves, 2001).
B. ETIOLOGI
1. Mekanis
q Adhesi/perlengketan pascabedah (90% dari obstruksi mekanik)
q Karsinoma
q Volvulus
q Intususepsi
q Obstipasi
q Polip
q Striktur
2. Fungsional (non mekanik)
q Ileus paralitik
q Lesi medula spinalis
q Enteritis regional
q Ketidakseimbangan elektrolit
q Uremia
C. MANIFESTASI KLINIK
1. Mekanika sederhana – usus halus atas
Kolik (kram) pada abdomen pertengahan sampai ke atas, distensi, muntah empedu awal, peningkatan bising usus (bunyi gemerincing bernada tinggi terdengar pada interval singkat), nyeri tekan difus minimal.
2. Mekanika sederhana – usus halus bawah
Kolik (kram) signifikan midabdomen, distensi berat,muntah – sedikit atau tidak ada – kemudian mempunyai ampas, bising usus dan bunyi “hush” meningkat, nyeri tekan difus minimal.
3. Mekanika sederhana – kolon
Kram (abdomen tengah sampai bawah), distensi yang muncul terakhir, kemudian terjadi muntah (fekulen), peningkatan bising usus, nyeri tekan difus minimal.
4. Obstruksi mekanik parsial
Dapat terjadi bersama granulomatosa usus pada penyakit Crohn. Gejalanya kram nyeri abdomen, distensi ringan dan diare.
5. Strangulasi
Gejala berkembang dengan cepat; nyeri parah, terus menerus dan terlokalisir; distensi sedang; muntah persisten; biasanya bising usus menurun dn nyeri tekan terlokalisir hebat. Feses atau vomitus menjadi berwarna gelap atau berdarah atau mengandung darah samar.
D. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Sinar x abdomen menunjukkan gas atau cairan di dalam usus
2. Barium enema menunjukkan kolon yang terdistensi, berisi udara atau lipatan sigmoid yang tertutup.
3. Penurunan kadar serum natrium, kalium dan klorida akibat muntah; peningkatan hitung SDP dengan nekrosis, strangulasi atau peritonitis dan peningkatan kadar serum amilase karena iritasi pankreas oleh lipatan usus.
4. Arteri gas darah dapat mengindikasikan asidosis atau alkalosis metabolik.
E. PENATALAKSANAAN MEDIS/BEDAH
1. Koreksi ketidakseimbangan cairan dan elektrolit :
2. Terapi Na+, K+, komponen darah
3. Ringer laktat untuk mengoreksi kekurangan cairan interstisial
4. Dekstrosa dan air untuk memperbaiki kekurangan cairan intraseluler
5. Dekompresi selang nasoenteral yang panjang dari proksimal usus ke area penyumbatan; selang dapat dimasukkan dengan lebih efektif dengan pasien berbaring miring ke kanan.
6. Implementasikan pengobatan unutk syok dan peritonitis.
7. Hiperalimentasi untuk mengoreksi defisiensi protein karena obstruksi kronik, ileus paralitik atau infeksi.
8. Reseksi usus dengan anastomosis dari ujung ke ujung.
9. Ostomi barrel-ganda jika anastomosis dari ujung ke ujung terlalu beresiko.
10. Kolostomi lingkaran untuk mengalihkan aliran feses dan mendekompresi usus dengan reseksi usus yang dilakukan sebagai prosedur kedua.
F. PENGKAJIAN
1. Umum :
Anoreksia dan malaise, demam, takikardia, diaforesis, pucat, kekakuan abdomen, kegagalan untuk mengeluarkan feses atau flatus secara rektal, peningkatan bising usus (awal obstruksi), penurunan bising usus (lanjut), retensi perkemihan dan leukositosis.
2. Khusus :
a. Usus halus
q Berat, nyeri abdomen seperti kram, peningkatan distensi
q Distensi ringan
q Mual
q Muntah : pada awal mengandung makanan tak dicerna dan kim; selanjutnya muntah air dan mengandung empedu, hitam dan fekal
q Dehidrasi
b. Usus besar
q Ketidaknyamana abdominal ringan
q Distensi berat
q Muntah fekal laten
q Dehidrasi laten : asidosis jarang
G. DIAGNOSA KEPERAWATAN DAN INTERVENSI
1. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan mual, muntah, demam dan atau diforesis.
Tujuan : kebutuhan cairan terpenuhi
Kriteria hasil :
a. Tanda vital normal
b. Masukan dan haluaran seimbang
Intervensi :
c. Pantau tanda vital dan observasi tingkat kesadaran dan gejala syok
d. Pantau cairan parentral dengan elektrolit, antibiotik dan vitamin
e. Pantau selang nasointestinal dan alat penghisap rendah dan intermitten. Ukur haluaran drainase setiap 8 jam, observasi isi terhadap warna dan konsistensi
f. Posisikan pasien pada miring kanan; kemudian miring kiri untuk memudahkan pasasse ke dalam usus; jangan memplester selang ke hidung sampai selang pada posisi yang benar
g. Pantau selang terhadap masuknya cairan setiap jam
h. Kateter uretral indwelling dapat dipasang; laporkan haluaran kurang dari 50 ml/jam
i. Ukur lingkar abdomen setiap 4 jam
j. Pantau elektrolit, Hb dan Ht
k. Siapkan untuk pembedahan sesuai indikasi
l. Bila pembedahan tidak dilakukan, kolaborasikan pemberian cairan per oral juga dengan mengklem selang usus selama 1 jam dan memberikanjumlah air yang telah diukur atau memberikan cairan setelah selang usus diangkat.
m. Buka selang, bila dipasang, pada waktu khusus seusai pesanan, untuk memperkirakan jumlah absorpsi.
n. Observsi abdomen terhadap ketidaknyamanan, distensi, nyeri atau kekauan.
o. Auskultasi bising usus, 1 jam setelah makan; laporkan tak adanya bising usus.
p. Cairan sebanyak 2500 ml/hari kecuali dikontraindikasikan.
q. Ukur masukan dan haluaran sampai adekuat.
r. Observasi feses pertama terhadap warna, konsistensi dan jumlah; hindari konstipasi
2. Nyeri berhubungan dengan distensi, kekakuan
Tujuan : rasa nyeri teratasi atau terkontrol
Kriteria hasil : pasien mengungkapkan penurunan ketidaknyamanan; menyatakan nyeri pada tingkat dapat ditoleransi, menunjukkan relaks.
Intervensi :
a. Pertahankan tirah baring pada posisi yang nyaman; jangan menyangga lutut.
b. Kaji lokasi, berat dan tipe nyeri
c. Kaji keefektifan dan pantau terhadap efek samping anlgesik; hindari morfin
d. Berikan periode istirahat terencana.
e. Kaji dan anjurkan melakukan lathan rentang gerak aktif atau pasif setiap 4 jam.
f. Ubah posisi dengan sering dan berikan gosokan punggung dan perawatan kulit.
g. Auskultasi bising usus; perhatikan peningkatan kekauan atau nyeri; berikan enema perlahan bila dipesankan.
h. Berikan dan anjurkan tindakan alternatif penghilang nyeri.
3. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan distensi abdomen dan atau kekakuan.
Tujuan : pola nafas menjadi efektif.
Kriteria hasil : pasien menunjukkan kemampuan melakukan latihan pernafasan, pernafasan yang dalam dan perlahan.
Intervensi :
a. Kaji status pernafasan; observasi terhadap menelan, “pernafasan cepat”
b. Tinggikan kepala tempat tidur 40-60 derajat.
c. Pantau terapi oksigen atau spirometer insentif
d. Kaji dan ajarkan pasien untuk membalik dan batuk setiap 4 jam dan napas dalam setiap jam.
e. Auskultasi dada terhadap bunyi nafas setiap 4 jam.
4. Ansietas berhubungan dengan krisis situasi dan perubahan status kesehatan.
Tujuan : ansietas teratasi
Kriteria hasil : pasien mengungkapkan pemahaman tentang penyakit saat ini dan mendemonstrasikan keterampilan kooping positif dalam menghadapi ansietas.
Intervensi :
a. Kaji perilaku koping baru dan anjurkan penggunaan ketrampilan yang berhasil pada waktu lalu.
b. Dorong dan sediakan waktu untuk mengungkapkan ansietas dan rasa takut; berikan penenangan.
c. Jelaskan prosedur dan tindakan dan beri penguatan penjelasan mengenai penyakit, tindakan dan prognosis.
d. Pertahankan lingkungan yang tenang dan tanpa stres.
e. Dorong dukungan keluarga dan orang terdekat.
DAFTAR PUSTAKA
1. Nettina, Sandra M. Pedoman Praktik Keperawatan. Alih bahasa Setiawan dkk. Ed. 1. Jakarta : EGC; 2001
2. Smeltzer Suzanne C. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth. Alih bahasa Agung Waluyo, dkk. Editor Monica Ester, dkk. Ed. 8. Jakarta : EGC; 2001.
3. Tucker, Susan Martin et al. Patient care Standards : Nursing Process, diagnosis, And Outcome. Alih bahasa Yasmin asih. Ed. 5. Jakarta : EGC; 1998
4. Price, Sylvia Anderson. Pathophysiology : Clinical Concepts Of Disease Processes. Alih Bahasa Peter Anugrah. Ed. 4. Jakarta : EGC; 1994
5. Reeves, Charlene J et al. Medical-Surgical Nursing. Alih Bahasa Joko Setyono. Ed. I. Jakarta : Salemba Medika; 2001
 
TOP